42. Akademi(1)

226 29 2
                                    

Sakit.
Rasanya seluruh tubuh ku kesakitan, aku ingin melihat sekitar, tapi mataku tidak mau terbuka, rasa sakit ini sangat familiar, perasaan tertimpa sesuatu, sakit...

Berat.
Tubuhku tertimpa sesuatu yang sangat berat, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, aku ingin bergerak, kenapa aku hanya bisa menangis disaat seperti ini...

Suara.
Aku mendengar sebuah suara, memanggil kami, suara sirine ambulan, suara sirine mobil polisi, aku merasakan sesuatu di bawah tubuhku, lengket dan bau, seperti bau darah, lalu kurasa, ada seseorang di atas ku, aku merasakannya, seseorang yang tubuhnya sebesar diriku...

Hei, apakah dia berusaha melindungiku? Tunggu, aku mengenalnya, kepalanya tepat dibawah hidungku, aku merasakan wangi sampo dan aroma tubuhnya, ini kan...!

----

Alarm berbunyi, Aidan mengusap kedua matanya yang masih terasa berat setelah duduk di kepala kasur, namun apa daya, perasaan nyaman itu membuatnya kembali tertidur dalam posisi duduk sambil menyender di kepala kasur, namun tidak lama, ia kembali membuka mata dan menguap, lalu turun dari kasur single size nya dan kembali mengusap mata kanannya dengan tangan kanan.

Tangan kirinya ia gunakan untuk membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju tempat wangi yang enak itu berasal, wangi masakan yang sedang dimasak membuatnya berjalan pelan penuh kehati-hatian agar tidak menabrak segala sesuatu yang ada di rumah itu,

Aroma itu membuatnya datang dan memeluk sang ibu, lalu menarik apron sang ibu dengan mata masih tertutup, seraya mengatakan kalau ia kelaparan.

Aretha hanya bisa tersenyum maklum, lalu membawa Aidan ke kursi yang dibeli agar bisa menyender dengan senderan tangan, seperti sofa namun dibuat sedemikian rupa agar bisa dibuat untuk waktu makan.

Aidan membuka mata pelan, memperhatikan punggung sang ibu yang sedang memasak, ia ingin berbicara, tapi mulutnya tidak mematuhi perintah dari otaknya dan tetap terdiam, hingga sang ibu memberikan susu hangat untuk sang putra sambil tersenyum.

Tak lama, datanglah sang ayah dan sang putri sambil menguap, melakukan hal yang sama secara bersamaan, membuat sang ibu cekikikan melihat tingkah laku keluarga kecilnya itu, lalu ketiganya menguap bersamaan dan anehnya, secara bersamaan minum namun dengan menu berbeda-beda, sang ayah dengan teh hangatnya, Aidan dengan susu nya dan Ariella dengan coklat panasnya.

"Ma//sayang, aku lapar..." Ucap ketiganya juga bersamaan, meski terkejut, namun kemudian Aretha kembali tertawa, lalu menggeleng melihat tingkah laku ketiga orang yang kini duduk di meja makan tanpa tenaga itu.

"Baiklah, cuci muka dulu dong." Ketiganya mengangguk dan pergi ke kamar mandi, mencuci muka bergiliran, lalu kembali duduk menunggu hidangan dari sang ibu yang kini hanya menatap mereka dengan seulas senyuman hangat itu.

Setelah itu, Aretha menaruh masakan-masakan yang sudah ia masak di meja makan, lalu menaruh piring yang sudah berisi nasi sesuai porsi masing-masing, dan menaruhnya di hadapan ketiga orang yang mengantuk itu.

Setelah berucap untuk memulai acara makannya, mereka segera mengambil lauk yang ada dengan cepat, bahkan hingga ada perdebatan kecil untuk memperebutkan sepotong udang dan ayam yang dipotong kecil itu, hingga akhirnya sang ibu lah yang jadi pemiliknya.

Hingga jam antik yang berdiri di lantai berukuran besar itu berbunyi, memberi tahu sudah jam 6 pagi. Segera, semuanya mandi secara bergantian dan dalam 30 menit, semuanya sudah siap berangkat.

"Anak papa sekarang masuk ke Akademi, yang semangat ya belajarnya, jangan memaksakan diri, kau juga Aretha." Ucap Arden yang mengecup pipi gembul kedua anaknya, yang tidak terasa sudah masuk sekolah dasar milik Valere karena sempat pindah rumah.

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang