2.6

42.1K 629 107
                                    

Satu Minggu kemudian....

Sania baru bangun dari tidurnya, saat ini ia sudah tinggal bersama orangtua Kevin dan ia merasa hidupnya tentram di sini. Bagaimana tidak tentram, Erin sangat baik padanya bahkan sangat memanjakannya seperti anak kandungnya sendiri.

"Selamat pagi Sania. "Sapa Erin memasuki kamar Sania dengan membawa nampan berisi segelas air dan juga sarapan.

Sania tersenyum manis, seperti ini setiap hari Erin akan datang membawakan dirinya sarapan, padahal Sania pernah menolak karena ia merasa tidak enak pada Erin, seharusnya dia yang melakukan semua ini.

"Oma terima kasih, aku merasa jadi beban disini jika oma terus saja memanjakanku seperti ini," ujar Sania.

Erin tersenyum lalu meletakan nampanya di atas nakas dan selanjutnya duduk di pinggir ranjang.

"Kamu bicara apa sih nak, kamu kan tau sendiri oma pengin banget punya anak perempuan, jadi oma ingin memanjakan kamu seperti anak oma sendiri, kamu nggak suka ya dengan sikap oma ini?" tanya Erin.

"Eh bukan begitu oma, aku merasa tidak enak sama oma, seharusnya aku yang melakukan semuanya, mengantar sarapan untuk oma dan lain sebagainya bukan oma, "ujar Sania.

"Udah nggak papa sayang, sekarang kamu makan aja ya." Erin mengambil nampanya dan memberikan pada Sania.
Sania yang akan menerima nampan itu tiba-tiba merasakan perutnya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu.

Segera sania beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan cepat ke kamar mandi.

"Sania kamu kenapa?" tanya Erin panik langsung menyusul Sania ke dalam kamar mandi.

"Hoekk hoekk." Sania mengeluarkan isi perutnya dibantu oleh Erin yang memijat tengkuknya.

"Kamu kenapa Sania?" tanya Erin dengan cemas, sambil terus memijit tengkuk Sania, Sania hanya bisa menggelengkan kepalanya karena masih ingin muntah juga.

"Hoekk hoekk." Sania memuntahkan isi perutnya kembali yang hanya berisi air saja karena pagi ini ia belum makan apa-apa.

"Sudah? apa kamu ingin muntah lagi Sania?" tanya Erin.

"Tidak oma." Sania lalu berkumur-kumur di wastafel dan mencuci wajahnya.

"Kamu hamil Sania?" Tebak Erin, membuat Sania menatap Erin.

"Oma tau dari mana?"tanya Sania.

"Benarkan dugaan ku," ujar Erin.

"Anak siapa Rendy?"tanya Erin.

Sania menjadi gugup ia tidak mungkin berbohong pada Erin, ia harus menjawab apa, di sini tidak ada Kevin lagi. Sania seperti mati kutu tidak bisa berbuat apa-apa. Erin memincingkan matanya curiga melihat Sania yang terlihat bingung dan gugup, Erin jadi berpikir jika Sania pasti bukan hamil anak Rendy.

"Anak Kevin?" tebak Erin kembali dengan nada datar, membuat Sania menunduk takut. Entah kenapa Erin percaya anaknya itu yang sudah menghamilinya. Sania semakin menunduk mendengar perkataan Erin.

"Sudah kuduga pasti itu benar anak Kevin kan?" tanya Erin lalu tanpa berkata apa-apa ia langsung keluar dari kamar mandi dan tanpa mendengar jawab Sania terlebih dahulu, Sania merosot ke bawah dan duduk di lantai kamar mandi yang basah, apa setelah ini Erin akan membencinya, padahal baru sebentar ia merasakan kasih sayang seorang ibu dari Erin.

"Maafin aku oma, aku mohon jangan benci aku," ujar Sania dengan air mata yang sudah berjatuhan.

_____
"Mah kamu kenapa?" tanya Hardi yang melihat istrinya memasuki kamar dengan wajah yang sangat sulit di artikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 Father In LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang