“Ya kan aku juga udah dari kemaren bilang, hari ini aku ada presentasi game baru. Kamu juga bilangnya bisa jaga Lana.”
“Mamah juga mendadak ngasih tau akunya Ni, aku udah bilang gak bisa, Mamah nyuruh nitipin Lana ke Lisa aja. Kamu cuma presentasi aja kan?”
“Aku stay disana juga Luh, aku taunya kamu hari ini bisa di rumah ya aku bilang aku ke studio hari ini. Lagian gak enak aku udah kebanyakan cuti.”
“Y-ya, kalo gitu titipin ke Lisa aja.”
Haani diam, matanya melirik ke arah kamar yang pintunya tidak ditutup sempurna. Tarikan napasnya dalam, “Ya udah, aku tanya Lana dulu. Kalo gak mendadak kan bisa aku bilang ke Lana dari jauh-jauh hari, Lana pasti ngerti. Kalo mendadak kan susah.”
“Iya, sorry. Aku juga maunya gak gini Ni. Aku minta maaf.”
Haani berubah merengut, “Kamu siap-siap sana.” Kesal, anaknya jadi harus dioper sana-sini.
Hari ini memang Haani ada presentasi projekan game individunya. Harus hari ini karena besok Surya sudah berangkat ke Jepang. Dari juah-jauh hari Haani sudah bilang, sudah memastikan juga kalau Galuh senggang, bisa stay di rumah menjaga Lana. Tapi kabar dari ibunya Galuh yang memerintah Galuh untuk ikut mengurus bisnisannya hari ini buat semua kacau. Tidak ada yang memegang Lana.
Haani tidak bisa minta tolong ibunya seperti biasa, ibunya sedang pulang kampung, mengurus orangtuanya yang sakit. Soal titip menitip ini jadi dialihkan pada Lisa, karena jarak rumahnya yang tidak begitu jauh juga, pun Lisa masih kerabat mereka, Lana juga kenal, jadi mudah. Tapi masalahnya, kemudahan itu jadi susah karena mendadak.
Lana tipe anak yang harus diberitau dari hari-hari sebelumnya, diyakinkan berkali-kali, sounding, dibuat sampai mengerti baru ia bisa dititip. Kalau mendadak susah, dibuat mengertinya juga susah. Iya saja kalau dengan ibunya Haani yang sudah biasa, ini dengan orang lain yang bertemunya belum tentu sebulan sekali.
“Papa kerja?”
“Papa harus kerja, Lana mau di rumah Babay sama Sasa apa ikut Dadda kerja?”
Lana diam dulu, ia pandangi wajah Galuh yang terlihat yakin, lalu melirik Haani berdiri di belakang Galuh. “Sama Dadda aja..”
“Kalo sama Dadda, Lana gak boleh rewel, gak boleh berantak-berantak, Dadda sampe sore di sana. Nanti Lana bosen, kan Dadda juga kerja. Lana ke rumah Babay aja ya? Papa anter, ya? Nanti bisa main sama Sasa, main sama kelinci juga kan disana. Emang Lana gak mau?”
“Mau.. tapi mau sama Dadda..” katanya lagi, setengah merengek. Lana jadi sedih sejak ia tau kalau Galuh harus kerja, bukan karena janji yang sudah diucapkan Galuh harus gagal, tapi Lana merasa seperti ditinggal orangtuanya. Ini lah sebab kenapa susah menitipkan Lana kalau mendadak.
“Ya udah lah, ikut aku aja.”
“Ni.”
“Ya orang anaknya juga gak mau, daripada nanti malah nangis seharian.”
Tarikan napas Galuh jadi dalam, ia sadar Haani kesal sejak ia bilang ia harus kerja. Galuh juga sebenarnya tidak mau seperti ini, maunya tetap di rumah bersama Lana. Berakhir kena ambek Haani pun sudah tidak bisa dielakan. Dibanding memikirkan gimana harus merayu Lana, Galuh lebih memikirkan gimana agar Haani tidak berlarut-larut marah padanya.
Sarapan ketiganya jadi sepi, tidak ada yang mengobrol sama sekali, paling Lana yang sesekali bertanya pada Haani atau Galuh, tapi ya tetep sepi, tidak ada obrolan sama sekali. Galuh masih belum berani mengajak Haani bicara, terutama masih ada Lana, takutnya malah gimana, jadi ya bersikap biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...