بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
🕊️🕊️🕊️
Dokter mau ke rumah saya kapan? Ibu udah pulang, nih.
In syaa Allah lusa, ya.
Oh iya dok. Selamat malam kalau begitu.
Malam
Selesai mendapat balasan, aku meletakkan ponsel. Dua kaki kuangkat dan menendang-nendangnya ke udara. Kasurku bergoyang. Grasak-grusuk tidak jelas. Aku suka begini kalau lagi senang. Gaje teu puguh mun ceuk orang Sunda mah.
Kulihat lagi ponsel. Serasa ingin mengirim pesan lagi. Tapi kalau tidak ada hal penting terlihat nora. Oke, Wa, jaga image. Jangan terlihat lebay di matanya.
Ini beneran, nggak, sih? Aaaaaaaaaa .....
Aku nggak bakal bisa tidur! Pengin cepet-cepet lusa.
Oke oke. Halwa nggak bisa tidur.
Dan ... mataku masih melek sampai jam menunjukkan pukul empat Subuh. Ini beneran aku tidak tidur.
🕊️🕊️🕊️
Jangan ditanya lagi bagaimana hebohnya ibuku saat mengetahui bahwa dokter Atha mau datang ke rumah. Saat hari H, sebelum kedatangan sang tamu yang diidam-idamkan kehadirannya, ibu rusuh tidak jelas. Belum ada yang tahu tentang lamaran ini termasuk Teh Hasna. Aku yang mau dilamar ibu yang gugup. Dia bingung mau masak apa, menyiapkan apa
Tibalah saatnya, ketika dokter Atha sudah duduk di hadapan ibuku. Aku baru duduk setelah meletakkan senampan air dan camilan.
"Cuma Halwa bilang aja katanya dokter Atha mau ke sini."
"Tadinya mau sekalian sama Ibu saya, kebetulan saya udah bicarakan hal ini sama Ibu. Cuma beliau belum bisa datang sekarang. Berhubung saya udah janji sama Halwa untuk dateng, jadi saya dateng sendiri.
"Kenapa tiba-tiba ya, Dok?"
"Saya percaya sama Halwa. Dia tahu caranya bikin anak saya nyaman. Walaupun belum lama kenal, tapi saya bisa liat mereka cocok."
"Jadi cocoknya sama Aidan?" tanya ibuku.
"Maksud saya, cocok sebagai pasangan ibu dan anak walaupun kelihatannya Halwa lebih mendekati seorang kakak. Tenang, Bu, Halwa nikahnya sama saya, lah. Bukan Aidan."
Halwa nikahnya sama saya.
Baperku hanya sebatas kalimat: Halwa nikahnya sama saya. Tapi aku cuma bisa diam, membiarkan ibuku dan lelaki yang berniat untuk melamarku berbincang. Aku tidak tahu harus bicara apa.
"Tergantung sama Halwa. Nah, gimana, nih, dia mau nggak saya ajak serius. Dia mau nggak kita bangun rumah tangga yang sesuai agama?"
"Jangan ditanya lagi, Dok! Halwa mah pasti mau."
"Saya pengen secepatnya aja. Itu pun kalau Ibu percaya sama saya."
"Secepatnya?"
"Iya."
"Tapi, Dok, begini, nih. Kan tetehnya Halwa baru nikah dua bulan lalu, jadi kondisi keuangan Ibu belum siap."
"Kalau masalah itu biar pihak saya yang tanggung. Saya juga mau konsep pernikahan yang sederhana. Itu pun kalau pihak keluarga Ibu nggak keberatan."
"Dokter serius, akhir Januari?"
Dia mengangguk.
"Sebenernya Ibu juga nggak suka yang mewah-mewah, sih. Dulu almarhum bapak Halwa pesan, kalau nanti putri-putrinya menikah, jangan sampai pakai acara besar-besaran. Makanya selama ini Ibu berdoa, semoga jodoh mereka adalah orang-orang yang mengerti juga. Kalau dokter Atha maunya sederhana, nggak pa-pa, sih. Justru saya bersyukur, karena nggak semua lelaki sepemikiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You √
RomantikMencoba tetap bertahan denganmu, meski berkali-kali aku jatuh karenamu. Namun ... terima kasih karena berkatmu juga, aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari yang dulu. Selain itu, aku, Halwa, mencintaimu, lelaki yang kupilih sebagai imamku. 🕊️🕊️🕊...