26. Bangunnya sang Putri Tidur

260 26 4
                                    

Langit mendung, membuat perasaan Aidan tidak nyaman, ia masih tidak menyukai hujan karena mengingatkannya akan kecelakaan yang pernah dialami nya. Mengingat nya membuat Aidan kesal saja.

"Yang benar saja."

Srak!!! Kertas-kertas yang berada di meja kerja Aidan berantakan, Aidan pusing memikirkan tentang tugasnya sebagai seorang duke. Ia mau istirahat, lelah rasanya setiap saat dipenuhi dengan dokumen yang harus ia baca dan tanda tangani, tentang keluhan Raja yang tidak pernah berhenti, tentang Ariella yang tidak bangun dari koma nya, ia ingin meninggalkan semua tugasnya kalau bisa.

Pintu ruang kerja Aidan di dobrak, suara langkah kaki semakin cepat dan semakin mendekat, Aidan mendongak melihat Andreana yang lelah berlari, namun wajahnya di penuhi rasa senang.

"Tuan! Nona Ariella... Dia..." Mendengar itu, Aidan membulatkan matanya, di tambah dengan wajah senang Andreana, Aidan tahu maksud sang pelayan.

Segera, Aidan berlari ke kamarnya tanpa mempedulikan pelayan yang menatapnya heran, pintu di buka, Aidan menatap sekitar, hingga sebuah suara membuatnya tersenyum.

"Aidan besar?" Pelan dan kecil, namun masih terdengar. Aidan menatap heran gumpalan yang tertutup selimut itu.

"Iya ini Aidan, tapi sudah dewasa." Ucap Aidan, selinut yang menutupi seluruh tubuh Ariella di buka sedikit, memperlihatkan wajah Ariella.

Ariella bangun dari kasur Aidan dan langsung memeluk sang kakak semangat. Lalu menangis tiba-tiba membuat Aidan bingung harus berbuat apa.

"Kenapa menangis?"

"Aku pikir... aku pikir setelah kecelakaan itu... Aidan sudah tidak ada... namun melihat Andreana yang belari... aku jadi yakin... Aidan tampak dewasa seperti ku juga..." Ucap Ariella di sela-sela tangisnya. Aidan hanya mengusap kepala sang adik sambil memeluknya erat, membiarkan buliran air yang keluar dari mata mengalir.

"Aku takut Ariella tidak bisa bangun lagi, tahu."

Kedua kakak beradik itu menangis dalam pelukan, membiarkan kenangan yang menyakitkan mengalir.

"Lalu, aku berusia berapa sekarang?" Tanya Ariella ketika sudah selesai menangis.

"17 tahun."

Mendengar itu, mata Ariella berbinar-binar, lalu tiduran menghadap ke atap sambil tersenyum.

"Berarti 1 tahun lagi aku akan melakukan debutante kan? Iya kan?" Tanya Ariella semangat, mendengar itu, kedua alis Aidan berkedut.

"Aku lupa kalau debutante bisa dilakukan saat usia 18 tahun." Pikir Aidan tersenyum kikuk, lalu mengangguk.

"Iya, lebih tepatnya 1 bulan lagi kita berusia 18 tahun."

"Lalu lalu, apakah Adelio dan Adelia sudah menikah? Sudah punya anak kan?" Ucap Ariella memegang kedua tangan sang kakak meminta jawaban.

Namun gelengan didapatkan Ariella, bingung, Ariella menatap Aidan meminta penjelasan.

"Adelio membunuh Adelia karena berselingkuh dan sudah 'bekas' puluhan arau mungkin ratusan bangsawan."

Mendengar itu, Ariella membulatkan mata terkejut, lalu duduk dan bergumam, gumaman yang keras.

"Lagian ngapain si tuh cewe selingkuh, punya suami kayak Adelio yang seorang pangeran kan menyenangkan."

"Ella, Adelio tidak menyukai Adelia." Ariella membulatkan matanya lagi, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Lagi pula buat apa Adelio menyukai wanita sepertinya? Yang berselingkuh begitu, kalau aku mending sama Aidan saja, ya kan?" Tanya Ariella dengan senyuman manisnya.

"Ella, kita ini saudara."

"Iya aku tahu..."

Hujan, petir terdengar sangat kencang, membuat Ariella teringat tentang kecelakaan 4 tahun lalu.

Rasa takut mengelilingi Ariella, rasanya mau menangis tapi tidak bisa karena terlalu takut, pikiran Ariella seketika kacau, kepala Ariella dipenuhi dengan suara-suara yang ia dengar saat kecelakaan.

"Ariella, bangun!"

"Ariella, jangan tinggalkan aku!"

"Aku akan membalaskan dendam mu pada Viscount Sage dan istrinya itu."

Napas Ariella tersengal-sengal, seolah habis berlari dari jauh, ingatan-ingatan itu mendatangi Ariella, kedua tangannya ia gunakan untuk memegang kupingnya agar tidak mendengar suara-suara itu.

Lalu sebuah pelukan yang hangat didapat Ariella, hanya pelukan biasa tetapi menenangkan pikiran kacau gadis yang baru bangun dari koma itu.

"Tidak apa-apa, jangan takut, Ella. Semua sudah berlalu."

Ariella pun terlelap, entah kenapa ia tiba-tiba saja tertidur. Aidan lalu menaruh Ariella dalam posisi yang nyaman dan mengusap kepala sang adik.

"Dalam tubuh ini, hanya ada Ariella yang masih 12 tahun. Meski tubuhnya semakin dewasa, namun dirinya terjebak di masa lalu. Ella, aku mengerti kok, kau sudah berusaha agar terlihat dewasa." Ujar Aidan menggenggam tangan Ariella dan mengusap wajah sang adik yang kembali tenang.

"Ella, istirahatlah."

--

1 piring, 3 piring, 5 piring, entah sudah berapa piring kotor yang ada di meja, namun yang memakannya tampak masih kelaparan, sementara Aidan hanya tersenyum melihat tingkah laku sang adik yang makan dengan lahap itu.

"Akhirnya kenyang juga." Ucap Ariella dengan wajah penuh bekas makanan, Aidan mengusap wajah penuh bercak makanan itu dengan sapu tangan yang memang disiapkan untuk makan itu.

"Makannya pelan-pelan dong."

"Habisnya aku lapar."

Aidan hanya tersenyum melihat tingkah laku sang adik yang sangat kekanak-kanakan.

"Ariella, kalau sudah selesai lebih baik kamu mandi deh..."

"Gendong aku Aidan... Aku kekenyangan hingga tidak bisa berjalan, ehehe."

"Dasar, istirahat saja, nanti minta apa-apa ke Andreana ya, aku di ruang kerja ku."

.
.
.
.

;;;;

Author - 2021

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang