بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
🕊️🕊️🕊️
Aku ingin menelepon ibu, aku ingin mencurahkan segalanya padanya. Ibu, ternyata berumah tangga itu seberat ini ujiannya. Aku tidak yakin apakah aku bisa melewatinya atau tidak. Aku ingin pulang, aku ingin menangis dalam pelukanmu, aku ingin menjadi anak kecil lagi, aku ingin menjadi anak ibu saja, yang menangis hanya karena jatuh, yang kesakitan hanya karena luka di lutut. Masalahku hanya bertengkar dengan teman merebutkan sesuatu.
Ibu, aku hanya ingin menjadi anakmu saja.
Bukan menjadi dewasa atau seorang istri.
Andai waktu bisa aku mainkan seperti jam, aku ingin kembali ke masa itu.
Ibu ... haruskah aku ceritakan rasa sakitku ini padamu?
Ibu, anakmu ini ada yang menyakiti.
Waktu kecil aku bisa mengadu sesukaku.
Tapi kini aku sudah dewasa, semuanya sudah tak sama lagi, bukan?
Aku teringat sebuah nasihat, bahwa seorang anak tidak boleh membebani ibu dengan masalahnya. Masalah ibuku sudah cukup banyak, aku sudah menyusahkan dia sejak masih bayi, masa sekarang aku harus menyusahkan dia lagi? Kini aku sudah punya keluarga sendiri. Aku harus mampu menyelesaikan masalahku sendiri.
Aku pun memilih salat di Musala untuk menenangkan diri. Mengadukan semua yang kurasa untuk menguatkan hati kepada ilahi.
Tempat yang harus pertama kudatangi saat sedih adalah Allah. Bukan Ibu, pun orang lain. Aku punya Allah. Allah yang memberikan masalah, maka biarkan Dia juga yang menanganinya. Aku tak meminta bebanku dikurangi, aku hanya meminta diluaskan sabarnya.
Untuk apa aku mempertahankan pernikahan ini jika Mas Atha sendiri tidak menganggap aku ada? Untuk apa aku bertahan jika dia belum bisa move on dengan ISTRINYA?
Ponsel yang ada di sebelahku berdering, tertera nama Ibu di sana. Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian membuangnya. Jangan sampai aku tak mampu menahan tangis.
"Halwa, gimana keadaan di sana? Aidan baik-baik aja?"
"Alhamdulillah, Bu. Untungnya bisa ditangani."
"Alhamdulillah, Ibu ikut panik, lho."
"Ibu nggak perlu khawatir."
"Oh iya, kamu tahu nggak, Wa. Ibu dapet kabar dari Bandung katanya suaminya Silvi punya selingkuhan."
"Innalilahi, masa, sih, Bu?!"
"Iya, suami kamu nggak begitu, kan?"
Mas Atha?
Istri aku
Dia
"En ... enggak, kok Bu. Mana mungkin sih Mas Atha selingkuh."
"Ya alhamdulillah, deh. Ibu yakin Atha cowok baik-baik. Jauh sama yang namanya selingkuh apalagi KDRT. Ya, kan, Wa? Duh, pernikahan yang diawali dengan pacaran selama bertahun-tahun itu ngeri, ya, Wa. Kan Silvi sama pacarannya udah pacaran lama banget. Untungnya kamu sekali hubungan langsung nikah. Tapi Ibu ikut prihatin juga sama dia. Kasian adik Ibu."
"Iya, nggak mungkin, lah Mas Atha selingkuh."
Aku teringat Mbak Nita yang cantik. Dia dendam kepada Mas Atha dengan cara merusak bantal Aidan karena selalu mencoba mendekati tapi Mas Atha tak pernah merespons.
Itu artinya dia ....
Palu godam seperti menghantam jantungku. Untuk apa dia merespons Mbak Nita? Dia kan sangat mencintai istri pertamanya. Bukan aku alasan dia menolak Mbak Nita, tapi Humaira yang dia panggil Aira. Ibu dari Aidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You √
RomanceMencoba tetap bertahan denganmu, meski berkali-kali aku jatuh karenamu. Namun ... terima kasih karena berkatmu juga, aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari yang dulu. Selain itu, aku, Halwa, mencintaimu, lelaki yang kupilih sebagai imamku. 🕊️🕊️🕊...