♪ ♬ 06 ♬ ♪

1.2K 169 19
                                    

Kalau dibilang sudah move on, mungkin memang Eldy sudah move on. Tahun lalu, ia menolak mentah-mentah bujukan Evan yang ingin memasukan Eldy studio animasi untuk perfilman. Eldy harus menolak, karena ia ingin terlepas. Sebab itu, setelah pergi dan mencari kerjaan baru, hingga kini Eldy menjabat sebagai IT Engineer, melanjutkan apa yang menjadi bidangnya saat kuliah dulu.

Eldy benar-benar melepaskan animasi dalam hidupnya.

Tempat kerja baru, teman baru, keluarga baru. Berbeda dari mOla Game Studio yang rekan-rekannya lebih muda dari Eldy, di tempat kerjanya kini, Eldy bukan senior, meski keahliannya selalu diakui para senior. Setahun bekerja, Eldy sudah jadi pegawai andalan. Pion para tim IT.

"Mas, besok ada meeting lagi, jangan lupa ya."

"Iyaa~ Gak bakal lupa."

"Okee."

Tarikan napas Eldy jadi lebih dalam. Padahal sudah malam tapi masih dapat telepon perihal kerjaan.

Kerja sebagai IT Engineer juga tidak mudah, terutama dalam jam kerja. Mungkin tidak semua, tapi yang Eldy alami adalah, ia serta timnya lebih sering rapat malam hari dibanding ketika matahari masih ada. Tidak jarang Eldy baru sampai rumah hampir jam sebelas atau malah jam dua belas. Tidak jarang juga Eldy menginap di ruang meeting bersama yang lain, tergantung pekerjaan yang sedang mereka garap.

Seperti malam ini, Eldy pulang larut lagi. Lehernya terasa kaku dan sakit bekas memandangi layar laptop seharian penuh. Matanya melirik jam tangan, setengah sebelas malam. Perutnya keroncongan karena lapar, terbayang mie rebus begitu sampai di apartemennya nanti, tapi lelah juga kalau harus membuat dulu. Seketika Eldy menyesali kenapa ia tidak beli makan dulu sebelum pulang.

Pintu lift terbuka, lorong sepi karena mendekati tengah malam. Jalannya lelah menuju kamar paling ujung. Tarikan napas Eldy agak berat, bayangan mie rebusnya hilang, Eldy mau langsung tidur saja, sudah kepalang lelah. Urusan mandi juga besok saja. Kadang Eldy mengeluh kenapa ia memilih bekerja sebagai IT Engineer, tapi kemudian ingat, kalau bukan sebagai itu, sebagai apa lagi?

Pintunya dibuka, kamar apartemennya gelap total. Eldy sama sekali tidak menyalakan lampu, hanya sekadar menyimpan tas dan melenggang ke beranda, dengan sekotak rokok di tangannya. Ia duduk disana, merokok melepas lelah, padahal semakin malam, anginnya juga semakin dingin, tapi tidak peduli. Laparnya hilang, kantuknya juga, Eldy malah memilih merokok sebatang sebelum merangkak ke kasur dan tidur.

Telinganya mendengar suara jendela geser dibuka, matanya melirik. Memang jarak antara kamarnya dengan kamar sebelahnya tidak jauh, pun dari beranda Eldy masih bisa melongok siapa penghuni kamar di sebelahnya. Tapi Eldy juga bukan orang yang rasa ingin tahunya tinggi, jadi ia tidak peduli, hanya menoleh sambil menikmati rokoknya.

Namun matanya malah membelalak, ketika ia lihat penghuni sebelah memanjat ke tembok pagar. Eldy sontak bangkit, membuang rokoknya cepat setelah dimatikan. “M-mbak! Mbak! Jangan nekat! Mau apa?!”

Panik. Jelas Eldy panik.

Ia melongokan tubuhnya, mencoba meraih tangan si penghuni sebelah yang sudah siap melompat ini. Tapi ya tidak sampai, malah rasanya Eldy kini membahayakan dirinya sendiri dengan melongokan hampir setengah tubuhnya.

“Mb-mbak. Tenang. Kalo ada masalah bicarain dulu. Mbak jangan nekat. Turun Mbak, turun.” Halah! Eldy tidak peduli ia benar atau salah dengam ucapannyan. Membantu atau tidak, Eldy sudah terlanjur panik dan ingin menghentikan percobaan bunuh diri itu. "M-mbak. Mbak tenang Mbak."

Namun tidak ada jawaban, Eldy lihat perempuan yang rambutnya terurai panjang ini makin menundukan kepala, tangannya mengepal kuat.

“S-saya kesana ya Mbak! Jangan lompat Mbak! Jangan nekat.” Entah Ekdy juga tidak tau apa lagi yang harus ia lakukan. Ia berlari masuk ke apartemennya, ke dapur, mengambil benda berat yang sekiranya bisa untuk merusah knob pintu kamar sebelah yang terkunci.

Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang