23. MARAH TANDA SAYANG

3.6K 571 116
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

🕊️🕊️🕊️

Sepulang dari Puskesmas Mas Atha menjemputku dan Aidan. Dan kini kami sedang dalam mobil, perjalanan pulang. Tadi Mas Atha juga sempat istirahat sebentar di rumah ibu, memakan sarapan bakwan yang disuguhkan ibu. Aku juga mendiamkan Mas Atha karena masih sakit hati dengan drama semalam. Ibu juga membocorkan rahasiaku tadi malam kalau aku susah makan. Mas Atha yang ikutan marah pun sama-sama diam. Kami sepakat puasa bicara.

Aku sibuk main ponsel, men-croll laman aplikasi Instagram. Kutemukan nasihat dari salah satu akun dakwah. Kulirik Mas Atha. Aku punya ide. Tidak baik, kan, diam-diaman seperti ini?

Aku menengok ke belakang, Aidan tidur lagi, padahal baru masuk mobil. Anak itu, maunya duduk di belakang.

Aku pun membaca kencang-kencang postingan yang kutemukan tadi. Kutarik napas, dan mengeluarkannya.

"Jaga sikapmu terhadap istri. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : Berbuat baiklah kepada wanita karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah kepada wanita."

Kulirik lagi Mas Atha. Dia masih tetap cuek. Kode sudah dilempar. Tapi sepertinya dia tidak peka. Baiklah. Namanya juga Kembaran Kulkas. Lebih baik aku main game. Semenjak hamil aku malah punya hobi baru di hape, main game masak-masakan.

"Lho, kok, Mas? Kok putar balik?" tanyaku saat menyadari Mas Atha mengambil jalan lain untuk putar balik.

"Mau ajak kamu sama Aidan jalan-jalan."

"Dalam rangka?"

Dia tidak menjawab.

"Dalam rangka apa, Mas?"

"Aku putar balik lagi aja?"

"Eh, jangan, Mas! Aku seneng diajak jalan-jalan. Lumayan, buat refreshing."

"Ya udah nggak usah banyak nanya makanya."

Aku tersenyum. Barangkali dia peka dengan sindiranku barusan. Kulipat bibir dalam-dalam. Tepat sasaran ternyata. Tapi aku tidak kepikiran dia akan mengajakku jalan-jalan.

Dalam perjalanan aku melihat beberapa penjual yang berjejer di sisi jalan raya. Dalam pikiran semuanya terasa enak Mataku pun melihat penjual cilok. Wah, sepertinya enak. Aku sudah lama tidak makan cilok.

"Mas, berhenti, deh. Itu ada tukang cilok. Aku mau beli."

"Nggak boleh."

"Ih, kok nggak boleh, sih, Mas?"

"Kemarin kata Ibu makan aja susah. Terus sekarang mau makan cilok? Masih pagi."

"Tapi kan tadi aku udah sarapan bubur. Ini nggak terlalu pagi kok, Mas."

"Buburnya habis? Enggak, kan?"

"Tapi aku pengen, Mas. Udah lama."

Mas Atha tidak menyahutku lagi.

"Mas, sekali doang."

Mas Atha tiba-tiba menepikan mobil ke pinggir, aku heran. Apa dia mengizinkan aku beli cilok? "Ya udah sana beli. Kalau sakit aku nggak tanggung jawab," ucapnya dingin.

Kebalikannya? Aku tidak boleh beli? Begitu maksudnya?

"Sana beli."

Aku diam.

Stay With You √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang