بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
🕊️🕊️🕊️
"Mas! Aidan mana?!"
Mas Atha langsung bangun.
"Aidan?"
"Iya. Duh, Aidan! Aku baru ngeh! Aidan ke mana, ya?!" Aku berdiri. Tadi perasaan aku masih nuntun tangannya. Sekarang dia ke mana? Kuedarkan pandangan ke segala sudut Musala. Kosong. Aku mencoba mencari keluar, tidak ada apa-apa, aku masuk lagi. Aku mulai khawatir.
"Kamu gimana, sih." Mas Atha berdiri dan langsung keluar dari Musala. Aku mulai panik dan resah. Kuikuti Mas Atha dari belakang.
Aku kembali mengingat saat pertama kali tiba di Musala. Karena melihat Mas Atha tidur, aku tak sengaja melepaskan tangan Aidan. Kupikir dia tidak akan pergi ke mana-mana. Haduh! Ceroboh sekali aku! Aku memejamkan dua mata. Ini salahku.
"Aidan!" Mas Atha berteriak, berjalan meninggalkan area Musala dengan gelagat cemas.
Kami pun memasuki Mall yang mulai ramai dan toko-tokonya sudah buka, barangkali Aidan ingin masuk ke Mall lagi. Aku kelimpungan menyadari bahwa mall yang kupijaki adalah bangunan besar. Bertingkat. Bagaimana kalau Aidan sudah berjalan jauh?
"Kamu ini gimana, sih. Kamu nggak becus jagain Aidan!" ucap Mas Atha mulai frustrasi karena kami tak kunjung menemukan Aidan. Aku dan Mas Atha mulai mencari ke tempat di mana aku dan Aidan kunjungi sebelum ini. Toko roti. Tidak ada. Gramedia. Tidak ada juga. Mencoba bertanya pada pengunjung lain sambil memberikan foto, tapi tak ada yang mengenali.
"Aidan nggak ada," kata Mas Atha dengan suara gelisah. Pandangan Mas Atha berhenti padaku. "Kamu bener-bener nggak becus jaga anak."
"Aku nggak sengaja, Mas. Tenang dulu, kita cari sama-sama lagi.
"Mall ini luas. Ada eskalator dan lain sebagainya. Kalau Aidan kenapa-kenapa gimana? Anak kecil itu belum bisa berpikir!"
"Mas jangan ngomong yang enggak-enggak, dong. Kita cari dulu. Aku yakin, Aidan pasti ketemu."
"Kalau terjadi sesuatu sama Aidan, aku nggak bakal maafin kamu!" Mas Atha berlalu. Mungkin akan meminta bantuan petugas keamanan.
"Mas!"
Aku ditinggalkan. Tak didengarkan. Kakiku tak mampu melangkah karena gemetar. Aku hanya bisa menjangkau kepergian Mas Atha dengan sorot nanar. Baru saja aku berbaikan dengannya, sekarang kami sudah bertengkar lagi. Baru tadi kami berpelukan, kini dia seolah pergi menjauh.
Oke! Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan ini, aku harus ikut mencari Aidan. Apa pun caranya, aku harus bisa menemukan dia.
"Aduh, Aidan, kamu ke mana, sih? Plis, jangan bikin Wawa takut," ucapku kembali mencari.
Aku berinisiatif ke Musala lagi, siapa tahu Aidan masih di sekitaran sana. Ya, aku berharap Aidan ada di sana.
Begitu sampai, aku tidak melihat siapa pun. Musala itu masih kosong. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Harapanku pupus. Apakah Aidan benar-benar hilang? Benar kata Mas Atha. Mall ini luas. Tak akan mudah menemukan anak sekecil Aidan. Belum lagi ada eskalator di mana-mana. Anak seumur Aidan masih terlalu bolon untuk berkeliaran di mall seluas ini.
Aku pun duduk di teras, mengingat ucapan Mas Atha tadi. Kalau terjadi sesuatu pada Aidan, ia tidak akan pernah memaafkan aku. Oh, ya Allah. Kenapa Mas Atha tega mengancamku seperti itu? Dia pikir aku senang Aidan hilang? Dia pikir aku sengaja membuatnya hilang? Kutenggelamkan wajah ke lipatan tangan di atas lutut, aku takut. Aku takut terjadi sesuatu kepada Aidan. Aku takut kehilangan Aidan. Aku takut nanti Mas Atha malah menyalahkan aku kemudian membenciku. Aku takut ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You √
Любовные романыMencoba tetap bertahan denganmu, meski berkali-kali aku jatuh karenamu. Namun ... terima kasih karena berkatmu juga, aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari yang dulu. Selain itu, aku, Halwa, mencintaimu, lelaki yang kupilih sebagai imamku. 🕊️🕊️🕊...