♪ ♬ 12 ♬ ♪

1.1K 171 44
                                    

“Ra, ini kan aku mau ke tempatnya Panji, nah aku kemaren pesen es krim sama kue-kue lagi ke sebelah, nanti sore kamu yang ambil ya? Bawa langsung aja ke tempat aku. Aku kayaknya bakal lama, soalnya dia minta sepunggung gitu tatonya.”

Wira mengangguk-angguk, sama sekali tidak melirik karena masih asik memilih-milih lagu untuk ia masukan ke playlist hari ini.

"Nanti yang stay sampe malem siapa?"

"Gue sama Chandra, Kak. Gema balik cepet mau ngurus lamaran katanya."

"Ooh oke. Aku tinggal ya Ra.”

“Oke. Hati-hati Kak. Eh, es krim tinggal ambil aja kan?”

“Iya, kemaren udah aku bayar kok.”

“Okee!” baru Wira mengacungkan jempolnya. Sementara Luki melengang meninggalkan studio.

Luki memang sering mendapat permintaan menato di luar studio, sebenarnya bukan hanya Luki saja, ketiga rekannya juga sama, paling sering Luki dan Chandra. Tato di studio sebenarnya nyaman, tapi kalau klien lebih nyaman di tempat mereka ya Luki menghargai juga. Toh, ia menganut prinsip tamu adalah raja. Pelanggannya pun serupa.

Mobilnya melaju santai di jalan besar, pikirannya mengawang ingin membuat pasta yang seperti apa untuk nanti malam, yang sekiranya Eldy suka. Tapi Eldy bilang selain makanan yang terlalu manis ia suka, jadi Luki pikir, harsunya pasta apa saja Eldy juga suka. Jadi nanti sepulang dari menato, Luki sekalian saja belanja untuk buat pasta malam ini. Sayangnya Luki lupa tanya Eldy pulang jam berapa. Mungkin sama, habis kemarin juga katanya pulang seperti biasa.

Nama klien Luki siang ini adalah Panji. Sebelumnya Luki memang sudah beberapa kali bertemu Panji untuk membicarakan soal tato ini, membuat kesepakatan dan segala macamnya. Sampai hari ini Luki berangkat ke tempat tinggal Panji, gedung apartemen mewah, lebih mewah dari gedung apartemen tempat studio Luki. Luki sudah biasa dengan hal-hal yang seperti ini, tidak Luki pikirkan, tugasnya hanya menato dan selesai.

“Ini nih prosesnya bakal lama gitu kan ya Ki?”

“Ya gitu, gak bisa sekali jadi sih, jadi ya beberapa tahap gitu. Nanti kan aku kerjain nih sekarang, dasarnya dulu, minggu depan baru aku lanjut. Kan kamu juga harus adaptasi dulu.”

“Umm.” Panji mengagguk, sudah bertelanjang dada, siap punggungnya dilukis sedemikian rupa.

Luki masih bersiap-siap, memakai sarung tangan, masker, mengecek alat-alatnya dan banyak lagi, sampai semua siap dan ia menarik kursi untuk duduk di samping kasur tempat Panji berbaring, mulai fokus dengan pekerjannya.

“Mulai nato dari kapan Ki?”

“Kapan ya?” Luki jadi ikut mengingat-ingat, “Udah lama banget. Sepuluh tahunan lebih ada mungkin, dari aku kuliah akhir-akhir itu aku udah belajar nato.”

“Wah udah lama banget ya?"

"Lumayan lah."

"Belajar tato dari siapa?"

"Ya dari kakaknya Wira itu."

"Oalah, kakaknya Wira? Dia tattooist juga?"

"Iya, aku diajakin lah dulu, cuma nyoba-nyoba aja ternyata aku suka yaudah aku lanjut."

"Wiih keren, keren. Malah sekarang bisa punya studio sendiri.”

Luki menarik senyuman meski tidak akan terlihat karena tertutup masker, “Yaa, untungnya.” Luki selalu senang mengngat-ingat kenapa ia bisa punya studio sendiri, dari yang awalnya menyewa tempat sampai kini punya tempat sendiri.

Ada sangkut-paut tangan Yoga disana, Yoga mendukung Luki sepenuhnya, tidak memandang aneh atau apa, ketika Luki mengatakan Luki mau membuka studio sendiri, Yoga turut membantu. Bahkan, studio Luki yang sekarang pun bisa Luki dapatkan karena Yoga. Sejak dulu dan entah sampai kapan, kebaikan Yoga akan selalu hadir untuk Luki.

Our Healing Way (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang