♪ ♬ 11 ♬ ♪

1.2K 165 32
                                    

Sekalinya pulang cepat, malah dapat mimpi tidak enak. Eldy terjaga seketika, tatapannya kosong pada langit-langit kamar, berkeringat. Ia ingat teriakan-teriakan di dalam mimpinya, dan perasaan sesak karena bersalah yang kini lebih tebal menyelimuti ketimbang selimutnya sendiri.

Napasnya ditarik dalam, dihembuskan perlahan, mencoba lebih tenang, berpikir jernih kalau mimpinya barusan adalah kejadian yang sudah lama berlalu. Mungkin harusnya Eldy sudah bisa lupa, atau setidaknya tidak sampai dibawa mimpi, tapi tidak sama sekali, sampai saat ini, mimpi buruk yang ia lakukan dulu masih sering hadir, seakan menagih sesuatu yang Eldy tau ia tidak bisa mendapatkannya.

Kalau bisa Eldy menghukum dirinya sendiri, mungkin sudah Eldy lakukan, tapi sayang Eldy tidak tau hukuman apa yang setimpal dengan apa yang ia lakukan dulu. Hanya keluar atau dikeluarkan dari tempat bekerja rasanya hanya sebuah hukuman ringan, sekali pun dulu temannya mengabulkan permintaan Eldy untuk melaporkannya ke polisi, dan kini ia masih mendekam di penjara, Eldy rasa itu juga bukan hukuman yang setimpal.

Pernah Eldy berpikir, apa ia pergi saja dari dunia? Tapi cepat ia mendapat jawaban, bunuh diri bukanlah jawaban dari pertanyaannya, bahkan dari segala masalah apapun itu. Eldy akan semakin tidak tenang, ia ingin sebuah maaf, yang benar-benar maaf, tapi Eldy terlalu ciut untuk memintanya, karena ketika ia menghadapkan diri, ketakutan akan datang lagi. Eldy ingin sebuah hukuman untuk dirinya, agar Eldy bisa memaafkan dirinya sendiri.

Jam dinding di atas tv masih menujukan jam sebelas malam, Eldy kira sudah lewat dari tengah malam. Ia memang pulang seperti biasa tadi, jadi jam tidurnya pun bisa Eldy sesuaikan, tidak molor-molor karena Eldy yang juga pulang larut.

Ia bangkit dari kasur, melenggang ke meja makan untuk sekadar menggambil rokok lalu melenggang lagi ke beranda, merokok di sana. Mungkin sebatang dulu baru ia lanjutkan tidurnya, itu pun kalau bisa. Lagipula, Eldy berkeringat parah bekas mimpi tadi, di beranda saat malam memang pilihan yang tepat.

Pikirannya mengawang, pandangannya terlempar ke langit luas, sama sekali tidak ada bintang, Eldy jadi ingat kapan terakhir kali ia melihat bintang? Rasanya sudah lama sekali. Yang Eldy ingat ia pernah menggambar langit malam, dengan banyak bintang berkerlap-kerlip. Sudah lama sekali, saat Eldy masih di tempat kerja yang lama. Eldy membuat itu untuk sebuah iklan berdurasi satu menit. Iklannya kini tentu sudah tidak ada, sudah digantikan dengan animasi yang lebih terbaru. Mungkin. Eldy tidak pernah memikirkan soal animasi lagi selepas ia dari mOla.

Matanya melirik, telinganya mendengar jelas suara jendela beranda dibuka. “Ki?”

“Aak-!”

“Ki?” panggil Eldy lagi, tapi dengan cekikikan, sadar tetangganya tadi sempat kaget mendengar panggilannya.

“Ngagetin tau gak...” suaranya yang pelan semakin pelan karena terbawa angin.

Eldy masih cekikikan saat bangkit dari duduknya, melangkah mendelakt dan melongokan kepala, lekas menemukan Luki yang sedang mengelus-ngelus dada. “Sorry.” Jawabannya hanya sekadar mengangguk, lalu melanjutkan lagi mengambil oven besar dan dipindahkan ke pojok beranda. Mata Eldy masih setia mengekori gerakan Luki. “Abis buat kue?”

“Um.” Luki baru menengok, “Belum tidur?”

Eldy sekadar mengumbar cengiran lalu mengangkat tangan kirinya, memberi unjuk rokoknya yang hanya tinggal sedikit. “Jangan tidur malem-malem.”

“Awas-awas.” Tapi Luki malah mengusir, menyuruh Eldy mundur, “Bahaya kan?” ya, karena Eldy melongokan kepalanya melebih pagar tembok. Eldy menurut saja, sambil masih senyum-senyum yang bisa terbayang di kepala Luki meski Eldy sudah tidak menampakan diri. “Mau kue El?”

Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang