08. keep stay

457 91 1
                                    

Yuta spontan menarik tangan Arin.

Gadis itu sempat mematung, membuat pikirannya nggak bekerja. Memangnya, siapa yang bisa berpikir saat rasa kaget dan takut bercampur jadi satu? Bahkan untuk menggerakkan satu jarinya saja, Arin lupa bagaimana caranya.

Tapi beruntung Yuta cepat menariknya untuk berlari lurus ke depan. Dia tampak panik, sampai nggak berani menoleh ke belakang. Mereka lalu pergi ke jalan besar lalu sembunyi di sebuah butik yang ada di pinggir jalan.

"Arin! Sadar!" bisik Yuta keras ketika dia melihat Arin dan gadis itu masih saja diam dengan mata melebar. Wajahnya pucat dan dia keringat dingin, persis seperti habis melihat hantu.

"Yute .. yang .. yang barusan itu .. apa?" bisik Arin takut.

"Aku gak tau,"

Yuta dan Arin refleks sembunyi di balik baju-baju dan melihat ke luar etalase.

Dan benar saja, ada beberapa gadis yang berlari dengan kamera di bahu mereka. Sebagian bergerombol, sebagian tidak. Mereka nggak banyak, tapi membuat Yuta yakin bahwa sasaeng fans mereka mulai menyebar dan membentuk formasi.

Kepala Yuta langsung berdenyut karena takjub. Yuta kira, jumlah mereka nggak sebanyak itu, dan hanya fokus dengan satu titik pencarian. Tapi ternyata nggak.

Salah satu dari mereka menelpon yang lain, dari pembicaraan itulah Yuta paham kalau mereka membentuk kelompok, dan berpencar ke tempat-tempat tertentu demi mencari Yuta.

Mereka .. ada banyak.

Sebuah teguran dari pemilik butik, datang kepada mereka, meminta mereka pergi karena mengganggu kenyamanan pengunjung di sana.

Yuta menoleh cemas pada Arin yang kembali mematung di tempatnya, ketakutan memakan sebagian jiwa dari anak itu.

"Kita harus pergi," kata Yuta sambil menghela napas.

"Nggak, kita tetap di sini, di sini aman. Di sini tertutup—"

"Arin, kita udah di usir!"

Bibir Arin bergetar gagu. Sumpah dia nggak bisa berpikir rasional. Pikirannya melayang pada kemungkinan terburuk yang akan terjadi padanya. Arin sangat tau bagaimana nasib orang-orang yang terjebak dengan idol terkenal, mereka nggak hidup dengan tenang.

"Arin!"

Arin menatap Yuta kaget.

"Ayo kita harus pergi!"

Arin melihat tangan dan pahanya yang bergetar, lalu menatap Yuta lagi setelah menarik napas panjang. "Kayaknya aku gak bisa, kakiku gak bisa," kata Arin panik. "Gimana kalau lariku nggak cukup cepat dan aku jatuh dan aku di tangkap dan semua orang memotretku?"

Yuta mendecak. "Rin, bisa gak di saat seperti ini berhenti untuk berpikir yang nggak-nggak?!" Kata Yuta geram.

"Aku ini realistis!" jawab Arin geram juga. "Aku tau kualitas tubuhku dan aku gak pernah segemetaran ini!"

"Ck!" Yuta meraih tangan Arin yang gemetaran dan menariknya berdiri dengan paksa. "Jangan melepaskan tanganku!"

"Tapi—"

"Ayo Arin!"

Arin nggak bisa menjawab lagi saat Yuta langsung menarik dan mereka berlari lagi keluar dari butik itu.











"Yute berhenti! Tanganku sakit!"

Yuta berhenti berlari, menarik Arin masuk ke dalam gang sebelum akhirnya melepaskan tangannya.

Arin mengusap pergelangan tangannya yang panas dan berkeringat. Serius, mereka sudah berlari sepanjang hari ini. Panas, lapar, capek, takut, semuanya bercampur jadi satu.

Tied 2| Nakamoto Yuta [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang