4. Sebuah Kisah Lama

898 78 2
                                    

-6 tahun yang lalu-

"Mama kapan kembali?" Suara seorang gadis kecil berusia 6 tahun menangis tersedu-sedu sambil memeluk seorang pria yang mirip dengan gadis itu, yang juga masih berusia 6 tahun.

"Hanya 1 pekan saja kok, Andrew dan Andreana akan berada di sisi kalian dan melindungi kalian, kalian harus menjaga diri ya?" Suara seorang wanita lembut, menenangkan anak gadis yang menangis tersebut.

"Baiklah, ma. Mama sama papa jaga diri ya." Anak laki-laki itu menarik-narik lengan baju sang wanita, wanita itu hanya mengangguk pelan, dan menciumi wajah-wajah anaknya.

"Aretha, kita sudah siap." Seorang pria tampak lebih tua mendekati wanita itu. Wanita itu mengangguk, dan anak-anaknya belari dan memeluk kaki sang ayah.

"Pa, hati-hati dan jagalah mama. Karena aku akan menjaga Ariella."

"Baiklah jagoan, ingat latihan mu juga ya. Papa dan mama pergi dulu."

"Hati-hati!" Kedua anak itu melambaikan tangan mereka, Andrew dan saudarinya, Andreana mendekati kedua bocah itu.

"Tuan muda Aidan, nona muda Ariella, kini saatnya makan siang." Andrew membuka suara, Aidan segera menatap Andrew dengan tangan memberi isyarat minta di gendong, begitu pula Ariella yang di gendong tangan oleh Andreana.

"Makan siang apa?" Ariella bertanya, Andreana tersenyum dan menjawab.

"Ada panekuk nona muda."

.
.
.
.

Sementara di kereta kuda, Aretha sedang memasukkan benang ke dalam jarum dan mulai membuat sebuah pola. Arden hanya menatapnya dan menghela napas berat.

"Aku tahu kau khawatir pada anak-anak, tapi tenanglah, ada Andrew dan Andreana, mereka akan menjaga anak-anak."

"Ya, mereka akan baik-baik saja, kuharap."

.
.
.
.

Sampai di penginapan, Aretha dan Arden sudah bersiap tertidur, dan tiba-tiba pintu diketuk, Arden membuka pintu itu.

"Anda Duke Arden?"

"Ya, itu aku. Ada yang bisa kubantu?"

"Bisa saya bertemu dengan istri anda tuan Duke? Ada suatu hal yang ingin saya berikan."

"Baiklah." Arden memanggil Aretha, dan tidak lama, Aretha terlihat keluar dari toilet.

"Ya?" Tanya wanita itu, pria yang mencari Aretha hanya menatap Aretha kagum karena kecantikannya.

"Ah... Itu... Begini..." Pria itu segera memberikan surat ke Aretha, lalu segera pergi ketika Aretha sudah mengambil surat itu. Aretha segera membuka surat itu dan membacanya, lalu terjatuh lemas. Melihat itu, Arden segera membantu istrinya duduk di sofa dan membaca surat itu.

Kalian harus datang ke kediaman Viscount Zahab dan Viscountess Zandra, karena anak-anak kalian sedang menunggu kalian.

Tangisan anak-anak memang yang terbaik. Oh ya, jangan lupa bawa lah 100 keping emas dan 100 keping perak, datanglah pada jam 6 pagi, jika terlambat, anak-anak kalian akan kami bakar dengan perlahan, agar kami bisa mendengar jeritan mereka.
-Viscount Zahab

Setelah membaca itu, pipi Arden menjadi basah seperti pipi Aretha, ia kesal dan sedih, uang segitu tidak penting, tapi anak-anak nya lah yang terpenting, Arden menatap langit malam.

"Viscount Zahab, lihat saja."

.
.
.
.

Pagi pun tiba, Duke Arden dan Duchess Aretha menatap Viscount Zahab dan istrinya kesal, semalaman tidak bisa tidur nyenyak memikirkan anak-anaknya  yang masih berusia 6 tahun.

"Mana anak-anak ku?!"

"Oh, uangnya dulu, dimana uang itu?" Viscount Zahab tersenyum kejam, Kesal, Duke Arden dan istrinya segera melempar kantung berisi uang hingga berserakan di tanah.

"Ambil itu. Lalu serahkan anak-anakku."

"Yah... Sayangnya Mansion Andra-mu sudah terbakar ketika kau melemparkan kantong ini." Viscount itu tertunduk dan mengumpulkan uang itu dan memasukkannya ke dalam kantong, Duke Arden segera menendang Viscount Zahab kesal.

"Mereka masih anak-anak! Kenapa kau begitu kejam pada anak-anakku?! Apa salah keluargaku hingga kau membenci kami?!"

"Aretha... Dia seharusnya milikku, tapi kau mengambilnya dariku!" Zahab menjawab dengan lantang, dan sebuah tamparan keras didaratkan di pipi Zahab, pemilik tangan itu ialah Zandra, istri dari Viscount yang baru saja berbicara.

"Sudah kuduga, kau selama ini selalu memikirkan Aretha dan melupakanku! Aku istrimu Zahab!"

Cekcok, Arden dan Zandra kesal pada Zahab, sementara Aretha hanya menangis sedih, ia tidak memikirkan hal selain anak-anaknya, ia berpikir anak-anak mati karenanya, tangisan anak-anaknya yang kesakitan, teriakan anak-anaknya sudah terbayang di kepalanya, hingga...

"Dor!"

Suara tembakan dari arah depan Aretha, mengenai wanita yang sedang menangis itu, dan orang yang menembaknya adalah Zahab.

"Kita akan bersama di kehidupan lain, Aretha!"

Arden segera berlari memeluk sang istri, gumaman itu terus diucapkan Arden, "jangan mati." Dan "anak-anak masih hidup, mereka menunggu kita pulang."

Viscount Zahab menembak dirinya sendiri dan langsung terjatuh ke tanah, Arden hanya membulatkan matanya ketika tangan sang istri memegang wajah Arden, perlahan dingin.

"Arden... Anak-anak menungguku, mereka tersenyum sangat manis padaku, ingin aku bersama mereka."

"Tidak... Tidak! Anak-anak masih hidup, aku percaya mereka masih hidup! Aidan itu kuat! Ariella bisa bertahan!"

"Aku... Senang sekali... Mereka tertawa dan tersenyum padaku, lebih menyenangkan dan hangat dari sebelumnya ketika mereka tersenyum padaku."

Dan tembakan kedua, mengenai Arden, dari Zandra yang sudah bunuh diri, juga.
Arden menatap ke arah dada kirinya, darah membasahi tubuhnya, sakit, sesak, semua itu mengelilingi Arden, lalu ia melihat istrinya dan kedua anaknya di sebuah bukit dengan hamparan bunga.

"Setidaknya, aku bisa bersama mereka."

.
.
.
.

Sementara, Aidan dan Ariella menatap kosong, Mansion terbakar, mereka tidak ikut terbakar karena sedang pergi dengan pelayan pribadi mereka ke sebuah toko mainan.

"Mansion..." Ariella lemas dalam pelukan Aidan, ia menangis tersedu-sedu, air matanya tidak bisa berhenti mengalir, Aidan hanya memeluk Ariella erat-erat.

"Tidak apa-apa, nanti kita betulkan kembali Mansion Andra, karena Mansion Andra itu kuat... Kuat..."

.
.
.
.

Vote dan comment oi, sedih aku tuh man, kalo ga di vote atau comment.

Author - 2020

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang