Bagian 32

4.6K 1K 31
                                    

Lita berjalan menaiki anak tangga. Satu jam yang lalu ia baru sampai di Paris Orly Airport. Semula gadis berjaket tebal dan syal cokelat itu sedikit canggung saat wanita blasteran yang tengah membantu membawakan koper ukuran sedangnya menjemput. Namun, sikap ramah Miranda cukup membuat kecanggungan Lita mencair.

Miranda banyak bertanya ini itu selama dalam perjalanan dari bandara ke Kota Paris dengan kereta. Kerinduannya pada tanah air membuat wanita itu antusias menanyakan kabar Indonesia.

"Oh, maaf, apartemen di Paris hampir jarang ada yang pakai lift. Kamu harus terbiasa naik-turun tangga dan ... jalan kaki tentunya." Miranda berbicara dengan napas terengah.

Lita tersenyum dan menghela napas lega ketika sampai di lantai tiga dan berhenti di depan sebuah pintu.

Wanita berlesung pipi itu hampir mengeluarkan kunci apartemen ketika pintu tiba-tiba terbuka. Lita yang semula memegang tali ransel di kedua bahu itu mendongak dan iris hitamnya bertemu dengan manik pria bersweter hitam di depan pintu. Ia tertegun sejenak, mempertahankan tatapan itu demi memastikan apa yang dilihat itu benar.

"Eh, Yas, ke mana Tania?"

Paru-paru serasa tak mau bekerja dengan baik. Jantung pun sama, seolah berhenti berdetak membawa efek sesak di dada.

"Ada di dalam." Yasa menyahut tanpa mengalihkan pandangan.

Sementara Miranda bicara panjang lebar memperkenalkan Yasa, Lita meremas tali ransel lebih erat. Ia menatap uluran tangan Yasa tak percaya.

"Yasa Sagara. Panggil Yasa saja."

Ingatan Lita seolah terbawa ke masa lalu. Saat jaket pria yang tak sengaja ia bawa pulang, rangkulan erat ketika terjebak huru hara, berbagi air mineral dalam satu botol yang sama, sampai pada saat lelaki itu memperkenalkan diri di kantor media tempat Lita bekerja dulu.

Menyadari Miranda yang mengerjap bingung dengan cara keduanya bertatapan membuat Lita mau tak mau menjabat uluran tangan itu.

"Lalita Paramita," gumamnya lirih.

"Ah, kamu ini pemalu sekali, ya." Miranda terkekeh dan menggandeng lengan kiri Lita, membawanya masuk melewati Yasa.

Begitu masuk ke ruang tamu, seorang wanita yang tengah duduk menghadap laptop bersama seorang pria berambut cepak menyapa. Selama perkenalan itu, Lita bisa tahu ada Tania dan Rafa. Dua orang itu murni orang Indonesia yang tinggal menetap di Paris. Mereka suka berkumpul di apartemen ini mengingat sesama WNI lebih gampang berbaur ketimbang dengan penduduk asli Paris.

Namun, sepanjang perkenalan itu, tak ada obrolan di antara Lita dan Yasa. Lita merasa lelaki itu sudah berubah dan tak sehangat dulu. Yasa lebih banyak diam dan fokus mengedit beberapa foto prawedding Rafa dan kekasihnya.

Segenap tanya berjejal di otak gadis berwajah sendu itu. Kenapa Yasa ada di sini? Apa hubungannya dengan Miranda? Apa mereka berdua tinggal bersama selama di Paris?

Lita membuang napas sesak. Nyatanya, harapan pertemuan mereka tak seindah dalam bayangannya.

***

Pukul sepuluh malam, Yasa masih belum beranjak meski Rafa telah berpamitan terlebih dahulu. Sahabat Tania dan Miranda yang akan segera menikah itu memilih pulang sebab harus menjemput kekasihnya.

Yasa menutup laptop, mengamati pintu kamar yang tertutup. Ia tak yakin Lita bisa tidur malam ini. Gadis itu tidur di kamar Tania yang memiliki ranjang lebih besar dari kamar Miranda. Yasa paham siapa Lita. Gadis yang jauh lebih kurus dadi yang Yasa kenal pada awalnya tak pandai menjalin keakraban bila tak ada yang memulainya. Ia juga tertutup dengan orang baru.

Lalita's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang