Alarm jam berbunyi nyaring, menggema hampir ke seluruh ruangan. Ingin protes karena ini akhir pekan, rasanya Eldy tidak perlu bangun pagi di akhir pekan, jadi jelas suara alarm yang nyaring itu seketika jadi hal yang paling Eldy benci. Kenapa harus ada alarm di akhir pekan?
Matanya mengerjap, padahal sudah tidak mendengar suara alarmnya lagi. Tapi Eldy juga sudah terlanjur terbangun, sulit untuk tidur lagi. Ia membuka selimut yang tadi menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pandanganya buram karena tidak memakai kacamata. Jendela beranda sudah terbuka lebar, sorot mataharinya langsung masuk untuk menyapa.
“El?”
“Masih tidur.” Jawabnya, seraya menarik lagi selimutnya meski Eldy yakin ia tidak akan bisa tidur lagi.
“Aku ke studio hari ini, Gema gak bisa masuk, ngurus undangan katanya.”
“Hmm.”
“Kamu gak kemana-mana?”
“Males.”
“Ya udah.”
Matanya sama sekali tidak bisa dipalingkan dari Luki yang terus bergerak tidak berhenti, bolak-balik dari dapur ke meja makan. Rambutnya sekadar dicepol berantakan, pakaiannya juga hanya mengenakan sedapatnya, Eldy yakin kaos yang dipakai Luki sekarang pun kaos yang ia pakai semalam. Rasanya hampir tiap pagi Eldy melihat pemandangan yang sama.
Tidak tau, kejadian tempo lalu itu bisa dikatakan kalau mereka sudah meresmikan hubungan mereka atau tidak, tapi yang jelas semenjak dari sana mereka memang jadi lebih sering bersama, menginap yang padahal rumah bersebalahan pun sudah biasa, hampir tiap malam, paling-paling, tidak menginapnya hanya ketika Eldy yang pulang terlalu larut, atau Wira yang datang menginap di tempat Luki.
Luki tidak pernah mengatakan perasaan ia yang sebenarnya pada Eldy, pun Eldy juga sama. Rasanya mereka tidak pernah mengatakan kalau mereka saling menyukai, hanya tiba-tiba keduanya jadi saling melengkapi.
Sebenarnya Eldy lupa kapan tepatnya ia pertama kali mendaratkan ciumannya untuk Luki. Ciuman pertama Eldy. Yaa kalau ciuman paksa dengan Haani bisa ia hitung sebagai ciuman, mungkin jadi ciuman kedua. Eldy tidak bisa mengingat kapan jelasnya, mungkin sudah sebulan yang lalu? Atau malah dua bulan? Lebih? Entah. Seingat Eldy, semenjak dari sana, ia malah disibukan oleh pekerjaan. Pikirannya penuh dengan kerja, bukan cinta-cintaan. Luki juga tidak pernah mengungkit-ungkit, jadi keduanya lupa. Hanya tau, kalau mereka bersama mereka melakukannya kadang-kadang. Itu saja.
Kini di meja makan kecil mereka duduk berhadapan, menyantap sarapan ala kadarnya karena ternyata stok persediaan makanan mereka juga sudah habis. Eldy masih mengantuk-ngantuk, ini weekend, ia ingin tidur sampai siang kalau bisa. Berbeda dengan Luki yang sarapan sambil tangannya serius dengan handphone, janjian dengan kliennya.
“Ki.”
“Ya?”
“Balik jam berapa?”
“Lebih cepet kayaknya, kenapa? Mau keluar?”
“Nggak.” Jawab Eldy singkat, menyuap suapan terakhir dan mengunyah malas. “Aku kayaknya bakal ketemuan sama Evan nanti.”
“Oke.”
“Cuma ya gak tau jadi apa nggak, semalem Evan bilang kalo Alfi di tempatnya, jadi yaa~ mungkin gak jadi.”
“Nonton yuk, mumpung malem minggu. Yuk.”
“Hmm.” Eldy hanya menyahut pajang.
Yang bertugas merapihkan meja makan dan mencuci piring jadi Eldy, karena Luki juga harus siap-siap berangkat ke studio. Sudah biasa, malah kadang saking repotnya pagi-pagi, cuci piring dan beberes lainnya jadi dilakukan setelah pulang kerja. Bukan hal yang aneh. Karena sayangnya, bangun pagi bukanlah kebiasaan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...