Bagian 18

4.4K 1K 87
                                    

Lita pontang-panting tak keruan. Sesekali ia berlari ke kerumunan warga yang hanya menonton, mencari narasumber yang sekiranya bisa memberikan informasi. Sungguh tak ada persiapan apa pun. Setahunya malam ini hanya akan makan malam, menikmati kudapan banyak-banyak lalu pulang, dan tidur.

Nyatanya, pukul 10 malam begini gadis dengan setelan rok tutu itu masih berkeliaran di depan sebuah pabrik korek api yang hampir habis dilahap jago merah. Beberapa mobil pemadam masih berusaha keras memadamkan api. Lita sudah melakukan wawancara pada pihak keamanan setempat lalu bergegas mengamati petugas pemadam.

Yasa? Mungkin laki-laki itu sudah gila. Tadi Lita sempat melihat cowok itu mengekor petugas pemadam yang mendekat ke arah api. Bajunya pun ikut basah terciprat semburan air untuk memadamkan beberapa titik penyebab kebakaran.

Sebab Lita hanya bertugas sebagai wartawan tulis, ia hanya mencari narasumber saja untuk diwawancarai. Itu pun Lita tak mau ambil risko harus dekat-dekat dengan api. Melakukan itu saja sudah cukup membuat gadis yang hak sepatunya mulai oleng kelelahan berlari ke sana kemari, berebut dengan wartawan lain untuk bisa berada di posisi paling depan dekat narasumber.

"Sudah?"

Suara Yasa yang baru saja menghampiri membuat Lita berhenti mengutak-atik ponselnya. Saat liputan keduanya berpisah dan janjian bertemu kembali di titik aman yang sedikit jauh dari tempat kejadian.

"Sudah!" Lita menggoyangkan ponsel di depan Yasa. Beberapa rekaman suara narasumber berhasil dikumpulkan.

Keduanya berjalan menuju mobil yang terparkir agak jauh. Mobil mana pun dilarang masuk demi memberi keleluasaan mobil pemadam.

Yasa membuka bagasi mobil di belakang, mengeluarkan kursi lipat untuk duduk. "Kamu duduk aja dulu."

Lita terkagum melihat isi bagasi cowok ini. Semua serba ada. Pakaian ganti, jas hujan, payung lipat, dan piranti fotografi lain.

"Wah, kamu beda sekali denganku yang suka serba dadakan. Ini sih kayak rumah pribadi." Lita duduk sambil terus memperhatikan isi bagasi.

Sepanjang mengenal Yasa, Lita baru kali ini liputan di tempat ekstrem macam kebakaran pabrik. Liputan hari ini membuat Lita takjub dengan cara lelaki ini mempersiapkan segala keperluan di lapangan.

"Sedia payung sebelum hujan," ucap Yasa sembari melepas kemeja.

"Iya, sih ... eh!" Lita melengos ke kanan begitu melihat manusia maskulin di sisinya.

Biasanya lihat Papa telanjang dada abis mandi sambil bawa-bawa handuk di leher juga biasa saja. Namun, melihat Yasa yang melakukannya membuat Lita jadi salah tingkah tapi penasaran. Ia baru tahu ternyata tubuh pria yang pernah memeluknya saat histeris itu seseksi ini.

Yasa benar, ia tak boleh sering-sering ke apartemennya. Nyatanya hanya melihat Yasa begini saja Lita mulai jadi salah tingkah dan aneh. Ya, aneh! Dadanya berdebar-debar dan ia jadi malu sendiri.

Sibuk merasakan keanehan diri, ia hampir melompat saat Yasa tiba-tiba berjongkok lalu melepas sepatu Lita. Namun, rasa perih yang menjalar di tumit membuat gadis itu membatalkan aksi melompatnya.

"Sepertinya penghuni bagasiku harus nambah biar enggak kejadian kayak gini lagi," ucap Yasa sembari membuka tutup botol air mineral yang tersedia di mobil. Ia menyiram tumit gadis itu dengan air bersih lalu mencari kotak P3K.

Lita mengamati cara Yasa memasang plester di kakinya. Sungguh, cara lelaki ini menumpahkan perhatian pada perempuan membuat ia terpana. Wanita yang bisa meraih hati Yasa amatlah beruntung. Salsa seharusnya tak mudah melepas Yasa begitu saja. Laki-laki ini terlalu baik untuk disia-siakan. Orang tua Salsa benar-benar keterlaluan.

Lalita's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang