Hari ini Maruko dan Sakiko akan memulai kerja part time di cafe milik kakek Sasaki.Sakiko menyemangati dan memperingati adiknya yang terlihat kebingungan, “Apa lagi yang ingin kau lakukan? Kita harus sarapan lalu berangkat. Kenapa kau begitu gugup? Kau harus senang karena ini hari pertama kau kerja.”
Maruko kaget mendengar suara kakaknya yang tiba-tiba, “Kakak! Kau mengagetkanku… aku hanya bingung apakah aku harus membawa hpku?”
Kasihan Maruko karena dia baru pertama kali bekerja dia kebingungan dengan hal-hal yang bisa dan tidak bisa dia bawa. Dia takut jika dia tidak bisa membawa hpnya dia tidak akan bisa menghubungi Hanawa dan dia juga akan merasa tidak bahagia jika dia tidak bisa menghubungi Hanawa.
“Ya ampun Maruko… apa yang kau pikirkan? Tentu saja kau bisa membawa hpmu, kau hanya tidak bisa memainkannya saat kita sedang bekerja.” Sakiko menggelengkan kepalanya karena hal sepele yang dipikirkan oleh Maruko.
“Benarkah??” Mata Maruko membesar menunjukkan kebahagiannya yang sangat besar.
Sakiko menghela napasnya, ‘seharusnya aku menipunya… aku melewatkan kesempatan yang bagus… sayang sekali…’
Maruko masih merasa sangat bahagia, hingga di ruang makan nasehat ibunya membuat moodnya turun lagi.
“Ingat Maruko kau tidak bisa ceroboh. Meskipun kakek Sasaki dekat dengan keluarga kita, kau tidak bisa membuat masalah dan merepotkan kakek Sasaki…”
Maruko yang merasa kesal, “Ibu kau mengatakan hal ini untuk yang ke seribu kalinya! Bagaimana karena ibu selalu mengingatkanku aku malah melakukan kecerobohan itu?”
“Ya ampun anak ini! Aku menasehatimu demi kebaikanmu!”
“Apa gunanya nasehat itu jika hanya akan membuatku tertekan? Aku bahkan belum mulai bekerja tapi ibu membuatku seperti aku selalu melakukan kesalahan di tempat kerja.” Maruko mengeluarkan beban yang berada di kepalanya, meskipun apa yang dia rasakan diucapkan tapi dia merasa tidak nyaman. Dia tahu ibunya hanya mengkhawatirkannya tapi untuk menerima nasehat seperti itu dia merasa tidak nyaman.
Maruko menyudahi sarapannya dan segera berpamitan untuk pergi tanpa menunggu Sakiko.
“Hey Maruko! Tunggu kakak.” Sakiko juga meninggalkan sarapannya dan mengejar Maruko.
Ibu tertegun dengan kata-kata yang diucapkan Maruko. Dia selalu merasa Maruko harus diberikan nasehat karena dia selalu ceroboh. Dia tidak menyangka hal itu akan membuat putri kecilnya tertekan. Selama Maruko sekolah di luar kota mereka jarang berhubungan dan setiap Maruko menelpon kebanyakan waktu akan dihabiskan untuk mengobrol dengan kakeknya. Dan setiap tiba gilirannya untuk berbicara dengan Maruko dia hanya akan menbombardirnya dengan nasehat. Jika dipikirkan dia sepertinya tidak pernah menanyakan bagaimana kabar Maruko, bagaimana perasaannya, bagaimana kehidupannya. Dia bahkan sadar dia tidak pernah memuji anaknya, dan hanya akan menasehati untuk menjadi lebih baik lagi.
Tiba-tiba suara kakek terdengar, “Maruko anak yang baik, dia mungkin agak ceroboh tapi dia sekarang sudah lebih dewasa dan bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri. Sumire kau melakukan hal ini karena kau menyayangi Maruko tapi kau bisa memikirkan perasaannya juga dari sekarang, kau bisa menasehatinya ketika melakukan kesalahan, memberikan semangat ketika dia mengalami kemunduran, menyangjungnya ketika dia melakukan hal yang baik. Itu mungkin mudah untuk di dengar tapi tidak ada salahnya melakukannya secara perlahan. Kebiasaan itu tidak terbentuk hanya dalam sehari.”
.
.
.
Sakiko mengejar ketinggalan dengan Maruko. Mereka berjalan beriringan dalam keheningan, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Sakiko sadar suasana hati Maruko sedang tidak baik. Dia hanya berjalan di sampingnya dan sesekali melihat Maruko.
![](https://img.wattpad.com/cover/236157453-288-k888439.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Maruko dan Hanawa
Historia CortaHanya sebuah fanfiction dari kartun Chibi Maruko Chan. Terutama kisah Maruko dan Hanawa yang memiliki romansa tersendiri. Bisa jadi ooc. Aku hanya meminjam nama dan sedikit karakter yang aku pahami dan kemungkinan besar karakter baru akan dihadirkan...