"Jadi?"
Arin memainkan jari-jarinya karena gugup. Dia baru saja menceritakan segalanya kepada Yuta, sebuah alasan yang membuat dia akhirnya berada di sini, di negara yang selalu membuatnya ingin melarikan diri.
"Handphone mu?"
"Rusak," kata Arin. "Waktu sampai di sini, aku lagi marah banget, gak tau deh kenapa tuh. Terus, gak sengaja ngebanting HP. Pas mau di benerin ternyata biaya perbaikannya mahal banget di sini, mendingan benerin di Batam aja. Jadi aku tahan-tahan gak pake HP selama ini," cerita Arin sambil menunduk lesu lalu cemberut.
Yuta mengangguk. Oh, itulah alasan dia nggak online dan gak bisa di hubungi, bukan semata-mata ingin menghilang dari sosial media.
"Mana coba sini liat?"
Arin menatap Yuta ragu, lalu membuka tas kecilnya sambil memberikan HP miliknya. Bentuknya masih utuh, tapi layarnya pecah. Mau Yuta hidup-hidupin udah gak bisa lagi, mati total. Yaudah sih, bukan berarti Yuta mau benerin juga, dia mau liat aja.
"Bikin khawatir aja tau, di telpon gak bisa," kata Yuta setengah merengut, agak kesal dikit.
"Aku kan gak tau kalau bakalan di telpon," kata Arin membela diri.
Yuta memutar bolamata. "Lagian kenapa mau-mau aja di suruh datang ke sini?" tanya Yuta keheranan.
Arin menipiskan bibir.
"Aku kira kamu takut?"
"Takut, tapi .." Arin menatap Yuta hati-hati, kemudian menunduk kecil. "Kamu datang kan .. menjengukku .. waktu aku sakit,"
Yuta melebarkan matanya. "Hah?"
Arin menghela napas lagi. "Jadi sebenarnya aku mau mengabaikan kata-kata dia. Tapi, dia bilang, kamu datang menjengukku ke Jakarta sendirian, kamu tetap datang walaupun beresiko. Yuta saja beranin, jadi ku pikir, aku harus berani juga. Makanya .." kata Arin.
"Bodoh,"
Arin menatap Yuta cepat. INI SI YUTA MALAH NGATAIN. "Lagian kan aku gak tau kalau bakalan di susulin," kata Arin makin merengut.
Yuta diam aja, sekarang malah memperhatikan Arin yang kayaknya beneran bete. Dalam hati udah ngerti sih, Arin ke sini pun gara-gara Yuta juga.
"Maaf ya," kata Yuta kemudian. "Aku tau ini berat sebenarnya untuk kamu. Aku nggak tau lagi gimana caranya ngembaliin semua ini menjadi normal lagi, ck .. hhhh," kata Yuta pelan, garuk-garuk kepala karena dia beneran merasa nggak enak sama Arin.
Arin ikut terdiam, kemudian dia menghela napas lagi.
Keduanya lalu saling menatap pemandangan yang sama di depan mereka. Ngomong-ngomong, mereka lagi duduk di jembatan penyeberangan di Garden by the Bay, ingat kan, tempat mereka melarikan diri dulu.
Di sini nggak seramai di tempat tadi. Masih banyak orang yang lalu lalang sih, tapi setidaknya nggak berisik. Suara yang terdengar cuma samar-samar suara musik dan suara kendaraan. Ah, dan juga suara angin malam yang sesekali membekukan tulang hidung.
"Yuta,"
"Hm?"
Arin menoleh pada Yuta sekali lagi. "Aku nggak menyesal sudah datang ke Singapore,"
Yuta ikut menoleh pada Arin, menatapnya lurus pada manik yang sedang serius itu.
"Aku gaktau tujuan apa sebenarnya yang membuat sasaeng itu membawaku ke sini. Bisa jadi sekarang dia baik, mungkin suatu hari berubah pikiran, atau nanti dia tantrum lagi soalnya dia gampang sekali marah," kata Arin. "Bohong kalau aku nggak takut, bahkan sampai kemarin, aku masih marah-marah dan membanting hapeku karena ketakutan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tied 2| Nakamoto Yuta [✓]
Fanfictionketika yang sulit terasa menjadi mudah, karena kita sepakat untuk tetap bersama .. -bagian kedua dari series Tied.Winwin-