30. BERTAHAN

4.6K 620 206
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

🕊️🕊️🕊️

Aku membuka lebar-lebar pintu karena sejak tadi ada yang mengetuk. Sepoi angin menerpa wajahku.

Terlihat seorang perempuan, wajahnya tak asing di mataku. Dia tersenyum. Teduh dan cantik sekali.

"Maaf, Mbak siapa?" tanyaku.

"Saya Humaira."

"Humaira?"

"Iya, saya istri Mas Atha. Kamu siapa?"

"Saya istri ...." Jadi dia adalah Humaira?! Istri pertama Mas Atha?!

"Istri ....?"

"Bukannya Mbak udah ...."

Dia mengernyit. "Udah apa?"

"Mbak masih hidup?"

"Orang-orang pasti nyangka saya udah mati. Tapi sebenernya enggak .... Saya masih hidup, saya kembali."

"NGGAK!"

Dua mataku terbuka secara sempurna, aku terbangun dari posisi tidurku dengan napas patah-patah. Kuedarkan pandangan ke segala sudut dengan perasaan waswas bercampur takut. Seperti baru mimpi bertemu hantu. Beberapa detik kemudian aku bernapas lega, ternyata aku ada di kamar. Senyap dan sunyi. Alhamdulillah, tadi hanya mimpi. Kuraba dadaku, bergetar hebat. Setakut itu aku jika istri Mas Atha ternyata tidak meninggal.

Ini pasti efek aku yang baru selesai menonton sebuah drama Korea. Untuk menghalau kebosanan aku menonton satu drama setelah sekian lama meninggalkannya. Isi ceritanya tentang tokoh yang diduga meninggal, tapi ternyata tidak, dia hanya pergi ke luar negri dan memakai data diri yang baru untuk melindungi keluarganya. Jika ia kembali, maka keluarganya akan terancam karena dirinya adalah satu-satunya saksi dalam kasus pembunuhan.

Kuusap keringat yang membanjiri kening.

Ternyata aku salah mengambil langkah, tidak seharusnya aku menonton drama, hanya akan menambah rasa takut dan berpikir yang tidak-tidak. Aku harus segera mengambil air wudu dan salat. Kulirik jam, menunjukkan pukul tiga pagi.

Aku terbangun di sepertiga malam karena Allah ingin aku berdoa padanya. Katanya begitu. Jadi aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadukan semua yang kurasa di atas sajadah.

Selesai salat aku membaca Alquran agar pikiranku tenang.

Aku banyak-banyak beristigfar dan berzikir, mengusir segala prasangka buruk. Menyesali diri karena malah nonton, bukan perbanyak doa.

Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah .....

Bagaimana aku tidak sedih, sampai detik ini Mas Atha masih belum mau menemuiku.

Setiap kali aku ingin pulang, Mama Indah juga melarangku.

Dia berkata bahwa kemarahan Atha belum reda. Itu tak baik untuk calon anakku yang kini usianya sudah menginjak 27 Minggu. Di sini Mama Indah sangat memanjakan aku, menyuruhku untuk tidak udah memikirkan Atha dan Aidan. Mereka baik-baik saja. Tapi tetap saja, aku tidak bisa jauh lama-lama dengan suamiku.

Bagaimana dengan makannya? Bagaimana dengan segala keperluannya?

"Halwa ... nih, Mama buatin salad buah. Cobain, deh."

"Ma, aku pengen ke tempat Mas Atha. Boleh, kan?"

"Ya Allah, kamu bicara apa, sih? Dia selalu jawab telepon dari kamu? Dia suka balas chat kamu? Enggak, kan?"

Stay With You √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang