♪ ♬ 26 ♬ ♪

1.3K 173 71
                                    

Lagu di tape mobil lekas terputar begitu Eldy menghidupkan mobilnya. Masih lagu-lagu dari grup yang sama, memang sudah jadi favorit Luki, pun akhirnya Eldy juga malah tertular. Tangannya lihai memakai sabuk pengaman, membenarkan kaca spion, mengecek seluruhnya sebelum siap berangkat. Kepalanya menoleh, memperhatikan Luki masih ke belakang mengurusi Lea di jok penumpang.

"Lea gak bakal kenapa-napa Ki, elaah. Palingan dia malah seneng diajak jalan-jalan."

"Hmm." Luki malah melengos, membenarkan posisi duduknya, memakai sabuk pengaman, siap berangkat, tapi mobilnya masih belum bergerak. Pandangannya dipalingkan pada Eldy, sedang sibuk memperhatikannya. "Ayok. Tadi nyuruh aku buru-buru."

"Beneran udah yakin?"

"Iya. Kan kamu yang bilang kalo gak dicoba gak bakal tau."

"Iya.. tapi aku gak maksa."

Luki merubah ekspresinya seketika, memandang malas pada Eldy. Tangannya menarik Eldy mendekat, mencium bibir Eldy singkat, dan kembali menatapnya lekat. "Ayok."

"Hmm." Gantian Ely yang melengos. Habis gimana, malah jadi Eldy yang tidak yakin untuk membawa Luki ke rumahnya, rumah orangtua Eldy.

Sebenarnya Eldy masih bingung, apa yang sebanr-benarnya terjadi sampai Luki merubah cara pikirnya. Kemarin, ketika Luki kembali setelah mengajak jalan-jalan Lea, keadaan apartemen sudah sepi, hanya tinggal Eldy yang sedang mandi. Eldy bilang Alfi sudah berangkat ke workshop, Haani juga sudah kembali untuk bersiap sebelum ke workshop. Kalau Eldy, ya tentu saja ia memilih tetap di rumah. Sejak kapan Eldy suka workshop? Sejak dulu juga selalu menolak untuk hadir. Paling-paling kalau mepet kurang personel yang berjaga saja Eldy baru datang.

Eldy lihat Luki hanya duduk diam di sofa, menunggu Eldy juga duduk disana. Rambut Eldy masih basah, handuk juga masih ada di kepala Eldy ketika ia ikut bergabung duduk di sofa bersama Luki. Tidak ada obrolan apa-apa, saling diam. Eldy pikir, Luki masih mengingat soal kebersamaan mereka yang berhenti di tengah jalan, makanya kini Luki menghadapnya, membatu megeringkan rambut Eldy. Ya Eldy tidak masalah, lagi pula ia memang tidak ada rencana kemana-mana, jadi seharian bisa ia habiskan waktunya dengan Luki. Tapi ternyata bukan itu yang Luki pikirkan.

"Reaksi.. orangtua kamu nanti waktu liat aku gimana ya El?"

Eldy diam. Jelas. Karena tiba-tiba Luki mengungkit sesuatu yang Eldy pikir sudah selesai.

"Aku takut gak diterima, apalagi.. aku begini. Rambut aku begini, aku juga tatoan, aku yang bikin kamu jadi gay."

"Ki? Ngomong apaan sih? Masih soal yang semalem? Bukannya udah selesai?"

Luki mengangguk, tapi matanya masih tidak teralihkan dari kepala Eldy yang masih ia keringkan rambutnya. "Aku cuma penasarn gimana sama reaksi mereka waktu ngeliat aku."

"Ya gak gimana-gimana lah. Mau gimana? Rambut aku juga gondrong mereka gak peduli."

"Umm." Luki menyahut, kegiatannya ia sudahi, memilih memandang Eldy yang keningnya sudah mengkerut. "Kalo ketemu, tapi gak pake kenalin kalo aku pacar kamu, aneh gak? Maksud aku... yaa.. umm.. masa tiba-tiba pulang kamu bawa temen, kayak aku pula bentukannya."

"Ki-"

"Aku mau ketemu, tapi aku masih takut. Aku kepikiran soal yang dulu, tapi... ya aku juga mau diterima." Kalimatnya panjang, menyela Eldy yang berakhir membuat kekasihnya itu diam. "Tadi aku ketemu Lana sama ibunya Haani.. ibunya Haani gak cerita banyak sih, tapi ya aku jadi mikir aja, Haani sama Galuh juga gay, orangtua mereka bisa terima mereka apa adanya. AKu jadi mikir, mungkin orangtua kamu juga gitu. Ya emang aku gak tau, itu cuma harapan aku aja. Tapi.. ya.. umm.. aku juga gak mau gini terus."

Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang