Setelah dikira-kira, tidak semua animator inti bisa datang ke workshop. Yang menjaga booth pun akhirnya jadi animator pembantu, meski animator inti bisa hadir siangnya, setelah meeting dengan klien di studio selesai.
Eldy memilih tetap di studio, mengerjakan projek game individunya. Lagipula kalau ia datang paling-paling hanya keliling melihat isi workshop yang Eldy yakin isinya akan sama saja. Sudah khatam, Eldy sudah berkali-kali ikut workshop. Untuk ikut meeting pun Eldy tidak, sudah ada Dany dan yang lainnya, jadi ia memilih tetap di studio. Kerjaan bisa cepat selesai, ia bisa senang-senang.
Motto hidupnya selalu itu.
Medekati jam lima sore, Eldy baru selesai dengan kerjaannya, setelah seharian sendirian di studio, fokus mengerjakan game yang sudah ia garap sejak dua minggu lalu, akhirnya selesai juga. Hanya tinggal perbaikan dan lain-lainnya, setidaknya, secara garis besar sudah selesai.
Eldy tidak memutuskan langsung pulang, setelah pekerjaannya selesai tadi dan mengecek handphonenya, ternyata di grup sudah ramai membicarakan kalau teman-temannya akan ke studio setelah dari workshop, chatnya sudah masuk sejak satu jam yang lalu, mungkin sekarang mereka juga sudah dalam perjalanan. Ya sudah, Eldy menunggu saja. Sekalian ia main game dulu disana.
“Lah? Lo masih disini Mas?” sapa Dany begitu membuka ruang animasi. “Kirain udah balik.”
“Sekalian lah, nanggung dikit lagi tamat. Tadi gimana workshopnya?”
“Gitu aja sih. Tapi tadi Bos dateng, sama Pak Ridwan. Paling ngomongin projekan baru. Atau malah seminar lagi. Gak tau lah, gue tadi keliling sama Alfi.” Jelas Dany, seraya ikut duduk di sofa di samping Eldy, menikmati crepes yang ia beli sebelum pulang tadi. “Oh, tapi Mas, yang meeting tadi sama Pak Evan, kayaknya belum fix gitu deh.”
“Belum fix gimana?”
“Yaa merekanya masih mikir-mikir dulu juga kali, yang dateng tadi Pak Evan bukan Bos. Tau sendiri Pak Evan kayak apa.”
Eldy menarik seringai, “Tapi biasanya kalo meeting sama klien dihandle sama Pak Evan, projekannya jadi cepet selesai.”
“Iya sih, soalnya si klien juga jelas ngomong semua di awal. Bos terlalu santai sih.”
“Nah, tuh tau.”
Dani melirik, pintu Ruang Animasi dibuka dan segera memunculkan rekan-rekan sesama animatornya. “Kemana aja?”
“Dipanggil Bos dulu tadi.” Aga buka suara, menyimpan tas dan ikut duduk di sofa, “Kita juga disuruh ke Ruang Presentasi, ada Pak Ridwan, tapi nanti sih. Makanya kita keisni dulu.”
Iya, akhinya selagi menunggu panggilan dari Surya, mereka main PES dulu, menganggu Eldy yang tadi sedang bermain game yang lain. Eldy mengalah saja, toh ia juga jagonya main PES, jadi ditantang Aga atau Alfi pun Eldy maju. Siapa yang takut?
Surya menelpon ke Ruang Animasi, memanggil animatornya untuk naik. Mereka berlima menurut, dihentikan sementara game mereka. Padahal sedang seru, Alfi hampir menang, tapi Eldy juga bisa dengan mudah menyusul skor Alfi. Tapi ya tetap, harus dihentikan dulu, panggilan dari atasan tidak ada yang bisa mengelak. Di lift, Eldy dan Alfi masih ribut sendiri soal game, kadang Haani menengahi, kadang Dany, tapi kedekatan Eldy dan Alfi memang sudah sulit dipisahkan kalau bertengkar.
“Kalo gue sampe menang, lo yang terktir gue makan malem ini.”
“Gaak. Ini namanya pemalakan. Lepasiiiin.” Alfi terus berusaha melepas rangkulan, bukan karena apa, mereka sudah dekat dengan Ruang Presentasi yang Alfi tau di dalamnya ada Evan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...