JAKET BULU
Pagi itu mendung, nampak cahaya dari kilatan petir seperti menembus setiap rumah. Lalu diikuti suara guntur yang nyaring menggelegar membuat jantung seakan jatuh ke tanah. Sangat mengejutkan dan menakutkan.
Tapi hal ini percaya atau tidak, tidak bisa membangunkan Maruko sama sekali. Hanya satu hal yang dapat membangunkannya dan itu adalah…
“MARUKO BANGUN!!!!”
Yah, yang bisa membangunkan Maruko hanya suara teriakan ibunya.
Ibunya menyingkap selimut Maruko dan memarahinya lagi karena masih bermalas-malasan, “Astaga anak ini! Hey Maruko cepat bangun. Sebaiknya kau segera pergi sebelum hujan!”
Dengan kesadaran yang belum sempurna, Maruko kembali menarik selimutnya dari tangan ibunya, “Beri aku lima menit lagi bu~”
Hal ini tentu saja memancing amarah ibunya semakin menjadi-jadi. Dengan tajam ibunya melihat selimut Maruko yang kembali menutup seluruh badannya.
Apa yang terjadi selanjutnya, Maruko mengelus kepalanya sambil makan sarapannya. Air mata tidak berani jatuh dari matanya dan dia merasa kasihan pada dirinya sendiri karena memiliki ibu yang kejam.
Cahaya petir masuk lagi ke rumahnya dan diikuti suara guntur. Maruko langsung ketakutan dan meminta untuk tidak masuk sekolah.
Dia menutup kepalanya dengan kedua tangannya dan mengatakan, “Wahh!!! Suara guntur sangat menakutkan. Bagaimana jika aku tersambar petir saat perjalanan ke sekolah? Bu bukankah sebaiknya aku tidak turun sekolah saja?”
Permintaan Maruko langsung ditolak mentah-mentah oleh ibunya, “Tidak bisa!”
Hanya satu orang yang bisa membantunya, dia menatap kakeknya dan memelas, “Kakek~~”
Sayangnya kakeknya dengan sedih mengungkapkan pikirannya, “Maap Maruko~ Kakek juga takut dengan petir… kakek benar-benar ingin mengantarmu jika kakek berani…”
Ibunya tahu akan rencana busuk yang mulai dipikirkan Maruko dan segera mengingatkan, “Jangan memelas pada kakekmu dan cepat segera berangkat!”
Seperti seseorang yang terluka, Maruko dengan nada suara yang kecewa mengatakan, “Ibu terlalu kejam! Bagaimana jika ibu kehilangan anak ibu yang manis ini karena tersambar petir?”
Hampir hilang kesabaran ibunya membentak, “Jangan bicara yang aneh-aneh!”
Dia mendengus dan menyesal dalam pikirannya, ‘Huh, tidak berhasil…’
.
.
.
Saat Maruko sampai di depan gerbang sekolahnya, tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat lebat. Dia segera berlari sekencang yang dia bisa, tapi tentu saja dia masih kebasahan.“Ah aku begitu sial… Uh~ jadi terasa sangat dingin…” Dengan menggigil Maruko berjalan ke kelasnya.
Seperti biasa Tamae sudah datang dan duduk dengan tenang di tempat duduknya. Dia melihat Maruko yang sedikit basah dan merasa khawatir.
“Pagi, Maru-chan.”
“Pagi, Tama-chan. Ha-ha-hachim!” Dia bersin, lalu menggosok hidungnya. “Uh sangat dingin~ Apakah pemanas kelas mati?”
“Ah sepertinya pemanas kelas masih belum dinyalakan. Maru-chan, apa kau baik-baik saja?” Tanya Tamae dengan khawatir.
Maruko menggeleng, “Aku kedinginan. Jaketku basah karena terkena hujan jadi aku membukanya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Maruko dan Hanawa
Storie breviHanya sebuah fanfiction dari kartun Chibi Maruko Chan. Terutama kisah Maruko dan Hanawa yang memiliki romansa tersendiri. Bisa jadi ooc. Aku hanya meminjam nama dan sedikit karakter yang aku pahami dan kemungkinan besar karakter baru akan dihadirkan...