12# Only Me

6 2 0
                                    

Seminggu berlalu setelah rapat terbuka. Tapi Jihan masih tetap kepikiran soal pembicaraannya dengan Reza. Sejak itu, dirinya tak banyak bicara hingga pulang. Luna pun terkejut setelah apa yang terjadi dan hanya berusaha untuk membuatku tetap merasa seperti tidak ada hal yang terjadi. Ketika Jihan mengingat kejadian itu, rasanya seperti ingin gila.

"Jihaaan, meleber!!" teriak Zara pada Jihan.

"Huwaaa gimana dong?" teriak Jihan yang segera berdiri setelah melihat kain itu penuh dengan lilin panas dan kini tidak bisa dihilangkan. "Haduh gimana ini Zara. Mati Akuuu!"

"Di potong aja, polanya juga udah ketutup. Capek juga, udah biar langsung diwarnain!" saran Zara sambil menggunting kain tersebut. "Kamu lagi kenapa Jihan?"

Hidupku kacau tiba-tiba karna kamu rejaaa

"Gatau. Eh makan yok lapar."

"Ih Jihan ini diapain. Buang dimana?"

"Lah kamu yang ngide. Buang di rumah ajalah! Yang penting kabur dulu. Lagian kain 2 meter buat sekelas malah kita aja yang ngebatik," ujar Jihan lalu menarik Zara pergi.

Keduanya pergi ke kantin yang saat itu sepi. Jihan hanya berkeliling melihat makanan dan menunggu Zara membayar. Tiba-tiba beberapa siswa kelas putra masuk, salah satunya Reza. Sontak saja Jihan merunduk dan berjalan perlahan menuju kasir menemui Zara.

"Ayo ke kelas!" ajak Zara. "Eh? Loh? Ngapain..."

"Ayo ke kelas," kata Jihan dengan suara yang dipelankan.

Zara menenteng makanannya dan keluar bersama Jihan. Tepat saat pintu terbuka...

"Eh!!" panggil seseorang.

Itu suara Reza. Dia memanggil kita? Duh kabur aja dah, pikir Jihan sambil terus berjalan tak mempedulikan panggilan itu.

"Kenapa tuh?" tanya Zara yang penasaran dan berusaha menengok kebelakang.

"Yuk-yuk balik," ajak Jihan.

  
Malamnya Jihan sedang mengerjakan tugas fisika agar tidak memikirkan hal itu lagi. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia pikir itu Luna namun ternyata Reza yang mengirimkan pesan.

"Waaa..." teriak Jihan seraya melempar ponselnya ke kasur. "Aku kayaknya udah gila. Tapi kenapa juga Aku ngehindarin dia ya. Tapi kalau diingat tuuuh... Ah bikin pusing! Tapi kenapa dia manggil sampai chat ya? Kenapa jadi penasaran juga??"

Matanya sedikit melirik ke ponsel di kasur. Ia menguatkan hatinya dan lanjut mengerjakan soal tanpa pedulikan ponselnya hingga selesai dan pergi untuk tidur.

  
Keesokan paginya, anak kelas ramai membicarakan sesuatu. Tapi Jihan tak tahu apa yang mereka bicarakan dan memilih memakan sarapan. Tiba-tiba Pak Royan memanggil Jihan melalui speaker. Jihan sudah tahu kalau dia dipanggil karena buku keuangan.

Ia segera pergi ke Ruang Pak Royan. Saat menuju kesana, Jihan melihat Reza tak jauh darinya. Sontak saja Jihan berjalan lebih cepat dan berusaha menghindarinya.

"Oy! Semalam kamu nggak liat chatku kan!?" tanyanya.

"Hah? Itu... hpku mati. Ke-kenapa?" jawab Jihan gugup.

"Haduh bikin repot. Kainnya udah selesai belum?"

"Emang kenapa? Kamu mau ngerjain?"

Reza pasrah dan menjelaskan, "Duh, semalam kuinfokan di grup buat video pengenalan sekolah dan film pendek. Kainnya mau dipakai buat properti. Jangan bilang kamu juga nggak tahu kamu kena bagian apa!"

Jadi semalam dia ngechat karena video? Kenapa Aku berpikir yang lain? Eh, tapi kenapa Aku juga nggak tahu kalau agenda ini udah mau dikerjain, batin Jihan. "Tinggal diwarnain. Memangnya... Aku bagian apa?"

Eternal Memories [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang