Bagian 24

4.4K 886 139
                                    

Lita berjalan menyamping mengikuti Nia menuju kursi kosong. Keduanya tengah berada di sebuah ballroom sebuah hotel. Ada undangan acara seminar jurnalistik yang baru pertama kali ini Lita hadiri. Nia mendapat undangan cuma-cuma melalui rekan-rekan wartawan. Keduanya antusias ikut mengingat butuh meningkatkan kualitas diri di dunia jurnalistik melalui seminar.

Acara baru akan dimulai lima belas menit lagi. Bangku peserta mulai penuh. Kenalan Nia cukup banyak melihat sejak masuk ruangan bernuansa cokelat ini banyak bertegur sapa.

"Kamu enggak ajak Yasa?" Nia bersuara sambil mengeluarkan buku catatan dan pena.

Gadis dengan beberapa rambut lolos dari ikatan itu menggeleng dan sedikit mengerucutkan bibir. Lelaki itu sedang sibuk packing untuk persiapan keberangkatannya seminggu lagi.  "Sibuk urus kerjaan ke Austria."

"Haih, kasihan sekali kamu. Baru juga jadian udah harus LDR-an." Nia berdecak sembari mengulurkan tangan dan mengacak puncak kepala Lita.

Lita hanya tertawa kecil. Yasa belum menjawab apa hubungan mereka sekarang. Yang jelas lelaki itu menjanjikan segera kembali dan membicarakan hubungannya di depan orang tua Lita. Bukankah itu hal baik?

"Mbak Lalita?" Seorang perempuan dengan seragam merah bata itu menepuk bahu kiri Lita dari belakang.

Lita dan Nia spontan menoleh ke belakang. Dari seragam yang dikenakan, sepertinya perempuan bersanggul kecil ini adalah resepsionis hotel tempat diadakannya seminar.

"Ditunggu Mas Yasa. Ini kuncinya." Perempuan itu tersenyum ramah seraya mengulurkan sebuah cardlock.

"Eh, memang Yasa ada di sini?" Nia menyipitkan kedua mata.

Lita mengedikkan bahu, menerima kartu, dan segera bangkit. "Bentar ya, Ni. Entar aku balik lagi ke sini."

Perempuan berseragam itu mengangguk dan mendahului Lita berlalu. Sementara Nia mencekal pergelangan tangan sahabatnya.

"Mau aku temani?" tawar Nia. Wajah wanita itu sedikit bingung.

"Enggak usah, bentaran doang paling. Duluan, ya?" Lita melesat dengan wajah berbinar, meninggalkan Nia sendirian.

***

Lorong lantai 20 tampak sepi. Hanya beberapa kali petugas kebersihan yang lewat. Lita tak mengerti kenapa mendadak sekali. Sejam yang lalu Yasa bilang sedang ada di kantor papanya dan akan segera pulang ke apartemen menata pakaian.

Lita menempelkan cardlock, membuka pintu, lalu menutupnya kembali. Hawa sejuk dari pendingin ruangan menerpa kulit. Kamar hotel mewah ini mirip seperti rumah, terdiri atas beberapa ruangan, pantry dan satu kamar yang tertutup rapat.

"Yas?" Lita menelisik sesisi ruangan. Ia mendekat ke arah jendela besar di sisi ruang santai. "Enggak lucu! Kamu di mana?!"

Kedua kaki gadis itu menjejak-jejak di atas karpet karena sebal. Ia memilih duduk sembari memeluk ransel. Lita masih saja terpukau dengan nuansa ruangan dominan cokelat tua dipadu krem. Karpet berbulu rasfur lembut dan sofa empuk yang Lita duduki sudah cukup menunjukkan kemewahan hotel kualitas bintang lima.

Pintu kamar terbuka, membuat gadis yang semula asyik mengamati isi ruangan terperanjat. "Yasa, ih!"

Namun, sosok lain yang tengah bersandar di sisi pintu itu cukup meningkatkan respons kewaspadaan Lita. Lelaki itu tampak menimang-nimang gelas berisi cairan keemasan.

"Hai, sudah siap lanjut?" kekehnya santai.

"Di mana Yasa?" Lita buru-buru bangkit, bersiap mengambil langkah seribu.

Lalita's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang