03 : Begini Lebih Baik

1.7K 283 14
                                    

...

CIKAPUNDUNG RIVER SPOT, pukul 9 malam. Cukup ramai dibeberapa sisi, mengingat hampir para pemuda hobi nongkrong menjadikan tempat itu sebagai spot yang pas untuk ngupi-ngupi santai ditemani suasana malam kota Bandung. Termasuk Aksara yang duduk menyandar diatas bangku semen, dengan posisi menghadap air mancur. Tubuh yang lelah lantaran dihantam fikiran mumet itu, menatap suasana yang perlahan memberinya ketenangan. Air mancur yang menyala dihiasi lampu warna warni seketika melebur seirama dengan musik, sangat disayangkan jika hanya menyaksikannya seorang diri.

Namun sebelum itu, tepukan terlampau keras dibahunya datang tiba-tiba, membuat Aksara terkesiap dan mendongak.

"Woy, dari kemaren nggak keliatan batang hidungnya. Eh ternyata lagi sibuk jadi orang pinggiran."

"Eta bengeut, gue liatnya malah kayak orang abis kemalingan motor, terus cuma bisa meratapi nasib."

"Anjir, bener juga. HAHAHAAH OHOK!"

Adalah Jerico Dwi Magenta dan Nawang Erlangga, dua anggota tim basket yang dipimpin Aksara, sekaligus merangkap sebagai konco sepersunmori-,an.

"Nggak guna banget kalian berdua, menganggu ketenteraman tau nggak" ujar Aksara, jengah melihat tingkah kedua temannya yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Sensi banget buset, lagi pns lo ya?"

"Pms, Jer. bukan pns"

"Iya itu maksudnya"

"Pantat lo segitiga! Sembarangan banget cocot nya kalo ngomong, dikira aing punya meki bisa pms" seru Aksara, tidak habis fikir.

"Ya lagian lo kenapa, lagi ada masalah?" tanya Nawang, seraya merangkul bahu Aksara "Cerita napa cerita!"

"Cuy" ada jeda sebentar sebelum Aksara lanjut berbicara "Menurut kalian, kalo mama gue minta restu buat kewong lagi. Gue harus apa?"

Jerico dan Nawang terdiam sebentar, mereka harus berubah ke mode serius kalo begini ceritanya.

"Agak kaget aja sih, lama nggak pulang kerumah tapi sekalinya pulang malah bahas perihal nikah lagi. Palingan kalo udah sah, gue nya makin diitelantarin karena mereka sibuk bikin anak baru"

Lagi-lagi Jerico dan Nawang memilih untuk diam, tidak banyak omong. Tugas mereka sekarang cuma mendengarkan Aksara sampai anak itu merasa lebih baik.

"Anjir tapi bodoamat ah, mau mereka nikah kek. Gue nggak akan pikirin, yang penting duit jajan ngalir terus" ujar Aksara, lalu tertawa setelahnya.

"Nggak usah sok baik-baik aja deh lo" balas Nawang.

"Rigel tau tentang ini?" tanya Jerico, dan diangguki oleh Aksara.

"Yaudah nih dari pada mumet, mending sebats dulu" Jerico menyodorkan sebungkus rokok, namun disingkirkan oleh Aksara.

"Idih, tumben amat. Lagi sariawan?"

"Gue lagi nyoba nggak ngerokok"

"Maksudnya?"

"Yaa, mau berhenti. Doain dong agar temanmu ini nggak kumat ditengah jalan"

"HAH, APAH?! CEKEK GUE SEKARANG, NA!"

Jerico berteriak heboh begitu mendengar Aksara tidak lagi merokok. Demi apazi, twing. Bukan apa-apa, yang Jerico tau Aksara adalah seorang perokok berat sama sepertinya, mendengar bocah itu berhenti bahkan menolak rokok darinya Jerico sempat berfikir bahwa itu termasuk keajaiban dunia.
.
.
.
.
.

"Ayangieeee" Rigel merengek, bisa merasakan kegamangan Aksara yang sejak duduk dibangku kantin hanya mengaduk kuah bakso dengan fikiran kosong entah kemana "Hey, semangat dong. Jangan gini terus, katanya nggak mau terlalu dipikirin"

BOHONG, ketika Aksara bilang 'bodoamat ah, mau mereka nikah kek. gue nggak akan pikirin' karena nyatanya hampir semalaman ia terus saja kepikiran, ditambah disetiap saat mamanya terus saja mendesak meminta restu. Rasanya kepala Aksara hampir pecah.

"Ya gimana nggak kepikiran, aku kan punya pikiran. Aku ngga tau harus gimana, disatu sisi mama seakan desak aku buat kasih restu. Katanya sih ini demi kebaikan aku, hilih. Bilang aja kebelet kawin"

"Yaudah sih, gimana kalau kamu iyain aja?"

"Nehi! jangan harap ya."

"Gini deh, Aksara sayangku. Menurut aku, mama kamu ada benarnya juga perihal demi kebaikan kamu, selama ini hubungan kalian kurang baik kan? Karena mama kamu sibuk kerja. Nah dengan menikah lagi, mama kamu bisa lebih fokus untuk mengurus kamu karena setelahnya yang bertugas mencari nafkah adalah papa tiri kamu, cie elahh papa tiri"

Aksara menggeleng "Nehi-nehi! Gimana kalau setelah menikah mereka malah sibuk bikin adek bayi? Aku makin-makin nggak diurusin dong"

Rigel mengigit jari, sulit juga ternyata. Asli yah, Rigel jadi ikut bingung harus memberi solusi apa. Dia jadi ikutan galau melihat wajah yang biasanya selalu ceria itu mendadak lesu.

"Jadi, kamu mau terus-terusan kayak gini? Ngebiarin mama kamu ngemis restu, kamu tega? Biar bagaimana pun mama kamu berhak bahagia setelah meninggalnya papa kamu"

"Yang perlu kamu lakuin sekarang adalah satu, percaya sama mama kamu" lanjut Rigel.

Aksara geming, diam-diam mengiyakan pernyataan Rigel.

"Sini, majuan dikit mukanya"

Tapi Aksara tidak lantas mengindahkan perkataan Rigel untuk mendekatakan wajahnya. Ia hanya diam memandangi raut cewek itu.

"Dibilangin sini deketan, malah bengong. Jangan-jangan kamu kesurupan maung?"

Kedua pipi Aksara ditangkup oleh telapak tangan Rigel, kemudian wajahnya dipaksa untuk mendekat.

Aksara hanya diam ketika mulutnya dilengkungkan oleh Rigel dengan jemarinya untuk membentuk sebuah senyuman, wajahnya yang tadi muram kini tersenyum karena perbuatan Rigel.

"Nah, begini lebih baik" Rigel tersenyum memandangi wajah Aksara "Fullsun, aku selalu suka senyum kamu"

Dengan begitu, Aksara semakin melebarkan senyumnya.

"Rii, nanti sore kita jajan yuk" maksud Aksara jajan disini adalah mengajak Rigel ketempat serba serbi jajanan seperti foodcourt.

Rigel berpura-pura berfikir mengenai ajakan Aksara dengan mengetuk dagunya menggunkan jari, seraya bergumam.

"Oh, jadi nggak mau nih?" ucap Aksara.

"Heh siapa bilang, tapi awas yaa jangan nyesel kalo aku jajan banyak banyak"

"Ck, siapa takut..."

--tbc

...

💌

Aksara Rigel - Haechan ft. Ryujin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang