Sampai di rumah, Eldy hanya diam di beranda kamar. Ia mengecek gamenya yang diselesaikan Alfi, juga video animasi iklan masyarakat kantornya yang selama ini Eldy abai, hanya lihat selewat, tidak pernah benar-benar memperhatikan.
Alfi benar-benar menyelesaikan game Eldy, sudah selama ini berlalu Eldy baru tau. Begitu juga dengan hint yang diberikan Alfi di video animasinya. Dada Eldy terasa sesak lagi. Mendengar cerita Haani tadi sudah buat ia menangis. Eldy terasadar ia yang terus melarikan diri, yang padahal, tidak hanya Evan yang berusaha setengah mati menghubunginya. Selama ini Eldy lari dari kenyataan yang sesungguhnya, kalau memang pintu maaf itu ada, kalau memang maaf bisa didapatkan tanpa hukuman.
“El?”
“Aku bego banget ya Ki.”
Luki diam sesaat, hanya ikut duduk di samping Eldy, menggiring kepala Eldy untuk bersandar padanya. “Seenggaknya sekarang kamu tau kalo kamu udah dimaafin. Kan?”
“Hm..”
“Aku harap, kamu juga udah gak pernah mimpi kayak biasanya lagi.”
Eldy menoleh, ia tangkap senyuman Luki yang mengembang lebar, “Semoga.” dan mengangguk. Eldy menggiring kepala Luki, mendekatkannya agar Eldy bisa mengecup kening Luki.
Luki hanya terkekeh-kekeh, ia lesatkan tangannya di pinggang Eldy, memeluk manja. Dimanjakan pula dengan Eldy. Melupakan kalau tadi Eldy sempat mengomelinya seperti ibu-ibu, Eldy juga menangis tadi tanpa Luki tau ia bisa membantu apa. Namun kini Eldy sudah bisa peluk lagi. Harapan Luki kini, semoga Eldy bisa benar-benar memaafkan dirinya dan tidak lagi mengingat masa lalu.
Malamnya saat tengah malam Luki terbangun, ia tersadar Eldy tidak ada di sampingnya. Pandangannya buram melihat ke beranda, pintunya tertutup, gordennya juga, tapi Luki yakin Eldy di sana karena ia bisa lihat cahaya layar handphone.
Tadinya, Luki memang mau menyusul, mengajak Eldy masuk untuk lanjut tidur. Tapi diurungkan, ia tau Eldy butuh waktu sendiri setelah semua yang terjadi. Jadi Luki biarkan Eldy disana, entah sampai jam berapa, yang jelas begitu pagi datang, Luki lihat Eldy malah tidur di sofa, bukan bersamanya.
Besoknya semua kembali seperti biasa, Eldy kerja, Luki juga sama. Tidak ada yang membahas apa-apa soal pertemuan dengan Haani kemarin.
Luki melenggang dari lift menuju kamarnya, matanya melirik jam tangan, setengah tujuh malam, lalu melirik lagi bahan-bahan untuk membuat makan malam. Rencananya Luki mau buat sop ayam saja. Waktu dapat kabar kalau Eldy pulang seperti biasanya, Luki segera memikirkan mau masak apa ia malam ini. Selagi Eldy tidak pulang malam, jadi Luki ingin masak enak untuk Eldy.
Tapi waktu pintunya dibuka, apartemennya gelap. Biasanya selalu terang kalau memang Eldy pulang duluan, karena Eldy juga biasanya langsung ke apartemen Luki, tidak ke apartemennya. Kepalanya melongok, pikirnya mungkin Eldy senagja ke apartemennya dulu untuk mandi atau lainnya, atau malah menyelesaikan kerjaan yang ia bawa pulang. Niatan untuk masuk diurungkan, Luki mengunci kembali apartemennya, melenggak ke apartemen Eldy, yang begitu dibuka, tidak kalah gelap dari apartemennya.
“El?”
Luki yakin Eldy di dalam, karena AC-nya menyala, meski gorden tertutup dan semua lampu mati. Hanya sekadar menyimpan barang belanjaan di meja, Luki melangkahkan kaki ke kasur. Eldy berbaring disana, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Luki ikut beranjak ke kasur, merangkak di bawah selimut sampai bis berbaring bersebelahan dengan Eldy.
Tangannya refleks memeriksa suhu tubuh Eldy, demam. Waktu Luki agak bangkit untuk mengecek nakas pun ia lihat ada plastik obat dan botol air mineral yang tinggal setengah. Luki tidak tau Eldy sakit, sama sekali tidak diberitau, bahkan Eldy sudah ke klinik sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...