Only You

819 112 9
                                    

Yoongi kecil memandangi bus sekolahnya. Seragam TKnya sedikit lusuh di ujung akibat terlalu sering di linting. Mata sipitnya memandangi mata bulat khas Amerika. Sangat berbeda dengan mata sipitnya. Wajahnya menunduk, kaki kecilnya semakin naik ke tangga bus dan benar-benar masuk ke dalam. Semua mata anak berumur lima tahun itu menatapnya.

Ada yang aneh.

Bingung.

Ingin tahu.

Namun, kebanyakan dari mereka Dia berbeda.

Yoongi berusaha mengabaikan, mencari tempat duduk tapi semua anak mendadak menaruh tas di samping bangku kosong. Ia hampir putus asa tidak mendapat tempat duduk. Namun, seorang anak tersenyum padanya sambil menyingkirkan tas biru dia.

"Duduk cini!"

Dia tersenyum pada Yoongi. Kedua mata anak ini juga sipit sepertinya. Dia pasti dari Asia juga. Yoongi tersenyum lebar, berjalan cepat ke dia lalu duduk.

"Telima kacih!"

Dia mengangguk, menunjukan satu gigi depan yang baru lepas. Yoongi tertawa, begitu juga dia yang baru sadar menunjukan gigi ompong dia padanya.

"Yoongi, Min Yoongi!"

Dia tersenyum, menjabat tangan Yoongi, "Chimin! Palk Chimin!"

"Chimin?"

Dia-Chimin-mengangguk, terkekeh lalu duduk dengan tegak ke depan. Yoongi ikut tersenyum, mengikuti posisi duduk Chimin.

Saat itu aku tidak tahu, bahwa dia cinta pertamaku.












....

Yoongi dan keluarganya pindah ke Amerika ketika ia menginjak usia tiga tahun. Itu artinya sudah sepuluh tahun ia tinggal di sini. Ayahnya membuka sebuah toko sementara ibunya ikut membantu di toko tersebut.

Bukan hal baru jika orang Asia seperti Yoongi merantau lalu membuka toko. Seperti sebuah tradisi. Kemudian tradisi ini akan diwariskan padanya. Namun, Yoongi enggan. Biarkan kakaknya saja yang meneruskan usaha ayahnya.

Ia mau belajar piano.

"Yoongi-ah, kau mau belajar piano?"

Chimin atau Jimin sekarang menjadi teman akrabnya. Bahkan orangtua mereka saling mengenal semenjak insiden bus di TK itu. Sejak itu, Yoongi dan Jimin tidak pernah terpisahkan.

Yaah, mereka masih berteman dengan anak lain. Namun, pertemanan Yoongi dan Jimin cukup berbeda. Entahlah, mungkin karena terlalu lama berteman membuat Jimin dan Yoongi seperti terhubung.

Ngomong-ngomong, Jimin itu blasteran. Ayahnya Korea dan ibunya orang Amerika dengan kecantikan khas malaikat. Bintik-bintik merah yang sedikit menurun ke Jimin. Namun, Jimin tidak menyukainya. Jadilah, dia menutupi bintik-bintik merah malaikat itu dengan bedak.

"Hm, kau nanti yang menyanyi dan aku memainkan piano, bagaimana?"

Jimin mengangguk semangat, tersenyum lebar lalu naik ke trotoar sedangkan Yoongi berjalan di bawah trotoar. Inisiatifnya muncul, menggenggam tangan Jimin yang tengah terlentang.

"Kau sedang apa?"

"Aku tidak mau mendengar tangismu nanti," sinis Yoongi mengeratkan gengggaman tangannya pada tangan Jimin.

"Aku tidak akan menangis kalai jatuh..." gumam Jimin tidak terima tapi ia menerima tangannya digenggam oleh Yoongi.

Yah, siang hari itu menjadi awal desiran di darahku. Aku tidak tahu kenapa bisa tanganku berkeringat dan wajahku merah.

Story about Us [YoonMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang