19

908 151 8
                                    

Tuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Renjun menahan nafasnya. Ia dan Haechan saling berpandangan satu sama lain dalam diam. Ia kembali menoleh ke arah pintu, dimana suara ketukan itu masih berlangsung. Jantung Renjun berdebar kencang. Kedua tangannya terkepal erat.

Perlahan, Haechan berjalan mendekati Renjun sepelan mungkin dan membantu anak itu berdiri. Renjun kembali mendengar suara-suara itu, suara pikiran Haechan. Namun anak itu hanya diam. Pandangannya terfokus pada pintu depan. Jeno mengisyaratkan keduanya untuk diam dan berjalan pelan mendekati pintu. Renjun menatapnya dengan khawatir. Terakhir kali hal seperti ini terjadi, mereka nyaris mati karena ledakan.

"Jangan," bisik Haechan.

Jeno terus menyuruhnya untuk tenang. Renjun melihat sekitarnya, berusaha mencari jalan keluar kalau-kalau situasi darurat tiba.

"Siapa?" tanya Jeno.

Ketukan itu berhenti. Renjun menahan nafasnya.

"Ini aku, Jueun. Aku tinggal di kamar sebelah. Aku denger ada suara ledakan disini, apa kalian baik-baik aja?"

Jeno membuang nafas yang selama ini ditahannya. Sambil bernafas lega, ia membukakan pintu. Seorang gadis, nampak seperti mahasiswa, dengan rambut hitam panjang diurai, berdiri di depan pintu. Ia menatap Jeno dengan penasaran.

"Ada apa? Kalian gak apa-apa?" tanya gadis itu dengan raut khawatir.

Haechan tidak lagi memegang tangan Renjun dengan erat. Ia menghela nafas lega.

"Gak apa-apa. Kamu gak usah khawatir."

Gadis itu tersenyum kecil seraya mengangguk.

"Baiklah. Maaf mengganggu."

"Ya. Maaf sudah membuarmu khawatir," balas Jeno balik tersenyum. Pria itu pun membungkukkan tubuhnya.

Jueun balas membungkukkan tubuhnya dan kembali ke kamarnya. Jeno dengan segera menutup pintu dan menguncinya. Ia menatap Haechan dan Renjun dengan lega.

"Tenang aja. Kita aman disini."

Tepat setelah Jeno berkata demikian, kaca jendela mereka tiba-tiba pecah dan sebuah bom asap dilempar masuk. Dengan panik, Renjun segera menutup hidungnya dan berlari mendekati bom itu. Ia menendang bom itu sejauh mungkin dari mereka. Jeno turut menutup hidungnya, begitu pula dengan Haechan. Kamar mereka seketika itu berubah penuh dengan asap. Jangkauan penglihatan mereka tidak lagi jelas.

"Renjun-ah, kesini cepet."

Nafas Renjun semakin lama semakin berat. Pandangannya semakin memburam.

"Kita harus keluar dari sini."

Ketiganya berlari ke pintu depan dengan cepat, namun pintu itu lebih dulu dibuka dengan kasar dan beberapa pasukan berpakaian abu masuk. Dengan cepat, Haechan mengendalikan mereka. Jeno langsung menyerang mereka sekuat yang ia bisa. Renjun berusaha membantu, namun kepalanya lama kelamaan terasa sakit.

We Be Pullin Trigger (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang