Jihan menopang kepalanya sambil beberapa kali mendengus kesal. Kepalanya menoleh ke kanan-kiri melihat situasi kawan-kawannya yang terpantau pasrah mengerjakan soal ulangan trigonometri. Izzan yang biasanya paling cepat menyelesaikan ulangan juga terlihat kepusingan. Di sisi lain, Reza yang ditempatkan paling jauh dan diasingkan oleh Bu Tia berusaha mencari jawaban dari teman-temannya. Sementara beberapa siswa seperti Alin, Vera dan Ilham terlihat tertidur diatas kertas ujian mereka.
Kalau dilihat-lihat sepertinya baik nilaiku atau Izzan bakal sama-sama nggak bagus, apalagi nilai sekelas. Benar-benar 100% bakal remedial berjamaah, pikir Jihan yang sangat pasrah.
"2 menit lagi!" teriak Bu Tia.
Peringatan itu membuat suara dengus kesal sekelas. Mata Jihan menyoroti soal itu satu per satu. Berharap mendapatkan hint jawaban di waktu kritis. Tepat ketika anak-anak yang pasrah mengumpulkan, saat itu juga secercah jawaban datang ke otaknya. Dengan cepat ia menuliskan semuanya bersamaan hitungan mundur Bu Tia.
"Oke. Ibu keluar kertas sudah tidak diterima," ancam Bu Tia yang berdiri hendak keluar.
Seketika Jihan berdiri dan menghampiri Bu Tia. Beruntung Bu Tia masih berbaik hati. Dibelakangnya, Izzan juga berhasil menyerahkan kertasnya. Bu Tia pun keluar dan saatnya mereka pulang.
"Gila! Rasanya otakku habis kebakaran," kata Arumi sambil mengemas tasnya.
"Otakku bukan kebakar lagi, udah nggak kerasa. Nggak tau tadi ngerjain apa," balas Alin.
Vera yang disamping Alin bergumam, "ilerku tadi netes nggak sih di kertas?"
Alin dan Arumi meledeknya karena jijik sambil tertawa sementara Helwa, Luna, dan Jihan tertawa dan terheran-heran. Jihan merapikan barangnya sambil mendengar keluhan mereka. Tanpa sadar seseorang memanggilnya. Lalu ia menoleh. Ternyata Reza memanggilnya sejak tadi.
"Jangan lupa rapat," katanya.
Karena ia tidak menang pada pemilihan OSIS, Pak Royan yang merasa 'kasihan' memberikannya pilihan untuk masuk ke BPH atau OSIS. Namun anak itu memilih BPH. Walaupun terdengar seperti curang dengan kenaikan pangkatnya ini, sesungguhnya BPH sendiri bukan organisasi resmi sekolah. Sebut saja perkumpulan pengangguran yang masih mencari spot untuk tetap terlihat memimpin. Karena itu BPH tidak memiliki kedudukan dan OSIS masih menjadi organisasi tertinggi di sekolah. Jihan hanya mengangguk tanpa suara. Ia melanjutkan merapikan tas dan hendak keluar dari kelas bersama yang lain. Kali ini, Izzan yang disamping Reza memanggilnya.
"Jangan lupa kirim ke grup," pesannya.
Jihan menanggapi dengan mengangkat ibu jarinya tanpa menoleh dan keluar dari kelas menuju Ruang OSIS. Ketika pintu terbuka, ia dapat melihat setengah anggota OSIS sudah berada disana. Karena ini pertama kalinya ia ikut di rapat mereka, Jihan merasa bingung untuk mengambil tempat duduk. Faisal memanggilnya dan memintanya untuk duduk di depan.
"Anak IPA kok lama keluarnya?" tanya Faisal padanya.
"Mereka ulangan hari ini," balas Arra yang disampingnya dan merupakan Bendahara OSIS, "padahal belnya udah 20 menit lewat tapi kalian baru keluar. Mereka aja kesusahan UH Trigonometri, gimana kita?"
Jihan tertawa dengan nada pasrah sembari duduk di kursi dekat Arra. "Mau nangis. Rasanya kayak UN dadakan. Semangat yaa! Walaupun nggak sesulit kelas IPA, tetap aja yang namanya trigonometri sulit."
Tak lama setelah perbincangan singkat itu, mereka memulai rapat. Sebenarnya keberadaan Jihan hanya seperti patung. Yang ia lakukan hanya mengangguk setuju sambil menopang dagu atau menguap karena terlalu lelah. Sesekali ia membuka suara untuk membenarkan ucapan Faisal. Ia juga beberapa kali tertawa melihat Vera yang mencuri-curi waktu untuk tidur saat Faisal dan yang lain berdiskusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Memories [End]
Teen Fiction[Cerita ini cocok buatmu yang kangen SMA dan kekonyolan anak menuju dewasa] They said 'school is suck'. Well, itu salah. Kenyataannya, Sekolah adalah hal yang paling menyenangkan dan tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku. Begitulah menurut Jih...