H A P P Y
—R E A D I N G—____
.
.
.
A/A/A
Dalam ruangan itu hanya ada Altair dan Aquila setelah perawat UKS selesai dengan tugasnya. Sekarang, yang Altair lakukan hanyalah duduk sambil memperhatikan wajah tenang Aquila yang terlihat seperti bayi tidur—tidak ada tatapan kebencian yang biasanya selalu gadis itu sorotkan. Altair merasa gemas sendiri melihatnya, tangannya bergerak menoel pipi Aquila sesekali sambil cekikikan kecil, tapi gadis itu masih juga belum sadar.
"Toeeww!! Bakpao." Kalau Altair memperlakukannya begitu saat Aquila bangun, Altair yakin tangannya bisa dipatahkan detik itu juga. Maka dari itu, gunakanlah kesempatan.
Matahari yang sudah semakin naik perlahan semakin menyorot menyelinap lewat celah jendela. Aquila menggerakkan kelopak matanya perlahan saat sorotan cahaya itu berusaha membangunkannya.
Akibat kepalanya yang masih diterjang pening, beberapa kali Aquila mengerjap pelan untuk dapat melihat secara jelas objek-objek yang ada di sekitarnya. Tangannya bergerak menghalangi arah cahaya datang agar tidak menyorot langsung ke mata. Namun, saat penglihatannya perlahan semakin jelas, ia menyadari keberadaan Altair yang tengah duduk di samping bankarnya. Aquila kembali mengerjap guna memastikan kalau dia benar-benar Altair. Cowok itu tengah menopang dagu dengan kedua tangannya, sementara pandangannya tak teralihkan sejak tadi hingga sekarang. Dan parahnya lagi, Altair tersenyum-senyum menatapnya dengan mata yang membulat lucu seperti anak kecil.
"AAAAAA!!!" Aquila memekik heboh sampai spontan duduk, sontak saja Altair ikut terkejut.
"Astagfirullah, kenapa pake acara teriak-teriak sih, Qu?" Altair mengelus dada terkejut, teriakan itu berhasil memecah lamunannya.
"Aww.." Aquila meringis akibat duduk mendadak kepalanya jadi semakin pusing.
"Tuh kan, rasain," kata Altair dengan nada mengejek.
"Lo?! Lo! Lo ngapain di sini!!" Aquila langsung menghunus tatapan tajamnya seperti biasa ia menatap Altair, tapi bedanya, kali ini wajah Aquila terlihat syok seolah Altair hendak merebut kesuciannya.
"Bilang makasih kek, apa kek gitu. Ini nggak, malah teriak-teriak." Altair menyindir. "Nih." Altair memberikan Aquila sebuah seragam.
"Baju seragam lo kotor, gue punya seragam cadangan di loker. Tuh, pake aja walaupun agak kegedean," kata Altair menjelaskan.
Aquila melihat seragamnya, di bagian dadanya banyak noda darah yang sudah mengering. Lalu berganti menatap baju yang Altair berikan. "Dih! Ogahhhh!! Gue ada baju olahraga di kelas."
"Iya, lo mau make itu? Terus diusir sama bu Inul. Bu Inul tuh ya, gak suka kalo di jam dia anak-anak pada belum ganti baju. Gue pernah tetap make baju olahraga di jam pelajaran dia, dan lo tau? Gue langsung disuruh keluar." Altair menjelaskan. "Daripada lo make baju kotor, atau disuruh keluar gara-gara baju olahraga. Kalo gue sih ogah dua-duanya, ya."
Tapi, kan, masalahnya itu baju Altair! Yang benar saja, Aquila mah ogah-ogah.
"Masih sakit gak kepalanya?" tanya Altair berubah perhatian. "Mana gue rasa." Tiba-tiba Altair memajukan badannya, lalu menempelkan punggung tangannya ke jidat Aquila.
"TATAA!!" Aquila berontak memukuk-mukul tangan Altair yang malah berubah jadi mengusap wajahnya. "Lo kira gue demam apa?!"
Sontak saja Altair tertawa melihat reaksi Aquila yang tampak tak ingin disentuh olehnya. "Utututuuu, bercanda, Ququ.."

KAMU SEDANG MEMBACA
Altair At Aquila
Novela JuvenilSama seperti remaja pada umumnya, Altair juga mendambakan masa SMA yang indah dan penuh warna ... juga romansa SMA yang manis? Altair Shaquille Barat, bersama empat temannya yang bobrok ikut bergabung dalam ekskul seni musik. Di SMA Pramoedya terdap...