بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
🕊️🕊️🕊️
Akhirnya hari ini tiba. Hari di mana aku akan melepas status jombloku.Kemarin malam aku tidak bisa tidur karena cemas. Overthinking melanda dan keresahan lainnya. Maklum, besok adalah momen di mana letak surgaku berpindah. Setiap perempuan pasti akan merasakan itu jika akan melangsungkan akad nikah. Namun kuucapkan bismillah berulangkali, berdoa, yakin bahwa pilihanku tepat. Dia berjanji akan menjadikanku yang terakhir. Meskipun tanpa cinta, aku harus membuatnya jatuh cinta padaku. Yang terpenting dia akan menjadi milikku. Besok perjuanganku dimulai. Kini aku sedang berada di depan cermin, wajahku sedang di-make over memakai make up dan segala tetek bengek riasan untuk pengantin. Sebelumnya aku menolak untuk cukur alis karena hukumnya haram. Alisku juga tipis masa mau dicukur lagi kan sayang. Di luar hiruk-pikuk keluarga terdengar. Sebagian datang dua hari sebelum hari pernikahan untuk membantu, sebagian lagi datang di hari H. Kini saatnya untuk pemakaian softlens begitu riasan di bagian wajah selesai. Si ibu yang meriasku mulai menginteruksikanku untuk membuka mata lebar-lebar. Saat softlens mulai ditempelkan ke mataku, aku tak kuasa menahan perih hingga berulang kali gagal. Mataku sampai berkaca-kaca saking perihnya. Meski dicoba berkali-kali, tetap saja aku tidak bisa.
"Ah, nggak usah pakek ini, Bu. Sakit," protesku pada akhirnya menyerah.
"Nggak pakek, aja, nih?"
"Enggak, ah." Dasar aku yang norak soal dandan. Seumur hidup belum pernah pakai softlens jadilah begini. Malu-maluin. Tapi lebih baik cari aman saja. Aku tidak akan memaksakan diri memakai softlens. Yang penting pernikahanku sah.
Aku pangling melihat wajahku sendiri. Pintar sekali si penata rias yang tak lain adalah teman ibuku dalam mendandaniku. Beda jauh dengan biasanya. Hidungku terlihat lebih mancung, dan mataku terlihat lebih lebar dengan bulu mata yang memberatkan. Kulit wajahku pun berkilauan. Tapi aku cukup puas dengan hasil karya Bu Windi. Elegan, tak terlalu tebal. Kakakku juga dulu dirias olehnya.
"Foto dulu, ya, untuk testimoni di media sosial," ucap Bu Windi begitu semuanya selesai. Gaun pengantin dan kerudung putih sudah tersemat di tubuhku. Hari ini aku benar-benar menjadi seorang pengantin. Tak lupa mahkota kecil tersimpan di atas kepala. Bu Windi juga memberiku bunga pengantin.
Aku tersenyum di depan kamera.
"Siiip! Makasih," ujar Bu Windi.
"Sama-sama, Bu."
Karena sudah selesai, aku keluar dari kamar. Semuanya terpukau melihat kehadiranku. Sang peran utama di acara pernikahan mulai diserbu. Aku cuma bisa salah tingkah mendengar pujian keluargaku.
"Tumben Teh Halwa cantik," celetuk Tiara.
"Tumben kamu putih, Dek."
"Iiiiiih!!!"
"Nggak nyangka aku keduluan sama Halwa," ucap Silvi mendekatiku. "Keren, Wa, kamu nikung aku. Nggak nyangka sumpah."
"Ucapan adalah doa, Sil," ucapku berbangga diri.
"Oh jadi kamu berdoa untuk ngeduluin aku, ya?"
"Bukan begitu. Aku setiap ada yang ditanya kapan nikah? Jawaban aku bulan Januari. Sekarang terbukti, kan?"
"Udah takdirnya kali. Tapi selamat, deh. Ngomong-ngomong calon suami kamu dokter, ya?"
"Iya, keren si Halwa, sekali dapet dokter," sambung Teh Hasna.
"Iya, jadi iri, nih, aku," canda Silvi.
"Calon suami kamu ikut?" tanyaku pada Silvi.
"Iya. Tuh lagi di luar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With You √
RomanceMencoba tetap bertahan denganmu, meski berkali-kali aku jatuh karenamu. Namun ... terima kasih karena berkatmu juga, aku bertumbuh menjadi lebih dewasa dari yang dulu. Selain itu, aku, Halwa, mencintaimu, lelaki yang kupilih sebagai imamku. 🕊️🕊️🕊...