14

975 157 0
                                    

Renjun terus menerus menatap ponselnya dengan khawatir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun terus menerus menatap ponselnya dengan khawatir. Sejak kemarin pagi ia masih belum bisa menghubungi Jisung. Ia sudah mencoba menghubungi Chenle, namun ponsel anak itu tidak aktif sejak kemarin. Ia tak berani mengatakannya pada Jeno. Ia tahu Jeno masih marah pada Jaemin.

Mereka baik-baik saja kan?

Renjun menghela nafasnya. Ia harus berhenti berpikiran terlalu berlebihan. Bisa saja pulsa mereka habis dan belum sempat diisi. Renjun yakin mereka baik-baik saja dan kini tengah berada di tempat tinggal mereka dengan aman. Kalau ada, yang dalam bahaya itu mereka. Mereka belum tahu apakah mereka benar-benar berhasil lolos dari kejaran pasukan itu.

Tapi kenapa perasaannya tidak enak?

Renjun menarik nafasnya. Ia pun kembali menghubungi Jisung.

"Nomor yang anda tuju tidak aktif—"

Ia langsung memutus panggilan dan menelpon Chenle.

"Nomor yang an—"

Renjun sudah muak mendengar suara wanita itu.

"Nelpon mereka lagi?"

Renjun menoleh melihat Haechan masuk dan duduk di sebelahnya. Jeno tengah sibuk bekerja, entah dimana pria itu bekerja, dan ia hanya ditinggal berdua dengan Haechan.

"Ya," jawab Renjun pelan. "Hyung gak khawatir sama mereka?"

Haechan menghela nafasnya.

"Aku kenal Jaemin sejak masih kecil. Aku tau banget sifat dia gimana. Kalau dia marah, pasti lama bagi dia buat tenang lagi. Butuh beberapa hari, bahkan kadang berminggu-minggu. Dia emang sesensitif itu," jelas Haechan.

"Tapi mereka semua gak angkat telponku."

"Mungkin Jaemin yang nyuruh."

"Hyung juga berpikir begitu?"

"Hmm," jawab Haechan seraya mengangguk. "Aku yakin mereka mau menerima panggilanmu. Tapi Jaemin masih marah. Beri dia waktu, oke?"

Renjun mengangguk mengerti.

"Baiklah."

Renjun menaruh ponselnya, mengurungkan niat untuk menghubungi Jisung lagi. Mungkin benar kata Haechan. Semua butuh waktu.

"Bantu aku masak makan malam," ujar Haechan, berusaha mendistrak pikiran Renjun. Dan sepertinya, hal itu berhasil. Renjun mengangguk antusias dan mengikuti Haechan ke dapur. "Jeno pasti cape abis kerja seharian."

"Hyung gak kerja?"

"Aku cuti," balas Haechan singkat. Ia segera menyerahkan beberapa bungkus nasi instan pada Renjun. "Panasin yang bener. Kita bikin nasi goreng."

"Oke."

Haechan beranjak menyalakan TV agar suasana tidak terlalu hening. Renjun pun segera memanaskan nasi itu di microwave dan menyerahkannya pada Haechan yang tengah sibuk memanaskan wajan.

We Be Pullin Trigger (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang