Sebuah coffee shop kenamaan dipilih sebagai tempat untuk mereka berbincang. Satu meja, empat kursi, di pojok ruangan yang lebih terjaga privasi. Eldy yang hendak melarikan diri lebih dulu ditahan Luki, lalu Galuh, terakhir Haani yang ternyata malah tidak sengaja bertemu disana.
Awalnya mereka hanya basa-basi, Luki sekali lagi memperkenalkan diri, begitu juga Galuh dan Haani. Pesanan mereka datang, tiga kopi, satu milk tea, dan satu lagi roti croissant untuk Lana di rumah. Tadi Lana memang pulang lebih dulu bersama ibunya Haani, Lana masih terlalu kecil, ia juga sedang demam. Jadi selesai medapat obat, ibunya Haani pulang berdama Lana dengan taksi, sementara Haani dan Galuh bersama Luki dan Eldy melenggang ke coffee shop dekat sana. Harusnya, suasananya tidak sedingin ini kalau ada Lana, Luki yakin Lana bisa mencairkan suasana.
Tapi ternyata tidak.
Luki hapal benar nama Haani dan Galuh, tapi tidak dengan nama Lana. Luki tau kalau Haani dan Galuh sepasang kekasih, tapi tidak tau kalau mereka juga punya anak. Luki yakin Eldy juga tidak tau soal itu. Belum sempat Luki tanyakan perihal Lana karena merasa tidak sopan, Haani lebih dulu menjelaskan semuanya, sampai bagian pengangkatan rahim yang ia lakukan, semua Haani ceritakan. Baru itu Luki benar-benar diperlihatkan selalu ada sebuah keajaiban dari kesusahan. Haani mengatakan ia cacat, tapi lihat apa yang Haani dapat? Seorang anak semanis Lana. Apa yang disesali sekarang? Tidak ada.
“Mas Eldy apa kabar?”
Luki menoleh, Eldy sama sekali tidak menjawab, malah menyesap minumannya. “El.”
Tarikan napas Eldy berubah lebih dalam, sejak tadi hanya menunduk, menghindari tatapan langsung Haani dan Galuh. “Gue baik.”
“Pak Evan.. Mas Eldy udah ketemu Pak Evan?”
“Udah.”
Haani menarik senyum tipis, ia melirik Galuh sejenak, lalu Luki, dan kembali pada Eldy yang masih memalingkan pandangan. “Saya udah lupain yang dulu. Pak Evan juga udah cerita semua, ke Galuh juga. Kita salah paham sama Mas Eldy selama ini.”
Eldy hanya bisa diam. Ia ingin pergi dari sana. Ia tidak mau dihadapkan dengan mimpi buruknya.
“Gak heran kalo selama ini Pak Evan sama Mas Dany selalu cari cara buat ngehubungin Mas Eldy.”
“Ini udah lama banget Haan, masih harus dibahas?”
“Masih Mas.” Yang jawab justru Galuh, “Karena kalo nggak, lo bakal terus lari. Lo bakal terus ngehindarin kita.”
“Ya masalahnya untuk apa juga gue berhubungan sama kalian lagi?”
“El.” Luki menyela, menahan Eldy karena ia agak meninggikan suaranya.
“Kita kenapa harus ikut kesini sih Ki?”
“Biar semua jelas, dengerin mereka. Selama ini kan kamu juga kesakitan.”
“Gue gak kesakitan. Gue yang yakitin Haani.”
“Eldy.”
“Tck!” Eldy mendecak kesal, ia membuang muka ke luar jendela. Murka dengan segalanya.
Haani diam melihat pertengkaran Eldy dan Luki di depannya, ia menoleh Galuh masih tidak memalingkan pandangan. Bayangan yang lama datang, tapi entah Haani lebih merasa kuat dibanding ketakutan. Mungkin karena Haani tau yang sebenarnya, meski pelecehannya tetap menyakitkan untuknya.
“Pak Evan cerita ke gue soal dia yang nyuruh lo cari tau soal Haani. Dia cerita semuanya, gue paham, gue ngerti kenapa lo sampe bisa kayak gitu. Dulu Haani bilang ke gue kalo lo mabok, tapi gue sama sekali gak mau denger penjelasan Haani. Gue marah, kita marah itu jelas Mas, tapi begitu Pak Evan cerita kita semua sadar. Lagian yang salah bukan lo doang, kita juga, gue. Kalo gue gak buat tanda itu, Pak Evan gak bakal mikir aneh-aneh, lo gak bakal disuruh cari tau, kejadian di Jepang itu gak akan pernah ada.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]
General FictionEldy mantan animator studio game dan Luki pelukis tato yang tinggal bertetangga di sebuah apartemen sederhana. Ini cerita tentang kehidupan Eldy yang terlibat dengan masalah Luki, yang dimana keduanya berusaha bangkit dari kesalahan di masa lampau. ...