Malam itu, sebelum benar-benar berpisah, Luki habiskan waktunya hanya berdua Yoga. Mata mereka sembab bekas manangis, saat bersama pun yang mereka lepas bukan kasih, tapi kesedihan. Pelukan keduanya terasa sangat menyakitkan. Dalam lima tahun, baru itu keduanya merasakan kehancuran.
Yoga pamit untuk kembali pada orangtuanya, menuruti kinginan yang tidak penrah sekalipun Yoga harapkan dalam hidupnya. Posisi sebagai anak satu-satunya, juga kedudukan sang orangtua, buat Yoga tidak punya pilihan lain, selain meningalkan Luki, mengakhiri hubungan paling bahagia yang ternyata fana.
Sakit, sakitnya bukan main. Luki sama sekali tidak keluar apartemen selepas perginya Yoga. Dadanya sesak, airmatanya sama sekali tidak bisa berhenti. Luki tidak membuka studio dan mengabaikan semua pesan. Bukan hanya hubungannya yang kandas, hidupnya juga hancur sehancur-hancurnya.
Teng Tong
Luki mengabaikan panggilan yang mengharuskan ia membuka pintu. Tidak. Tidak. Luki tidak mau bertemu siapapun. Namun bel yang berdentang juga sama sekali tidak berhenti, makin kencang, makin sering terdengar. Buat Luki harus mengalah, dan melangkah mencari tau apa salahnya.
“Kak..?”
Air mata Luki yang semula sempat berhenti terjatuh lagi. Ia tutupi wajahnya dengan telapak tangan, membungkuk menahan tangis yang sama sekali tidak bisa dihentikan.
“Mas Yoga nelpon gue, suruh ngecek elo Kak, makanya gue dateng. Kak.” Nada suaranya agak dipaksa, kerongkongannya sama sakitnya, bahkan tangannya yang mengenggami bahu Luki ikut gemetaran. “Kak Luki gak bisa gini terus, Mas Yoga juga gak bakal bahagia Kak.”
“Terus aku harus gimana Ra? Aku harus gimana?”
Wira juga tidak tau jawabannya, ia tidak pernah sekalipun berada di posisi Luki. Selama ini yang Wira tau, kalau Luki bukan sosok yang seperti ini. Luki dewasa, ia mengayomi semua pekerja di studio tatonya, termasuk Wira. Sudah sejak awal Luki membuka studio tato sendiri, Wira ikut bekerja sebagai tattooist dengan Luki. Selama ini yang Wira tau, Luki selalu senang dengan hubungannya, dengan hidupnya, tidak pernah sekalipun hancur, tidak pernah seperti ini.
“Mas Yoga itu... dia juga kepaksa kan? Dia juga gak mau kayak gini kan Kak? Dia juga gak bahagia sama pilihan orangtuanya, tapi.. tapi kalo Mas Yoga tau Kak Luki juga begini, dia makin-makin gak bahagia Kak. Gue yakin, kalo satu-satunya kebahagian Mas Yoga ya cuma liat Kak Luki juga bahagia. Gak gini. Kak Luki harus kuat, ada gue Kak, ada yang lainnya juga. Kita bakal terus ada buat lo Kak.”
Tangisan Luki makin jadi, ia remat kuat-kuat celana di atas lututnya. Mendunduk, membungkuk, menahan dada yang sesak dan kerongkongan yang ditekan kuat. Pelukan Wira benar-benar terasa hampa, sama hampanya seperti pelukan Yoga saat berpisah waktu itu. Luki tidak bisa merasakan apa-apa selain kehancuran.
Dengan didukung Wira, juga dua tattoist lain, Luki mencoba untuk bangkit. Ya, susah, sangat. Luki hanya membiarkan Wira membuka studio tatonya tanpa Luki. Ia sendiri masih senang mengurung diri di apartemen, merapihkan segala barang yang berhubungan dengan Yoga. Berat, sangat berat. Tak jarang airmata Luki masih terjatuh. Namun sekali lagi Luki coba mengingat kata-kata Wira, kalau Yoga juga tidak akan bahagia selama ia tau Luki tetap hancur.
Akhirnya hari-hari berlalu dengan Luki yang sama sekali tidak keluar apartemen, Wira yang bolak-balik membawa makanan dan lain-lainnya. Setelah sebulan lebih, Luki baru menampakan dirinya di studio. Kalau dibilang ia sudah siap, mungkin belum juga. Luki hanya mencari kesibukan lain untuk melupakan rasa sakitnya.
Yang jelas, tidak akan pernah bisa Luki lupakan bagaimana dulu ia bisa bertemu Yoga, bisa kenal, dekat dan berakhir menjadi pacar. Saat memilih untuk tiggal bersama pun rasanya masih seperti mimipi, hingga bertahun-tahun lamanya, hubungan manis mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
Ficção GeralEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...