بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
🕊️🕊️🕊️
Sambil terus memikirkan tentang babysitter aku terus mengayuh sepeda. Aku terima atau tidak, ya? Jiwaku bukan jiwa penyuka anak kecil, sih. Malah sebaliknya, aku selalu memusuhi anak kecil. Misalnya kalau ada anak kecil yang lewat, aku tak pernah menyapa, malahan mendelik, atau yang lebih parah aku pelototi makhluk mungil yang hobi nangis itu. Tapi kalau aku tidak ambil, aku juga bosan dipanggil mermaid oleh ibuku. Saking fokusnya berpikir, aku sampai tidak sadar, sebuah mobil putar balik tanpa melihat, lekas aku mengerem secara mendadak, begitu pun dengan mobil berwarna putih yang ingin segera kumaki sopirnya. Jangan harap aku selamat, aku jatuh tertimpa sepedaku sendiri. Bajuku basah. Astagfirullah!
Seseorang keluar dari mobil, kudengar dia mengucapkan istigfar dan langsung mengangkat sepedaku dan membantuku berdiri.
"Maaf, maaf, Mbak, saya nggak sengaja."
"Kalau mau putar balik itu harus liat-liat, dong, Pak! Kalau saya celaka gimana?"
"Maaf saya buru-buru. Sebagai gantinya .... Em, apa, ya?" Dia mulai kebingungan. Aku meringis merasakan nyeri di sebagian anggota tubuh. Bisa-bisanya aku kecelakaan. Sial sudah pagiku ini. Di-PHP mimpi, dimarahi, lalu sekarang jatuh.
"Kamu luka-luka?"
"Iya, nih, lengan aku lecet. Bisa tanggung jawab, Pak?" Aku berkata begitu bukan karena lukaku, tapi karena tanggungjawabnya dalam mengemudi.
"Tapi maaf, sekarang saya harus pulang dulu. Ini bener-bener mendesak."
"Aku juga mendesak, Pak!" Kupanggil dia 'Pak' karena aku yakin umurnya ada di atasku. Dan kalau dilihat dari setelannya, itu sangat formal dan dewasa. Tidak pantas kalau aku panggil 'Aa'. Penampilannya membuatku insecure. Sepertinya dia bukan orang sini.
"Anak saya celaka di rumah. Makanya saya buru-buru."
"Oh, begitu, ya, Pak." Aku menggerak-gerakkan bibir. Kasihan juga sih kalau aku menghalangi dia pergi. "Emmm, ya udah. Pergi aja, Pak. Saya cuma lecet sedikit. Tapi lain kali harus hati-hati, Pak."
"Benar, kan, cuma sedikit?"
"Iya. Tenang, Pak. Saya orangnya baik, kok. Gampang memaafkan orang apalagi ...."
Bener-bener nggak bisa marah nih sama orang ganteng.
"Nanti kamu datang aja ke Puskesmas kalau mau ganti rugi atau ngobatin luka, kebetulan saya tugas di sana. Sekali lagi saya minta maaf." Dia menangkap dua tangan. "Dan maaf, saya sudah menyentuh kamu." Pria berkemeja warna hitam bergaris tipis ungu itu masuk kembali ke mobilnya, aku hanya bengong, baru menyadari sesuatu.
Dia minta maaf karena sudah menyentuhku?
Kulirik lenganku, iya, tadi dia membantuku berdiri. Itu artinya tadi dua lenganku habis dipegang oleh tangan putihnya itu. Ya salam! Jantungku merespons lambat, baru sekarang merasakan getarannya.
"Ih, kayak cogan wattpad, ya, di cerita islami .... Udah kayak Aa Rifki di cerita Dear Kanaya .... Hihi ...." Aku cengengesan sendiri. Soalnya jarang ada lelaki yang minta maaf setelah menyentuh lawan jenisnya. Biasanya mereka santai saja atau bahkan dijadikan untuk modus.
"Tugas di puskesmas?"
Mobil yang barusan menyebabkan aku jatuh melewatiku, kemudian melaju, kuperhatikan kepergiannya hingga semakin mengecil di pupil mata.
Kalau dia bertugas di puskesmas, itu artinya dia dokter, dong?
Aku belum pernah tuh melihat dokter berwujud dia di puskesmas. Apa jangan-jangan dia dokter baru?
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You √
Любовные романыMencoba tetap bertahan denganmu, meski berkali-kali aku jatuh karenamu. Namun ... terima kasih karena berkatmu juga, aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari yang dulu. Selain itu, aku, Halwa, mencintaimu, lelaki yang kupilih sebagai imamku. 🕊️🕊️🕊...