Nine

3 0 0
                                    


•••

Ding… Dong….

Ding… Dong…

           Suara bel terus berbunyi tanpa henti, Matthew yang sedang fokus dengan melakukan aktivitas melukisnya langsung terbuyarkan begitu saja. Ia menghampiri layar monitor, dan melihat sahabatnya Saka berdiri di depan pintu apartemennya.

Menyebalkan.

            Matthew mendengus kesal begitu ia membuka pintu dan melihat Saka yang sedang tersenyum lebar padanya,

“Kau darimana saja? Buka pintu saja lama” kata Saka sambil berjalan masuk melewati sang tuan rumah yang sudah memasang wajah malas bercampur kesal.

“Oh rupanya kau sedang melukis” kata Saka lagi yang langsung menuju pada sebuah kanvas yang berdiri tegak di ruang tengah, beberapa peralatan lukis dan cat juga berceceran di lantai.

           Saka memandangi lukisan itu dengan sangat teliti, sambil melipatkan kedua tangannya depan dada. Lukisannya nampak belum selesai tapi Saka bisa menikmati karya sahabatnya. Lukisan yang tidak pernah diragukan lagi.

            Hobi melukis sahabatnya itu ternyata bukan hanya sekedar hobi, Matthew sudah membuat puluhan lukisan dan bahkan ia sering memamerkannya di pameran-pameran lukisan dan berhasil menarik para kolektor untuk membeli. Dan ya, semua lukisan yang ada di apartemen mewahnya ini pun merupakan buah karya tangannya sendiri.

“Kau benar-benar membuyarkan imajinasiku”

Matthew menyodorkan segelas cola dengan nada yang masih kesal karena Saka tiba-tiba datang ke apartemennya tanpa memberi tahu. Ya walaupun memang biasa seperti itu, datang tanpa diundang. Tapi kali ini berbeda, Matthew sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun. Sudah beberapa jam sejak pagi tadi, ia berkutat dengan kanvas dan cat, berkutat dengan imajinasinya, dan yang jelas sedang dalam kondisi mood yang baik.

“Semalam aku tidur di rumahku dan terbangun tadi siang, sepertinya aku mulai gila” kata Saka yang membuat lawan bicaranya itu mengernyitkan dahi. Belum mengerti apa yang dimaksud Saka. Gila karena apa? Apa tidur di rumahnya sendiri menjadi sesuatu hal yang sangat aneh? Apa maskudnya?. Matthew menatap Saka penuh tanya.

“Tanpa sadar aku tersenyum saat melihat Arisha, dan itu membuatku gila” jelas Saka yang semakin membuat Matthew menegaskan ekspresi bingungnya.

“Kau tersenyum padanya? Bagaimana bisa? Bukankah kau bilang kau tidak pernah sekalipun tertarik padanya?"

Saka mengangkat kedua bahunya. Dan Saka malah menggerutu sendiri, bukankah tujuan ia jauh-jauh datang ke rumah sahabatnya ini adalah untuk melupakan Arisha? Kenapa ia malah membahasnya sekarang?
Tingkah laku Saka sekarang membuat Matthew tak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Saka.

“Saka, biar aku beritahu kau sesuatu. Kau memang gila”kata Matthew pelan, dan kalimat itu benar-benar memuaskan Matthew. Tidak peduli dengan reaksi Saka setelahnya, Matthew kembali ke aktivitas awalnya yaitu melukis. Sepertinya ia sudah mendapatkan kembali imajinasinya.

          Saka yang kesal dengan pikirannya sendiri, berjalan ke arah sebuah ruangan lalu mengambil sebuah kanvas beserta penyangga dan peralatan lainnya dan menempatkannya di samping Matthew.

           Matthew yang melihatnya hanya bisa menghela napas panjang dan mencoba untuk mengacuhkannya. Sahabatnya yang satu ini memang orang cerdas tapi dibalik cerdasnya itu dia adalah orang ‘kurang waras’ apalagi setelah menikah. Matthew menatap Saka kasihan.

“Ada apa?” tanya Saka yang ternyata menyadari kalau ternyata ia sedang diperhatikan oleh seseorang. Matthew hanya menggeleng pelan setelahnya dan tersenyum tipis, tidak bisa membayangkan hidup seperti dirinya.


••

        Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan Saka masih berada di apartemen Matthew. Melukis, makan dan bermain billiard sudah ia lakukan untuk menenangkan sejenak pikirannya dan melupakan Arisha. Dan bahkan sekarang mereka berdua sedang bermain Play Station ditemani Viola dan Edwin yang tadi sore mereka panggil.

       Setidaknya dengan hadirnya seorang Viola, bisa membuat pikiran Saka sedikit terlahirkan. Dan beginilah mereka menghabiskan waktu bersama, terkadang mereka bepergian ke luar kota untuk liburan.

         Namun beberapa bulan ini, setelah Saka menikah mereka belum pernah melakukannya lagi. Semua karena mereka yang sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

       Saka melupakan kalau besok sudah kembali hari kerja, hingga ia tertidur di rumah Matthew, tentu bersama Viola juga yang tertidur di sampingnya.

       Saat hari mulai pagi, mereka berdua terbangun dan pergi meninggalkan apartemen Matthew. Saka mengendarai mobilnya dan pergi mengantar Viola terlebih dahulu. Namun jarak rumah Viola dan rumahnya bisa dibilang cukup jauh dan akan sangat menyita waktu. Jadi ia memutuskan untuk mandi dan berganti pakaian di rumah Viola.

        Saka menghampiri sebuah lemari khusus yang terletak di samping lemari pakaian Viola. Ukurannya tidak besar, tapi cukup untuk menampung baju gantinya jika ia bermalam atau menghabiskan waktunya di rumah Viola. Ini semua bukanlah hal aneh baginya atau kekasihnya. Sudah ia lakukan sejak 1 tahun yang lalu.

           Bahkan semua asisten rumah tangga Viola pun mengetahuinya. Saking seringnya mereka menghabiskan waktu berdua, semua tetangga di lingkungan ini pun menganggap mereka berdua adalah sepasang suami istri.

“Seperti biasa kau sangat cantik” pujian Saka itu berhasil membuat Viola yang sedang merapikan riasan wajahnya di depan cermin tersipu malu. Saka menghampirinya lalu mengecup puncak kepala Viola.

“Terima kasih. Kau juga seperti biasa, sangat tampan. Dan aku sangat mencintaimu” kata Viola lalu merapikan dasi Saka yang menurutnya masih kurang rapih. Saka balas mengatakan hal yang sama lalu tersenyum simpul.

“Ayo, sepertinya kita sudah terlambat” Viola merangkul lengan Saka begitu melihat jam di tangannya.

           Pukul 07.30, matahari sudah terlihat sangat terang dan langit menyapa dengan cerahnya. Saka dan Viola berjalan terburu-buru menuju mobil. Hanya berbekal dua buah croissant dan air putih, mereka berdua sarapan dalam perjalanan.

           Sesekali mereka tertawa saat melihat wajah satu sama lain yang dipenuhi oleh sisa makanan yang menempel.

           Bagi mereka, itu adalah salah satu hal yang membuat mereka bahagia dengan cara yang sederhana. Sudah terikat lama seperti ini, nampaknya sangat sulit bagi mereka untuk berpisah. Apalagi melihat mereka yang sama-sama mempertahankan hubungannya, walaupun Saka telah terikat dengan wanita lain. Mereka tidak peduli itu. Walaupun hubungan mereka berdua tidak direstui. Mereka pun tidak peduli.

            Namun entah sampai kapan mereka akan menyembunyikan ini semua, baik dari Arisha ataupun keluarga Saka. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepandai-padainya orang menyembunyikan sesuatu, suatu saat semua orang akan tau bukan? tinggal menunggu waktu saja itu terjadi, entah mereka yang mengungkapkannya sendiri atau karena orang lain atau mungkin orang lain.

             Keduanya hanya berharap bisa mempertahankan hubungan ini sampai kapanpun. Tentu saja Viola berharap kalau Saka berpisah dengan Arisha dan menikahinya. Saka pun berharap demikian, Namun entah mengapa akhir-akhir ini rasanya sangat sulit  bagi Saka untuk melepaskan Arisha.



—TBC—

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang