AAA 17| Join

8.5K 1.7K 1K
                                        

Woiii ujanggg, yakali bab ini kagak diramein 😎🤩

H A P P Y 
R E A D I N G—

.

.

.

Sore itu Aquila kembali bolos bimbel. Sebenarnya papa sudah berkali-kali marah kalau Aquila bolos, tapi papa juga sama kerasnya dengan Aquila. Walaupun guru lesnya sering diganti-ganti karena sikap atau ulah Aquila, papa akan tetap teguh pada kehendaknya. Aquila harus belajar bimbingan ekonomi, dan kuliah mengambil ekonomi bisnis guna meneruskan perusahaan keluarga. Sekarang, gadis itu tengah menikmati kepulan asap kopi americano di depannya. Keramaian di luar sana bisa dilihat dari jendela di sampingnya. Jalanan basah, tadinya hujan lebat sekarang berubah jadi gerimis kecil.

Tak lama, orang yang mengajaknya bertemu datang. Cowok jangkung dengan kupluk dan jaket abu-abunya itu duduk di hadapan Aquila. "Hai," sapanya hangat sembari tersenyum.

"Kak Ken! Haii!!"

Kalau Athala ada, pasti dia seumuran dengan Ken.

"Udah dua tahun gak ketemu, Aqui apa kabar?" tanya Ken. 

"Aku baik, kakak apa kabar?" Aquila balik bertanya.  

Ken tersenyum singkat. "Ngga baik, ngga buruk juga."

"Aku senang bisa ketemu lagi sama kakak!!"

Keduanya saling bertegur sapa, membuat obrolan ringan dan hangat untuk melepas ikatan rindu yang pernah tercipta oleh jarak. "Kenapa kakak balik ke Indonesia lagi? Seru gak di Berlin?" tanya Aquila

Dua tahun lalu Ken bilang akan melanjutkan pengobatan di Jerman, tinggal bersama oma di sana. "Capek, nggak bener-bener berhasil. Gak seru di sana, gak ada kamunya yang biasanya bisa aku ajak ketemu."

Ken itu anak rekan kerjanya mama papa. Ken mengidap osteosarcoma yang menyebabkan kaki kirinya diamputasi hingga membuatnya harus menggunakan celana panjang untuk menutupi kaki palsu yang ia kenakan. Ken dan Athala sering bertemu saat sama-sama berobat. Bahkan kamar Ken dan kamar Athala dulu selalu dibuat bersebelahan saat di rumah sakit. Jadi, setiap Aquila mengunjungi Athala, tak jarang juga ada Ken di kamar Athala yang tidak mau kesepian di kamarnya sendiri. Ken sempat dinyatakan remisi hampir dua tahun, lalu colapse yang memutuskannya untuk melanjutkan pengobatan di luar negri.

"Heyy.. kamu nangis?" Ken menundukan sedikit kepalanya untuk melihat wajah Aquila.

"Eh?" Aquila menggeleng, mengusap pipinya yang ia sendiri tak sadar kalau ada air mata yang jatuh. "Gak papa, cuma keingetan kakak. Pasti kalo dia ada, dia seumuran sama kak Ken." Ken yang mendengar itu hanya balas dengan tersenyum.

Dulu, setelah Atahala pergi dari semesta, Aquila tidak pernah lagi bertemu Ken karena Aquila sempat pindah kota ke Bandung. Lucunya, Ken sering menyusulnya ke Bandung hanya untuk bertemu walaupun sekedar main di taman saat sore hari, atau main di time zone. Kadang, kalau ada acara bisnis dimana Aquila harus ikut, disitu dia akan bertemu Ken. Paling tidak, sebulan ada empat sampai lima kali Ken mengajak Aquila bertmu sampai akhirnya cowok itu memutuskan meninggalkan Indonesia. 

"Aku mutusin buat nikmatin hidup, berhenti dari kemo," kata Ken. "Rambut aku juga mulai tumbuh semenjak gak kontekan sama zat-zat kimia itu." Ken terkekeh kecil melepas kupluknya, lalu memasangnya lagi.

"Mahkota cowok tuh ada di rambut. Iya, gak?" Ken memainkan alisnya.

"Setuju!" Aquila menjawab. "Jadi, kakak nggak kemo lagi? Terus gimana?"

Altair At Aquila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang