Entah sudah berapa kali dalam sebulan ini Eldy pulang larut terus menerus. Mungkin hampir sebulan penuh, saat akhir pekan pun Eldy masih harus keluar kota bersama rekannya untuk meeting ini-itu. Pekerjaannya ternyata agak memuakan kalau dipikirkan saat sedang lelah-lelahnya.
Malam ini juga sama, Eldy pulang larut lagi. Ia berjalan gontai dari lift menuju apartemennya di paling ujung. Untung upah kerja Eldy sangat sesuai dengan apa yang ia kerjakan, kalau tidak mungkin Eldy sudah hengkang cari kerjaan lain, yaa mungkin agak susah, meski pengalaman Eldy sudah cukup banyak.
Matanya fokus pada tangan yang membuka kunci, sekali Eldy menguap sampai matanya berair, lelah, ingin lekas tidur, tapi ia juga belum makan, mandi juga belum. Kalau makin dipikirkan Eldy jadi makin malas, maunya langsung tidur, tapi ya lapar. Matanya melirik, melihat sepasang sepatu mendekat, lalu menegakan cara pandangnya.
“Oh?”
“Umm...”
Eldy ikutan kikuk, tapi tetap mengumbar senyum pada tetangganya ini, “Kenapa?”
“T-tadi aku buat kue, umm, ini. Ada banyak, jadi aku kasih. Umm, m-makasih udah nolong aku waktu itu.”
Mata Eldy terpaku pada kue kering dalam toples ukuran sedang, pikirannya mengawang, pertolongan yang mana? Eldy sempat lupa kalau ia sempat terlibat dalam percobaan bunuh diri tetangganya ini sebulan yang lalu. “O-oh. Ya, makasih banyak.”
“A-aku Luki. Wira udah cerita, sebenernya udah lama mau bilang makasih tapi, umm, gak pernah ketemu juga. Baru sempet ini.”
“Gue balik malem terus sih. Thanks ya , pas banget gue laper.”
“Belum makan?”
“Belom. Kenapa?” Eldy yang bingung, habis Luki sudah mengernyitkan keningnya keheranan. “Lo belom juga?”
“U-udah.”
“Terus?”
“Ngg.. nggak sih. Y-yaudah, aku balik. Sekali lagi makasih udah tolong aku waktu itu.”
Dengaun senyuman yang mengembang, “Mau manpir?” Eldy mengajak Luki bertamu ke apartemennya.
Luki sama sekali tidak menjawab, berbalik badan pun tidak, tapi langkahnya terhenti sebelum membuka pintu apartemennya.
Makan malam Eldy sebenarnya sederhana saja, hanya nasi goreng cumi yang tadi ia beli sebelum kembali ke apartemen. Niat awalnya memang makan ditempat, tapi menadadak hujan lebat, Eldy memilih pulang dibanding menikmati nasi goreng dengan cipratan hujan. Yaa, karena hanya sekadar tempat makan di emperan jalan.
Selesai mandi, Eldy lekas melenggang ke meja makan, siap menyantap makan malamnya yang sudah terlalu malam. Kalau melirik jam, sudah hampir setengah sepuluh. Sudah terlalu lelah, tapi ya Eldy lapar, jadi ia sempatkan makan. Daripada perutnya kelaparan tengah malam. Toh, Eldy juga sudah membelinya.
“Biasanya studio buka jam berapa?”
“Sembilan.”
“Ohh.” Eldy mengangguk, mulutnya penuh mengunyah. Sesekali matanya melirik Luki yang duduk di hadapannya, sedang menyeruput teh hangat karena tidak tau harus menghidangkan apa lagi untuk tamunya ini. Pun sebenarnya Eldy merasa tidak enak karena ia makan sendiri, tapi Luki juga mempersilakan, jadi yaa, makan saja.
“Pulang kerja... selalu malem?”
“Gak selalu sih, tapi ya lebih sering pulang malemnya. Malah kadang gak pulang.”
“Waah..”
“Ngomong-ngomong, karena lo tattooist, berarti lo bisa gambar?”
Jawaban dari Luki hanya anggukan, sebenarnya agak bingung juga kenapa Eldy bertanya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...