Bad Things 1

595 84 23
                                    

"Hyung...."

"Hm?"

"Pernah berpikir untuk terbang?"

"Apa?"

Jimin mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping, menghadap dada telanjang Yoongi lalu ke wajah pucat, kantung mata yang hitam dan bekas luka di tulang pipi. Matanya berkedip, jari kecilnya terangkat mengusap luka merah di tulang pipi Yoongi.

"Aku ingin terbang, bebas, pasti menyenangkan."

Bibir Yoongi tak menyahut, ia membiarkan Jimin menyentuh lukanya lalu ia merapatkan badan Jimin ke badannya. Mengusap pinggang dan punggung Jimin.

"Kenapa kau ingin terbang?"

Jimin diam beberapa detik, lalu menit dan menit terus berjalan. Otaknya tidak bisa memproses jawaban yang tepat. Ia hanya ingin terbang saja. Bibirnya tersenyum, memeluk leher Yoongi dengan kepala menggeleng.

"Tidak, lupakan saja. Aku hanya mengantuk," ucap Jimin menyamankan kepalanya di dada Yoongi. Menempelkan telinganya agar lebih jelas mendengar degup jantung hyungnya.

Yoongi balas tersenyum meskipun Jimin tak melihat senyumnya, ia hanya mengangguk, memeluk pinggang Jimin makin erat. Berusaha menyembunyikan Jimin di balik badannya.

Menyembunyikan Jimin dari apapun.













....

Suara berisik, antara besi dan alumunium membangunkan Jimin. Badannya berjengit, matanya mengerjap dan tangannya menyingkirkan berkas cahaya dari luar jendela. Masih dengan kesadaran sekadar, Jimin bangun, menoleh ka kanan kiri mencari orang yang sudah memeluknya semalam suntuk menghilang.

"Dia sudah pergi?"

Pasti.

Jimin mengangguk untuk pertanyaannya, ia memunguti pakaian di bawah kasur, memakainya lalu keluar dari kamarnya yang hanya di tutup kain. Bisa ia lihat, ada sofa panjang lusuh dengan banyak pakaian, jaket, lalu meja penuh bekas makanan dan alkohol.

"Apa ada yang bertamu semalam?" tanya Jimin berjalan ke arah dapur. Bertemu pemuda dengan senyum kotak di depan panci yang sedang menggoreng telur.

"Hooh, kau sudah bangun?"

Jimin mengangguk, mengambil alih spatula di tangan si pemuda lalu berjalan ke kompor mengecilkan api. Si pemuda-Taehyung-terkekeh, memeluk Jimin erat-erat sebagai bentuk terima kasih.

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

Senyum Taehyung hilang di gantikan segaris panjang, perlahan ia melepas pelukannya. Ia bisa melihat Jimin dengan wajah datar dan menunggu jawaban dari mulutnya.

"Taehyung-ah~"

"Namjoon hyung, Seokjin hyung, lalu Yoongi hyung pergi semalam."

Aa, Yoongi bukan pergi pagi hari tapi malam hari. Pria itu tidak memeluknya semalam suntuk ternyata. Ia tersenyum, mematikan kompor dan menaruh telur ke atas roti.

"Kenapa? Apa ada masalah?"

"Aku tidak boleh memberitahumu."

Jimin menoleh, "Taehyung-ah."

"Aku sudah janji dan mereka bilang lebih kau tidak tahu," jelas Taehyung berusaha tersenyum lalu mengambil piringnya, meninggalkan Jimin di dapur dengan wajah menunduk serta jari-jari meremat pelipis sendiri.














....

Entah bisa disebut ada pekerjaan atau tidak yang jelas uang di kantong dan rekening gelap Yoongi tak terhitung. Selama di sini, lebih tepatnya sejak ia di pungut umur empat belas tahun dan Yoongi dua puluh dua tahun. Ia tidak pernah tahu pekerjaan hyungnya itu.

Story about Us [YoonMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang