“Jadi.. gitu Mas.”
Eldy terdiam, pandangannya semula tidak lepas pada sosok pria muda dengan tato bunga mawar di lehernya, sedetik kemudian pandanganya dialihkan pada foto di handphone dalam genggamannya. Dua pria tersenyum senang.
Sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Eldy kalau hubungan sesama manusia bisa sekacau itu. Ia sadar kalau hubungan sejenis memang masih jadi hal yang memalukan, meski kini sudah tidak sedikit yang mulai mengumbar kebersamaan mereka. Tapi melihat kejadian tetangganya ini, Eldy jadi tersadar juga kalau selama ini ia hanya diperlihatkan hal-hal yang baiknya saja.
Memorinya kembali mengingat rekan-rekan kerjanya dulu, yang juga memiliki hubungan sesama pria. Dua pasangan itu terlihat baik-baik saja, indah sebagaimana mestinya, setidaknya Eldy percaya itu sampai ia sendiri membuat ulah, tapi setelahnya Eldy malah semakin yakin karena hubungan mereka semakin erat.
Diceritakan bagaimana kejadian Luki bisa berpisah enam bulan lalu, sampai akhirnya mantan kekasih Luki juga pergi bunuh diri dan Luki semakin kehilangan harapan untuk hidup, Eldy merasa kalau selama ini hidupnya tidak ada ada-apanya. Benar ia sempat terpuruk, bakan hingga kini bayangan kejadian di Jepang itu sama sekali tidak bisa Eldy hilangkan dalam ingatannya, tapi Luki, ia pasti lebih sakit dari pada Eldy.
“Tapi Mas Eldy tenang aja.. maksud gue, Kak Luki b-biasa kayak gitu, tapi dia sebenernya gak berani buat ngelakuin itu. Kalo lagi down... Kak Luki suka begitu, biasanya gue sama yang lain yang nemenin Kak Luki, cuma, ini kita juga lagi sibuk ngurus pindahan studio.”
“Ah iya, lo dari tadi ngomong studio-studio tuh, studio apa? Gue lupa mulu mau nanya.”
Wira mengernyit, lalu ingat kalau Eldy ini memang orang asing yang sedang sial, sial karena harus menghadapi percobaan bunuh diri Luki untuk kesekian kalinya dalam lima bulan terakhir. “Studio tato Mas. Kita pindah tempat, Kak Luki bilang gak nyaman, lagian yang ditempat yang sebelumnya itu kita ngontrak, sekarang punya Kak Luki sendiri.”
“Ooh gitu, kalian tuh tattooist? Lah? Luki juga dong kalo gitu?”
“Iya lah, Mas. Kan dia yang punya.”
“Oooh.” Eldy makin mengangguk-angguk, tidak pernah terlintas soal tato di sepanjang hidupnya. “Udah lama?”
“Udah lama kok, Mas Eldy tertarik? Sini lah Mas, lo mau tato apa? Biar gue kerjain.”
Eldy malah terbahak keras, “Gak, gak, gue disuntik aja kabur, mau ditato. Gak deh.”
Gantian Wira yang tertawa, tidak tau yang Eldy katakan itu benar atau tidak tapi memang gaya bicara Eldy buat ia tertawa, sampai perutnya terasa sakit. Padahal baru bertemu belum lama, dalam situasi yang agak sulit pula, tapi Eldy yang memang friendly bisa langsung semudah itu akrab dengan Wira.
Lagi seru-serunya membahas soal tato, Eldy harus permisi sebentar karena handphonenya yang berdering tidak mau berhenti. Memang hari ini ia izin tidak kerja, karena mengurusi Luki ini, panggilan kerjaan itu pasti ada saja.
Eldy memilih menjauh, ia keluar ruang tunggu untuk menerima telpon yang ternyata dari bagian HRD. Ya soal kerjaan, memang salahnya izin disaat kerjaan sedang banyak. Tapi Eldy juga tidak bisa meninggalkan Rumah Sakit, rasa bertanggungjawab atas apa yang seharusnya bukan jadi tanggungjawab Eldy itu ada. Eldy hanya terlalu khawatir perihal Luki, karena semalam untuk pertama kalinya ia melihat orang yang mencoba mengakhiri hidupnya sendiri.
“Eh, eh Mas, tunggu. Sebentar.”
Eldy hanya melirik, masih setia menempelkan handphonenya di telinga.
“Ada paket Mas, baru aja di kasih sama Pak Supri.”
Keningnya mengernyit, “Paket dari siapa? Tumben di kirim ke kantor, nggak ke apartemen gue.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
Fiction généraleEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...