Implacature

856 104 9
                                    

Intuisi Park Jimin tidak pernah salah.

Intuisi Park Jimin bagai seorang pemburu liar di hutan.

Intuisinya bagai anjing pelacak polisi.

Itu lah Park Jimin.

Oleh karena itu, ketika pertama kali bekerja di sini dan ia menjadi asisten dosen Min Yoongi. Jimin menolak dengan keras tapi ada bagian tubuhnya yang tertarik begitu saja ketika mata tajam itu bersitatap dengan matanya.

"Park Jimin-ssi? Panggil aku Professor."

"Aku tidak bisa menjadi asistenmu," tolak Jimin tegas sambil bangun dari tempatnya menempatkan bokongnya. Dosen senior berwajah muda itu menarik sudut kanan bibir tipis itu lalu ikut bangun dan menghampiri Jimin.

"Kau siapa menolak perintah Rektor?"

"Aku bisa mencari Universitas lain, aku tidak bisa bekerja denganmu," ucap Jimin sembari mengambil satu langkah mendekati Yoongi.

"Kau takut padaku?" tanya Yoongi memiringkan kepala bersurai hitam itu, menelisik lebih jauh setiap inci kulit wajah Jimin dan menghitung setiap hembusan nafas pemuda ini.

"Apa aku mengingatkanmu pada mantan kekasih, rekan kerja kurang ajarmu atau seseorang yang pernah kau temui dulu?"

Ya, itu. Itulah alasan Jimin menolak tegas pekerjaan ini. Yoongi, pria berpakaian serba hitam dengan potongan rambut under cut itu terlihat tak asing. Dia terlihat mengenalnya padahal ini kali pertama mereka bertemu.

Kedua kepalan tangan Jimin yang menggantu gemetar, kedua matanya bergerak konstan mengikuti pergerakan mata Yoongi dan bibir terkatup begitu rapat.

Jimin seperti tunduk pada Min Yoongi.

"Kau bukan manusia."

Suara nyaring dengan nada naik dan turun keluar dari bibir tipis yang sejak awal tersenyum miring. Kening Jimin mengernyit, mengamati Yoongi yang makin dekat dengannya lalu tanpa peringatan menarik pinggangnya.

Nafas Jimin langsung tercekat, kedua bola matanya membola dan tangannya memberi jeda pada tubuh Yoongi. Tubuh yang panas, bukan hangat tapi panas. Jimin bisa merasakan panas ini sangat berbeda, meskipun hanya beberapa menit tapi Jimin bisa mengingat rasa panas ini.

"Aku suka matamu."

Yoongi berucap pelan, nyaris berbisik di depan wajah Jimin. Di depan pemuda yang tak berkutik karena sentuhannya.

"Besok ada acara mendaki dan camping. Aku harap kau datang agar kau bisa mendapat gaji bulanan," ucap Yoongi sembari melepas tangannya dari pinggang Jimin.

Pemuda bermarga Park itu langsung mendapat nyawanya yang hampir luruh ke lantai. Wajah itu tidak menunduk tetapi terus menengadah membalas pandangan Yoongi untuknya.

"Semoga kau bisa bersama denganku."















....

Jimin tetaplah Jimin.

Pemuda ini memang ikut mendaki dan camping. Namun, keputusannya menolak menjadi asisten dosen Min Yoongi tidak akan pernah berakhir. Jimin sangat percaya pada dirinya, Jimin yakin ada yang tidak wajar di diri Min Yoongi.

Yoongi tau itu, ia sangat tau pemuda ini tidak akan menyerah mengundurkan diri sebagai asistennya. Oleh karena itu, Yoongi juga tidak akan pernah menyerah membuat Jimin di sampingnya.

"Kau mau membahas pengunduran dirimu di jurang? Kau mau mengundurkan diri  menjadi asistenku atau dari hidupmu?"

Jimin tidak menyahut. Kaki kecilnya melangkah makin maju ke bibir jurang, sementara Yoongi berdiri tepat di belakangnya. Berdiri dengan mata lurus menatap punggung Jimin.

Story about Us [YoonMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang