19. Balas Dendam <1>

260 29 6
                                    

Sebulan setelah pertemuannya dengan Ratu, kali ini Raja yang mendatangi Aidan, dan jelas, Aidan sedikit merasa kesal karena hari liburnya di ganggu oleh Raja.

"Jangan panggil aku Raja, aku adalah paman Agustinus mu, oke?"

Dalam hati, Aidan sudah menyumpah serapahi pria tua yang ada di hadapannya kini.

"Bagaimana kabar Adelio dan istrinya kini, setelah pernikahan mereka 3 tahun lalu, aku belum sempat melihat nya lagi, paman?"

Raja tertawa terbahak-bahak, lalu meminum teh yang sudah di tuangkan Andreana ke cangkirnya, Raja kemudian merubah tawa itu menjadi tersenyum kecut.

"Anakku itu, kurasa sudah lupa tentang orang tua nya ini, ia terlalu sibuk untuk Adelia dan lupa pada kami berdua, tapi dia baik saja."

Sekejap, Aidan merasa sedikit kesal, Adelio setidaknya beruntung masih memiliki orang tua, dan tanggung jawabnya tidak banyak.

Meski begitu, setidaknya ia(Adelio) sudah menjadi anak yang berbakti untuk kedua orang tua nya karena sudah membantu mengenai kerajaan dan semacamnya, itu sudah baik bagi Aidan, setidaknya ia harap Adelio tidak menjadi sepertinya.

Sejenak, Aidan mengepalkan kedua tangannya yang berada di depan paha nya. Lalu kembali melonggarkan nya dan tersenyum kecut.

"Setidaknya ia anak yang sudah berbakti kepada kalian." Aidan meminum teh nya dengan santai, kemudian menyadari sesuatu dan menatap pamannya kini. Kenapa sang paman terus menatapnya?

"Anakku Aidan, kau adalah pria yang paling kuat yang pernah kutemui di hidupku ini, aku sangat tersanjung padamu."


"Tidak juga, setidaknya aku masih memiliki kedua pelayan ku dan Ariella, aku bisa bertahan karena mereka."

"Bagaimana kabar adikmu itu?"

"Masih sama seperti sebelumnya, namun lebih cantik saja."

Aidan tersenyum teduh, ia selalu tersenyum tulus seperti itu jika membicarakan mengenai Ariella.

"Aku kesini menanyai soal balas dendam mu."

"Tenang saja, aku akan melakukannya pelan-pelan, malam ini."

Raja hanya menggelengkan kepala pelan, ia tahu, dulu sekali, leluhur keluarga keponakannya ini adalah pembunuh yang ulung, tetap sama sampai saat ini.

"Jika kau butuh bantuan, kami akan membantumu, sampai batas yang kami bisa."

"Tenang saja."

.
.
.
.

Jam lonceng di kota berbunyi dua belas kali, waktu tengah malam sudah tiba, begitu pun Aidan dan Andreana yang memang spesialis membunuh yang sudah siap.

"Tuan, kita sebaiknya bergerak sekarang."

Aidan mengangguk dan memasuki mansion besar itu, yang diketahui milik suami istri Sage dan Daisy.

Sebelum masuk ke dalam Mansion, kedua pembunuh itu sudah melumuri sebagian daerah Mansion dengan minyak yang sangat mudah terbakar yang akan berdampak besar jika di berikan api, terlebih Mansion itu sangat mudah terbakar.

"Bantai semuanya, temui aku ketika selesai, aku ada di kamar suami-istri itu, baru akan bergerak ketika kau selesai."

Andreana mengangguk paham, lalu menunggu ucapan selanjutnya tuannya itu.

"Ingat, lakukan dengan benar dan jangan buat suara apapun atau kita akan gagal."

"Baik tuan."

"Pergilah dan bantai pelayan dan anak-anak mereka!"

Swush! Andreana segera pergi membunuh semua pelayan dan anak-anak Sage dan Daisy itu, salahkan saja Sage dan istrinya karena telah melarikan diri ketika mengetahui siapa yang mereka tabrak 4 tahun yang lalu.

Aidan memasuki kamar suami-istri tersebut dan mendapati kedua orang yang dicarinya tidak berada di sana, segera, ia keluar dan bersiul, sebuah tanda bagi Andreana agar berhenti membunuh dan menemui nya.

Setelah bertemu dengan tuannya yang terlihat kesal, Andreana segera mengintip kamar bangsawan itu, dan terkejut karena kamar itu kosong.

"Bagaimana dengan anak-anak bangsawan sialan itu?"

"Ha-hanya anak-anak itu yang selamat tuan, tetapi mereka pingsan karena mereka awalnya kabur dan melihat banyak pelayan di lantai."

"Pingsan? Bawa mereka ke Mansion dan berikan pelayanan terbaik, kita pakai rencana b."

"Rencana b? Anda serius?" Andreana terdengar tidak yakin dengan keputusan tuannya itu, Aidan tersenyum pahit dan mengangguk pada pelayan kesayangan adiknya.

"Tidak ada rugi nya bagiku."

"B-baik tuan, saya akan membawa mereka ke Mansion."

"Aku akan bakar Mansion ini dulu."

Aidan dan Andreana berpencar, setelah Andreana keluar dengan menggendong kedua anak yang usia nya tidak terbilang muda lagi, Andreana mengangguk pada Aidan yang berada di gerbang Mansion, lalu Aidan segera membakarnya dan pergi secepat mungkin karena ada kemungkinan Mansion itu akan meledak karena terlalu banyak minyak yang dipakai Aidan-sengaja-.

"Tuan, bagaimana jika kedua bangsawan itu menanyakan kenapa anak-anak mereka ada pada kita?"

"Bilang saja, kita mau ke tempat mereka tapi melihat Mansion mereka terbakar dan kedua anaknya yang berada dekat kebakaran."

"Baiklah, anda istirahatlah tuan."

"Ya."

.
.
.
.

Up!

Author - 2020

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang