AAA 26| Ciee Salting Nih Yee!!!

2.4K 578 345
                                    

Ramein dong sobat 🫂

HAPPY
—READING—

.

.

.

Matahari pagi begitu menyentrik, hari ini merupakan hari kemalasan bagi para pelajar terlebih yang pemalas. Apa lagi kalau bukan Monster DayMonday maksudnya. Lapangan utama SMA Pramoedya mulai dipenuhi barisan murid yang bersiap untuk upacara Senin. Semua pemimpin barisan tengah sibuk mencari anggota kelas, dan merapikan barisan. Dan setiap senin juga Pak Gelay patroli untuk mengecek atribut siswa yang kurang lengkap, atau rambut gondrong yang tidak dirapikan. Anak-anak PMR juga selalu berjaga di belakang barisan kalau ada murid yang pusing, atau meleyot pingsan. 

"Duh! Panas!" Astrid yang berdiri di samping Aquila itu mengipas-ngipas diri, cewek itu sangat mudah sekali berkeringat, sekarang saja Astrid kayak orang habis maraton ngejar maling.

Aquila juga panas, bahkan ia hormat duluan demi menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata, padahal sudah pakai topi. Tapi tak lama setelah itu, sinar mataharinya menjadi redup. Bukan karena awan.

"Dor!" Altair menarik kucir rambut Aquila, lalu mengisi barisan yang kosong di depan—bukan paling depan, tapi berhelat satu Aquila.

Altair menoleh ke belakang, dan memeletkan lidah karena Aquila misuh-misuh sambil menunjuk dirinya seolah memberikan, Awas lo ya!

"Oh my god!" Astrid memekik tertahan karena posisi Altair menutup cahaya silau untuk Aquila.

"Manis sekali, pagi-pagi begini gue meleleh. Altair melindungi Aquila dari sinar sang surya di pagi hari." Walaupun masih panas dan silau, Astrid masih heboh. "Waktu tau lo masuk BK kemarin juga dia yang paling rempong tauk!"

"Apanya, lebay deh lo. Orang ngisi barisan juga," sahut Aquila.

"Kalau ngisi barisan, dia pasti maju paling depan. Lo liat tadi? Dia malah nyuruh Aldo buat ngisi barisan di depan dia. Kalau dia maju, otomatis lo kena panas lagi karena Siregar yang ada di samping lo itu pendek. Dia manis deh. Hanya gue yang dapat merasakan kepekaan dan ketulusan ini." Astrid memegang dadanya dengan tatapan terlena.

"Serah lo, serah."

Barusan di depan sana, Pak Gelay membawa tiga anak yang tidak beratribut lengkap untuk berdiri di sisi podium pembina upacara. Lalu Pak Gelay juga membawa enam pentolan sekolah yang super duper nakal dengan baju urakan, rambut metal disemer gak karuan. Dan tidak asing lagi Gilang juga ikut diseret Pak Gelay karena rambutnya yang gondrong kayak brokoli distirka-mekar layu gitu lah. Lalu ada Kiano juga yang tidak memakai dasi, cowok itu menunduk memilin jari di depan sana.

Upacara pagi dimulai. Semuanya seketika hening, mungkin ada beberapa yang diam-diam curi nakal berbisik karena bosan. Semua tergantung pada pembina. Kalau peminanya guru killer, pasti gak ada yang bernai berkutik. Beda cerita kalo guru berjiwa murid, biarpun istilah murid jungkir balik sekali pun pembina tidak ambil pusing dan terus mengoceh.

Nah, kalau sekarang yang menjadi pembinanya adalah Kepala Sekolah, mau tak mau semuanya harus menjaga sikap di barisan. Barusan penaikan bendera dilakukan dengan khidmat, dilanjutkan dengan mengheningkan cipta. Dan yang paling memalaskan adalah amanat pembina upacara. Seperti sekarang.

"Masih lama lagi gak, sih?" Astrid mengeluh, istirahatnya sudah menjadi istirahat kuda.

"Ssstt, Pak Gelay di belakang kita," gumam Aquila pelan tanpa menoleh.

Altair At Aquila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang