0.2

125K 1.3K 22
                                    









Pagi harinya...

Sania sudah sibuk didapur walaupun dengan menahan rasa nyeri dibagian bawahnya saat digunakan untuk berjalan tapi ia harus bersikap biasa saja supaya tidak ada yang curiga. Sania juga sedikit berdandan untuk menyamarkan matanya yang bengkak karena menangis semalaman.

"Selamat pagi Sania."sapa Maria.

Maria adalah mamah mertua Sania. Wanita yang terlihat masih cantik walaupun sudah berumur hampir kepala empat.

"Pagi mah."balas Sania sembari tersenyum manis.

"Mamah mau kemana sudah rapi sekali?"tanya Sania sambil menata makanannya yang sudah siap diatas meja makan.

"Mamah ada metting pagi ini."Sania mengangguk, mertuanya ini memang sangat pekerja keras.

"Kemana Rendy nggak kamu panggil Sania?"tanya Maria seraya  mengambil nasi.

Sania tampak gelagapan  menjawabnya, ia harus menjawab apa bahkan suaminya tidak tidur dengannya semalam. Entah tidur dimana Rendy tadi malam.

"Pagi mah."sapa Rendy yang sudah rapi dengan pakaian kantornya.

Sania menghelai nafasnya lega saat Rendy sudah datang.

"Pagi Ren, loh kamu kok udah pakai pakaian kantor bukanya ambil libur dulu kan baru nikah?"tanya Maria sembari menatap Rendy.

"Sebenernya sih mau kaya gitu mah, tapi semalam orang kantor bilang ada masalah terjadi di kantor dan harus diselesaikan sekarang juga,"ujar Rendy, Rendy yang mau mengambil makanan di hentikan oleh Sania.

"Biar aku aja yang ambilin  mas."pinta Sania.

"Aku ambil sendiri saja Sania, aku tidak biasa jika makan diambilkan."tolak Rendy.

Sania hanya mengangguk pasrah padahal dirinya  ingin melayani suaminya dengan hal- hal kecil seperti ini supaya ia merasa menjadi istri yang berguna tapi suaminya tidak mau.

"Pagi."sapa suara bariton.

"Pagi pah,"jawab Maria membalas ucapan suaminya. Sania gugup saat melihat mertuanya yang sudah datang dan duduk didepannya.

"Papah nggak berangkat ke kantor?"tanya Maria pada suaminya saat melihat suaminya tidak menggunakan pakaian formalnya yang biasanya digunakan untuk ke kantor.

"Nggak, papah lagi capek mau istirahat dulu di rumah,"jawab kevin lalu meminum tehnya yang dibuatkan oleh Sania tadi.

Maria mengangguk kemudian mereka memulai sarapannya dengan hening. Tapi dengan sesekali Kevin melirik Sania dan Sania hanya menunduk karena merasa takut.

"Ya sudah mamah berangkat dulu ya pah."pamit Maria seraya mencium pipi suaminya setelah itu pergi meninggalkan mereka.

"Aku juga berangkat ya Sania."pamit Rendy dengan mengacak rambut Sania tidak ada ciuman kening ataupun pipi.

Sania hanya menatap sendu pada suaminya yang sudah berjalan meninggalkannya, padahal hanya ciuman pipi saja ia sangat bahagia dan merasa dihargai sebagai istri.

Tanpa disadari oleh Sania, kevin yang masih bersama Sania di meja makan  menatap Sania dalam-dalam, Sania yang merasa diperhatikan menghadap mertuanya yang sedang menatapnya. Jantungnya berdetak kencang rasa gugup dan takut langsung muncul begitu sadar hanya tinggal mereka berdua saja disini.

"Sania kamu menantikan ciuman dari Rendy benar, kan?"tanya Kevin sembari mengangkat satu alisnya.

"Em ti-dak pah,"jawab Sania dengan gugup.

 Father In LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang