4. BABYSITTER

3.8K 651 78
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

🕊️🕊️🕊️

Aku tidak tahu keputusanku untuk menjadi babysitter itu benar atau salah.

"Untung bapak kamu itu ganteng!!! Untung aku tuh dapet duit!! Kalau enggak ... argghhh...."

Kutatap bocah kecil yang kini asyik bermain lego. Syukurlah dia anteng setelah sebelumnya membuat kehebohan di rumah tetangga sebelah. Dia merusak tanaman si ibu sampai membuatku harus menelepon bapaknya yang lagi tugas di puskesmas karena si ibu minta ganti rugi. Aku harus terima, tidak semua tetangga itu baik atau bisa memaklumi anak kecil. Ada saja yang julid.

Mataku membulat saat melihat dia berdiri, kemudian berlari ke arah pintu.

"Buka pintunya ...." Dia menepuk permukaan pintu.

"Nggak! Nanti kamu bikin onar lagi di rumah tetangga! Jangan! Kamu mau papa kamu jatuh miskin gara-gara ulah kamu?"

"Maiin! Mau main sepeda! Wawa! Buka pintunya. Iih, Wawa!"

Beraninya dia memanggilku dengan sebutan 'Wawa'. Emangnya aku uwaknya, apa? Harusnya dia panggil Teh Halwa atau Teh Wawa, biar sopan. Ih kalau Wawa aku jadi berasa Wardah Maulida selebgram bercadar itu. Untung Aidan anak kecil, kalau bukan mungkin sudah kusleding. Tapi ya memang begitulah anak dari pak dokter selama beberapa hari ini aku mengasuhnya. Saat kutanya siapa nama ayahnya dia menjawab 'Atha', tanpa menggunakan embel-embel 'Pak'.  Kurang ajar tapi lucu juga, sih.

"Buka pintunya, Wawaaaa .... Iiiih...."

Lagi-lagi bocah botak berkulit putih bak bule ini berlari dengan cara berputar sambil berteriak. Tujuannya agar membuatku tidak berdaya, karena setelah ini ia akan pusing. Tuh, kan, serba salah.

"Hei! Kok kamu nggak bisa kalem kayak bapakmu yang irit bicara itu? Kamu keturunan siapa, siiih??"

Rasanya aku ingin menjerit. Anak Dokter Atha ini minta kugantung di pohon toge agar berhenti berlari.

"Buka pintunya, Wawaaa!!!" Dia mulai berlinangan air mata.

Oh, ya, aku lupa menceritakan bagaimana jalannya aku akhirnya berhasil menjadi babysitter di rumah ini. Gila, sih. Rumah pak dokter itu bersih sekali meskipun ada anak kecil.

Benar, berkat kecelakaan itu aku bisa gampang diterima bekerja sebagai ucapan maaf Dokter Atha terhadapku. Ya, namanya adalah dokter Atha, akhirnya aku tahu setelah kami berkenalan. Aku diberikan kesempatan olehnya menjadi pengasuh untuk putra kecilnya. Nanti kalau semisal aku tidak betah, aku bisa mengundurkan diri asalkan aku bisa lekas mencarikan pengganti. Dilihat dari pengalaman, banyak babysitter yang lelah dan menyerah.

Sebelum diterima, Dokter Atha menceritakan padaku bagaimana perangai Aidan---nama anaknya yang berusia tiga tahun.

Alasan mengapa babysitter sebelumnya yang memutuskan berhenti karena Aidan yang nakal. Susah diam. Kerap kabur keluar dan berlari ke mana pun yang ia mau.

Alamak, batita kalem saja aku tidak suka. Apalagi yang nakal. Semoga aku bisa sabar.

Aku tidak perlu bertanya lagi ke mana perginya ibu Aidan. Gosipnya sudah menyebar, bahwa dokter yang duduk di hadapanku ini adalah seorang duda. Ditambah lagi, aku baru kenal dengannya, masa langsung nanya soal istrinya yang mungkin akan membuat dia bersedih. Kata ibu dia bukan bercerai tapi ditinggal meninggal. Ih, pasti sakit. Gini-gini aku juga paham kapan harus bertanya, harus bicara, harus kepo, karena menjaga perasaan orang lain itu penting sekali. Bawel boleh, tapi jangan sampai bablas sampai menyakiti perasaan orang lain oleh omongan nyeletuk kita.

Stay With You √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang