18# Curiousity Kills You

4 2 0
                                    

Luna melihat Jihan sedang menggambar dibelakang buku. "Pensilnya lucu. Tumben pakai pensil mekanik, padahal kamu benci banget. Apalagi ulangan waktu itu hahaha," ujarnya.

"Aku baru tahu cara pakainya habis disuruh gambar sama Alya."

Vera yang mendengar obrolan mereka ikut nimbrung, "Jihan kangen Alya??? Jadi syedih."

Jihan tersenyum sumringah, "eh, nggak kok. Pensilku lagi tumpul."

"Hey kalian...," tegur Bu Tia dari belakang, "ngobrol terus. Kerjakan!"

Dengan tenang, mereka kembali mengerjakan soal. 20 menit kemudian pelajaran matematika berakhir dan berganti istirahat. Luna dan Jihan memilih tetap di kelas untuk persiapan ulangan biologi. Ditengah senggangnya kelas, Faisal dan Fikri masuk membuat kehebohan. Jihan mencoba untuk menahan diri dan tetap fokus.

Tiba-tiba Faisal mendekati mereka. "Eh, kalian tanding minggu ini atau depan?"

"Emm jumat ini," jawab Luna.

"Berarti minggu ini. Bro, jemput ya!" pinta Faisal kepada Fikri

"Mana bisa. Dia kan sama ceweknya!" sahut Reza dari balik lokernya.

"Ahelah. Yaudah, lu mau nggak ikut?"

"Nggak tertarik," singkatnya.

Fikri tertawa, "yaiyalah. Nggak ada yang diliatin."

Jihan dan Luna yang sedang berdiskusi kemudian terdiam. Tatapan Luna seperti mengisyaratkan sesuatu. Namun, pikiran Jihan terbuyarkan oleh perkataan Fikri. Luapan perasaannya memberinya sebuah ide.

Jihan menulis dibelakang bukunya lalu menyimpannya dibawah meja. Ia berkata pada Luna, "tandingnya Jum'at ini? Aku kira Jum'at depan. Aku... kayaknya nggak bisa nonton."

Tatapan matanya terlihat bingung. Luna melirik kearah buku yang diperlihatkan Jihan. Ekspresinya berubah drastis. "Ooh.... yah... kamu pasti lupa tanggalan lagi kan? Kalau gitu, kamu nonton aku latihan aja."

L-lah eh? Dia nganggep seriusan? Maksudnya kan pengen lihat respon Reza. Polos banget kamu Lun, batin Jihan. "I-iya, boleh deh.  Ta-tau aja Aku gabut."

"Kalian latihan sampai Jum'at? Harusnya sih nggak usah di push gitu," saran Faisal.

"Perintah kapten," tambah Luna pasrah.

Faisal kemudian berjalan keluar kelas. "Udah mau abis istirahatnya, Fik. Eh Za, serius mau apa nggak?"

Reza duduk dan membuka bukunya tanpa melihat temannya itu. "Ga tahu. Pergi sono dah!"

~~~

Sesuai kesepakatan, Jihan kembali diantar Luna dan pergi melihatnya latihan. Sudah hampir 2 minggu lebih mereka berlatih di lapangan dekat Rumah Nuha. Tempatnya memang lebih nyaman.

Luna yang sedang pemanasan melihat Jihan mendekatinya dengan wajah pasrah. "Kamu polos atau umm... kenapa jadi begini."

"Kamu cuma nulis 'iyain aja'. Coba tulis 'Aku nggak beneran' dibawahnya, Aku langsung ngerti."

"Emang kamu bakal langsung paham intinya?"

Luna terdiam sejenak. "Hmm... mungkin sih. Nanti akting lagi deh. Kamu ngomong 'Aku bisa datang'. Jadi dia nggak bingung pas lihat kamu," ujarnya penuh tawa.

Jihan tersenyum pasrah sambil menepuk jidatnya dan berjalan menuju kursi dekat lapangan. Di sore yang berawan itu, Ia menyaksikan teman-temannya berlatih dengan semangat. Seperti telah tersimpul dengan baik, mereka bermain tanpa hambatan. Jihan mengamati mereka dan menemukan seeorang yang sangat mencolok. Vera. Walau baru sebulan ikut bermain, Ia dapat mengimbangi yang lain. Bahkan keberadaannya adalah sebuah nilai tambahan untuk tim.

Eternal Memories [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang