31. KEBENARAN

5.2K 672 310
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

🕊️🕊️🕊️

Hari ini aku cek kandunganku sendirian, tanpa didampingi siapa pun. Dokter Meli mengatakan padaku untuk tidak boleh stres. Dia juga mengucapkan duka citanya padaku atas apa yang menimpa Aidan. Katanya jangan jadikan hal itu sebagai beban pikiran. Semua yang terjadi adalah kecelakaan.

Dari situ aku mendapatkan kekuatan, tidak boleh lembek, ada bayi yang harus aku lahirkan dengan selamat ke dunia. Mungkin jika anak ini lahir, Mas Atha akan memaafkanku. Karena anak adalah perekat bagi dua orang tuanya.

"Tumben sendirian, Bu Halwa, dokter Atha nggak ikut?"

"Dia lagi sibuk, Dok."

"Owalah, harusnya tetep punya waktu buat dampingin. Udah mau masuk trimester tiga. Waktunya untuk was-was. Suami itu biasanya makin siaga."

Aku hanya tersenyum getir. Di saat masa-masa ini memang suami harus siaga, tapi kami sedang terlibat masalah besar.

Disentuh olehku saja dia tidak mau.

"Ya udah kalau begitu saya permisi dulu, Dok."

"Ya, silahkan, Bu Halwa."

Aku keluar dari ruangan dokter Meli. Buruk sekali nasibku. Masalah besar datang ketika aku membutuhkan pendamping untuk menemani hari-hari berat karena akan menjadi seorang ibu.

Langkahku terhenti saat melihat pemandangan yang membuat hatiku ngilu.

Sainganku adalah masa lalunya, dan kini dia akan menambah sainganku lagi dengan berselingkuh bersama Mbak Nita?

Mas Atha berjalan dengan Mbak Nita?

Astagfirullahaladzim, tidak mungkin. Itu pasti hanya Mbak Nita-nya saja yang kegenitan. Memanfaatkan kesempatan. Aku harus berpikir positif. Lagi pula Mas Atha tidak mungkin merespons Nita yang sudah merusak bantal kesayangan Aidan.

Tapi ini tidak adil bagiku. Mbak Nita yang merusak tapi aku adalah orang yang paling disalahkan.

Untuk melindungi hati dan mentalku, aku harus pulang. Mungkin lebih baik aku harus menuruti permintaannya untuk jangan menemuinya lagi.

Aku tidak akan datang sebelum dia memintaku untuk kembali.

Ini terlalu menyakitkan, Mas. Maaf.

Aku pulang naik taksi online lagi. Di sepanjang perjalanan aku terus menangis. Aku tidak bisa menahannya. Meski aku selalu menguatkan diri, air mata ini sulit sekali untuk disendat.

Wanita itu kuat, itu sebabnya Allah titipkan manusia di rahimnya.

Menangis bukan berarti wanita lemah, kan?

"Kenapa nangis, Mbak?" tanya sopir.

"Habis nonton sinetron, Pak. Sedih banget." Aku sampai sesenggukkan.

"Tentang apa, Mbak? Jadi kepo, saya."

"Tentang istri yang punya saingan roh gaib, Pak."

"Roh gaib? Kok bisa?"

"Iya, jadi suaminya duda yang ditinggal nikah istri pertamanya. Jadi istri yang ke dua ini selalu diingetin soal istri pertamanya sama si suami. Itu Roh Gaib kan, Pak, namanya."

"Owalaah, gitu, ya, Mbak."

Air mataku terus merembes.

"Pasti sedih banget, ya, Mbak."

"Iya, Pak, ini saya aja sampe nangis. Punya tisu nggak, Pak?"

"Oh ada, nih, Mbak." Si Sopir memberiku sekotak tisu.

Stay With You √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang