Jeglek!
Sambil memerhatikan layar ponsel, Aku berjalan menuju ruang makan. Bapak, Ibu dan kakakku sudah lebih dulu di meja makan sambil berbicara. Saat Aku duduk, Ibu meletakkan piring dengan nasi ke depanku.
"Rezaaa! Taruh dulu hp nya kalau nggak mau Ibu sita!" titah Ibu.
Aku pun meletakkan ponsel di meja dan mengambil lauk. Kami pun mulai makan bersama. Ditengah itu, Bapak dan Kakak terlihat memiliki dunianya sendiri. Sementara Ibu hanya menyauti omongan keduanya beberapa kali.
"Oh iya pak! Pak RT mau ada rapat besok habis ashar kata Pak Satpam. Rapat apa to?" tanya Kakak.
"Hedeeh Bapak tuh malas. Seharian di klinik pengen pulang mau rapiin rak tanaman. Nggak jadi-jadiii!" jawab Bapak, "Rezaaa!"
"Iya paaak!" jawabku dengan bercanda.
"Bapak mau ngomong serius. Kenapa nilaimu makin turun? Kenapa fisikamu pas-pasan sama KKM?"
"Ya gimana pak, susah begitu pelajarannya. Aku kan sudah coba pak," jawabku.
"Begitu kamu pengen jadi pilot padahal nggak pinter matematika. Kamu pengen lulus atau nggak? Mau kuliah atau nggak?"
Aku terdiam sejenak. "ya pengenlah pak."
"Ya sudah mulai besok kamu ikut bapak."
"Ke?"
"Klinik lah kemana lagi bapakmu pergi? Biar kamu tuh lihat, ada semangatnya buat masuk kedokteran."
"Ya ampun pak. Penerbangan aja bapak udah remehin, terus Aku mesti masuk kedokteran yang lebih susah."
"Bapak tuh tau kamu bisa sebenarnya tapi dasar kamunya yang malas belajar! Lagian nilai biologi malah lebih bagus daripada Fisikamu. Jomplang jauh! Yakan bu!?"
Ibu hanya mengangguk untuk mengiyakan jawaban bapak. "Ibu nggak berani kalau kamu sekolah penerbangan itu. Tesnya juga kurang lebih sama kayak kedokteran. Yang penting belajarmu itu dibenerin. Jangan main terus keluar yang nggak perlu-perlu itu!"
"Bu, Pak... biarin Reza usaha dulu. Pokoknya Reza mau daftar dan ujian. Reza mau buktiin kalau Reza bisa masuk kesana walaupun Reza nggak pinter metik atau fisika."
"Coba aja sana sampai namamu lolos seleksinya. Tapi mohon maaf nggak bakal bisa sampai masuk. Nggak bakal bapak bayarin."
Setelah bapak berkata seperti itu kami semua hanya terdiam. Bapak masih menatapku dan Aku masih menatap bapak.
"Terserah kamu. Besok pokoknya kamu ikut bapak. Motormu bapak sita," lanjut Bapak lalu kembali melahap makanan malamnya.
Setelah percakapan usai dengan pernyataan bapak, suasana makan malam menjadi tenang. Hanya denting alat makan yang terus terdengar. Aku kembali melahap makan malamku dengan rasa kesal di hati.
~~~
Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Sinar mentari memasuki celah-celah gorden menyinari ruang kerja Bapak. Sementara Bapak bekerja, Aku duduk di kursinya sambil belajar. Sesekali ia mendatangiku untuk melihatku atau menceramahiku. Tetapi saat Aku butuh bantuan untuk menjawab soal-soal seperti matematika, kimia, dan fisika, jawabannya tak banyak membantuku. Sudah 4 hari Aku ada di ruang ini. Tapi Bapak masih tak puas dengan jumlah soal yang bisa kukerjakan.
Mataku yang hampir tertutup tiba-tiba terbuka lebar saat Bapak mendatangi meja. Tanganku terus mencoret-coret kertas seperti sibuk mencari jawaban. Untungnya Bapak hanya diam walaupun terus menyorotiku.
Krieet...
Seorang perempuan membuka pintu. Aku tak dapat melihatnya jelas karena posisi kepalaku yang menunduk dan tertutup oleh badan Bapak. Saat perempuan itu masuk bapak pun berbalik dan melayaninya. Bapak bertanya-tanya pada orang itu terkait peliharaannya. Sekilas Aku mengenal suaranya dan menengok kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Memories [End]
Novela Juvenil[Cerita ini cocok buatmu yang kangen SMA dan kekonyolan anak menuju dewasa] They said 'school is suck'. Well, itu salah. Kenyataannya, Sekolah adalah hal yang paling menyenangkan dan tidak akan pernah terlupakan dalam hidupku. Begitulah menurut Jih...