Only (2)

514 68 1
                                    

Jimin itu anak yang sangat baik dan manis. Malahan ia terlalu baik pada orang lain. Sampai-sampai ia selalu dimanfaatkan dan melupakan dirinya sendiri. Sifatnya itu langsung terbaca dan dimanfaatkan orang sekelilingnya. Hari ini saja karena tidak enak dan merasa bahwa memesan kopi adalah bagian tanggung jawabnya. Jimin rela berlarian ke cafe dekat kantor memesan puluhan cup coffee untuk diberikan ke rekan-rekannya.

Belum juga ia meminum kopinya, ia kembali diberi pekerjaan lain menggantikan notulen rapat perdananya sebagai karyawan. Jimin tidak masalah, ini memang tugasnya tapi kopinya sekarang tidak enak diminum lagi. Alhasil, hari ini ia tidak mendapat kopinya. Di hari pertama bekerja ia malah tidak mendapat kopi pertamanya.

"Jimin-ssi, apa kau bisa membantuku membawakan tas-tas ini ke studio?"

Jimin mengangguk, membantu rekan kerja perempuannya membawa belasan tas produk untuk si foto hari ini. Sialnya, ada satu barang rusak di tas yang ia pegang. Bukan salahnya memang, semua ini salah dari seller tapi tetap ia jadi tempat pelampiasan. Ia dimaki, dimarahi dan diperintah memeperbaiki gaun yang rusak.

Dikejar waktu ia menjahit ulang gaun tersebut. Berhasil tapi ia tidak menerima ucapan terima kasih malahan si rekan perempuannya yang mendapat. Jimin diam, menunduk dan tidak protes karena ia merasa tugasnya sudah berhasil dan mereka senang.

Jimin tidak apa-apa. Ia kembali naik ke kantor memeriksa kain mentahan untuk produk musim berikutnya. Ia mengerjakan semua itu bersama yang lain tapi mereka meminta ijin pulang lebih dulu. Ada macam-macam alasannya, Jimin? Tidak bisa memberi ijin, ia membiarkan begitu saja karena ketua juga memberi ijin. Jimin bekerja sendirian di butik yang hampir kosong, memilah bahan dan membuat pembukuan.

"Terima kasih."

"Ya, sama-sama."

Tangan Jimin ditahan, di renggangkan menerima pembukuan baru, "Berikan laporannya besok pagi."

"Apa harus dikerjakan hari ini?"

"Besok harus sudah ada di meja saya. Jarang sekali ada anak baru serajin dirimu. Jangan khawatir, akan ada uang lembur untuk pekerjaanmu ini."

Jimin mengangguk, menerima pembukuan itu lalu menggendong tas kerjanya. Butik tempatnya bekerja termasuk butik terkenal. Wajar ia harus bekerja sekeras ini dihari pertama tapi harus sekejam ini?

Apa Jimin terlalu manja hanya karena tempat kerja dan rekan-rekannya tidak bersahabat. Jimin menunduk selama perjalanannya ke apartementnya. Tidak terlalu jauh memang, cukup dekat tapi ia sengaja memperlambat langkahnya. Melihat suasana malam seperti ini membuat Jimin sedikit tenang tapi tak berlangsung lama. Hujan seolah merusak kesenangannya.

"Jimin-ah?"

Jimin mendongak, menatap ke depan dengan mata buram karena kehujanan dan air matanya. Di sebrang sana ada pria bermata sipit dengan senyum lebar, berjalan menghampirinya membawa payung.

"Kamu kenapa baru pulang? Di kerjain senior?"

Jimin tidak menjawab, menunduk lalu menangis kencang di depan kekasihnya. Yoongi, terkejut dan reflek menarik Jimin ke pelukannya. Tangis Jimin kian menguat, memeluk badan Yoongi kuat-kuat di bawah payung biru Yoongi.

"Huwaaa!!"

"Jimin, kamu bener dikerjain senior? Hah? Heh, kenapa nangis?"

"Hikssort! Hikss!"

Jimin malah semakin menangis. Yoongi menghela nafas, menepuk-nepuk punggung Jimin lalu sedikit menjauhkan badan Jimin. Tangannya mengusap pipi merah dan hidung merah Jimin. Wajah itu akan selalu merah dan basah ketika menangis. Jimin mendongak, menarik ingusnya dalam-dalam lalu memeluk Yoongi lagi.

"Laper."

"Mau makan mie?"

Jimin mengangguk, tangannya digenggam di perjalanan pulang ke apartmenet mereka. Tiba-tiba payung yang Yoongi pegang di lepas. Jimin mengernyit karena ia ditarik ke tengah jalan yang sepi.

"Iih! Heh! Mau apa iih! Nanti kalo ada mobil gimana?" tanya Jimin takut, seraya melirik ke kanan dan kiri. Bukannya ikut takut, Yoongi malah berputar-putar lalu menarik Jimin ke pelukannya. Pinggang kecil itu dipeluk, di tuntun bergerak ke kanan dan kiri.

"Nggak apa-apa, ini udah jam dua belas. Jarang ada mobil lewat," ucap Yoongi menenangkan. Ragu-ragu Jimin menurut, ia mulai meletakkan kedua tangannya ke dada bidang Yoongi lalu naik ke pundak. Bibirnya mengulam senyum, kemudian tertawa karena badannya hanya dibawa ke kanan dan kiri.

"Tapi ya kamu nggak ada gerakan lain?"

"Kamu tau kan aku nggak bisa nari."

Jimin tertawa, mengambil alih gerakan dari kiri menjadi ke belakang lalu berputar dengan tangan menggenggam tangan Yoongi.  Kemudian ia menggunakan kemampuan menarinya, berputar-putar lalu berdiri dengan satu kakinya. Gerakan yang lembut dan anggun meskipun tanpa musik.

Yoongi tersenyum lebar pelan-pelan menghampiri Jimin lalu meletakkan tangannya di pinggang Jimin. Sementara tangan Jimin mengalun di leher Yoongi. Kening mereka bersatu, kemudian di susul kedua bibir yang mulai pucat karena terlalu lama bermain hujan.

Sedikit flu saat datang bekerja tidak masalah, bukan? Yoongi dan Jimin tidak masalah harus datang bekerja dengan bersin dan batuk. Setidaknya malam ini, Jimin bisa bermain sebentar bersama Yoongi. Berciuman sambil menari di bawah hujan adalah permainan kesukaannya.

"Sayang Yoongi."

"Sayang Jimin."

Story about Us [YoonMin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang