21. Titik Merah

359 88 14
                                    

Winwin memijat pelipisnya, agak pusing sedikit. Dia baru saja mengantar Yuta ke bandara, terburu-buru ingin terbang langsung ke Jakarta, Indonesia. Walaupun pergi tanpa persetujuan itu dilarang, tetap saja Yuta bersikeras dan berjanji untuk pergi selama dua hari saja.

Winwin udah paham kalau Yuta orangnya berani dan berjuang, tapi nggak nyangka juga bakal sampai sejauh ini. Padahal, Arin itu nggak sakit-sakit banget loh. Udah dapat kabar dari Tiara, ternyata Arin cuma sakit perut aja gara-gara kebanyakan makan bakso pedas di Jakarta, mana sebelum makan bakso tuh anak nggak makan nasi dulu lagi tuh. Untuk kualitas perut orang Indonesia, makan-makanan kayak begitu tanpa di awali dengan makan nasi, bisa menyebabkan sakit lambung. Iyain aja.

Winwin ngerti sih, Yuta berangkat untuk menemui Arin nggak hanya sekedar khawatir karena Arin sakit perut, tapi juga karena rindu.

Ya sudah lah, ini dan itu kita urus nanti. Yang penting, biarkan Yuta bertemu dengan Arin dulu. Saat ini, itulah yang terbaik.

Sementara Winwin lagi pusing, Yuta udah di pesawat. Agak was-was soalnya dalam beberapa jam lagi dia bakalan ketemu Arin. Dari tadi nggak kepikiran nanti ketemunya bakalan gimana. Apakah dia harus nyapa? Atau cuma liatin diam-diam? Kalau nyapa, nanti ngomongnya gimana? Kalau Arin ternyata nggak suka sama kedatangannya gimana?

Yuta mulai acak-acak rambutnya sendiri setelah sadar kalau dia berantakan banget. Bahkan untuk masalah kayak gini aja dia nggak ada rencana, nggak punya persiapan apa-apa.

Laki-laki itu mulai menatap keluar jendela, mengatur napasnya pelan-pelan.

Ntah apa yang akan terjadi nanti, tapi dia berharap semua akan baik-baik saja.












"Arin di lantai 2, nama ruangannya Anggrek Putih,"

"Makasih Win,"

"Hm, sama-sama hyung,"

Yuta tersenyum kecil sambil berjalan cepat. Kebetulan dia baru saja sampai di rumah sakit tempat Arin di rawat. Langsung ngebut lah, dari bandara langsung pergi ke rumah sakit. Gak makan waktu lama kok cuma 10 jam perjalanan. Nyampe di Indonesia udah malem.

"Yaudah sana naik dulu. Bentar lagi udah jam 9. Kata Tiara jam besuk di sana cuma sampai jam 9, habis itu nggak boleh ada pengunjung lagi,"

"Iya iya, yaudah ku tutup dulu ya," jawab Yuta.

"Hati-hati,"

Yuta menghela napas sambil menutup teleponnya. Dengan tulus berterimakasih pada Winwin yang udah membantunya sampai sejauh ini. Nanti kalau sempat dia bakalan beliin Winwin Beng Beng se-kardus deh pulang dari sini, sebagai ucapan terimakasih. Serius.

Yuta berhenti sebentar ke toilet, merapikan penampilan lusuhnya supaya agak rapihan dikit. Nggak niat buat nyamperin Arin langsung sih, tapi untuk jaga-jaga aja. Setelah dia pikir-pikir, hari ini Yuta mau ngeliatin Arin aja dari jauh, pengen mastiin dengan mata kepala langsung kalau dia gak kenapa-kenapa.

Katanya, besok pagi Arin udah boleh pulang. Jadi, kalau misalnya harus ketemu secara langsung, Yuta lebih memilih besok aja. Masih pahi, masih fresh, Arin udah sembuh, dan dia juga masih bersih wangi. Pas kan? Besok pagi juga, pasti udaranya masih segar, jadi pasti pikiran mereka berdua sama-sama masih bersih. Jadi kalau ketemu dan semisal berantem, masih bisa di tangani dengan kepala dingin.

Yuta meringis kecil.

Apa sih, pikirannya udah jauh kemana-mana.

Yuta memakai topi, sentuhan terakhir sebelum dia pergi menuju ruangan Arin.

"Ups, maaf!"

Yuta gelagapan, kembali memasang topinya sambil mengangguk kecil. Barusan pas mau buka pintu toilet nggak sengaja ke jedot pintu karena udah lebih dulu di buka dari luar.

Tied 2| Nakamoto Yuta [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang